LAXITY | 33

311 60 14
                                    

***

Aidan mengernyit. Di tangannya ada selembar kertas yang berisi kegiatan hari ini. Dia paham betul apa yang di bicarakan oleh pembina pramuka setelah aksi saling dorong mendorong tercipta karena padatnya kerumunan. Untuk kegiatan pertama setelah pembukaan tadi adalah pemasangan tenda sesuai kelompok masing-masing. Lelaki itu menggaruk pipi, kemudian menoleh pada teman sekelompok nya yang sedang membawa tas masing-masing. Tapi ... coba lihat model cantik satu itu.

Nora terlihat kesulitan.

Aidan menghela nafas. Dia sebenarnya tak tega juga jika harus membiarkan gadis itu mengangkat beban berat yang bahkan lebih dari tubuhnya sendiri.

Aidan melangkah mendekat. Teman sekelompoknya yang lain sudah berjalan meninggalkan dirinya dengan Hanindya. Gadis cantik itu mendongak saat tangan Aidan menggapai salah satu ransel besarnya.

"Kalo gak bisa bawa banyak, lo ngapain bawa dua lemari berkedok ransel gini?" Aidan mendengus.

Hanindya tersenyum kecil. "Bukan kemauan gue juga bawa sebanyak ini. Manager sama Mama yang nyuruh. Dan lo tau sendiri, gue gak bisa nolak mereka." katanya, kalem.

Aidan berdecak kecil. "Kalo cuma bisa nyusahin lo ya tolak aja kali. Lo udah gede, gak semua hal harus di atur terus 'kan?" celetuknya dengan tangan mengangkat ransel besar tersebut dan mulai melangkah.

Hanindya mengikuti. Gadis itu menipiskan bibir sebelum tersenyum lagi. "Gue gak tau kalo lo bisa sebawel ini, Tama."

Aidan melirik. "Lo gak tau aja gimana rempongnya Bunda nyuruh gue buat jagain lo terus, gila. Dia bahkan lebih peduli sama lo ketimbang anaknya sendiri." ketusnya. Dia berbelok ke kiri saat melihat tanda panah yang menjadi petunjuk jalan.

"Gue gak minta itu."

"Lo emang gak minta, cuma gue gak bisa nolak permintaan Bunda." Aidan menghela nafas. Pandangan matanya menatap hamparan lapangan luas yang terlihat di tumbuhi oleh rumput hijau pendek. Di sekeliling mereka di tumbuhi oleh pohon pinus yang menjulang tinggi. Dimana membuat udara di sekitarnya makin sejuk.

"Kalo lo keberatan, gak usah aja." Hanindya bergumam. Ia menyingkirkan anak rambutnya yang tertiup angin pelan.

Aidan menoleh. Dia berdiri tepat di depan gadis itu. Hanindya yang hanya sebatas lehernya perlu mendongak untuk bersitatap dengannya. "Dan lo pikir gue gak akan kena marah?"

"Kalo lo kena marah, gue bisa bilang ke Tante." kata Hanindya pasti. Ia mengangkat jari kelingkingnya. Lalu tersenyum kecil. "Gue janji."

Aidan menghembuskan nafas. Dia mulai paham betul dengan tingkah gadis ini, dengan perlahan Aidan mengaitkan jari kelingkingnya, lalu melepasnya setelah beberapa detik berlalu. Dia kembali melanjutkan langkah untuk berkumpul dengan teman sekelompoknya yang ternyata memperhatikan mereka berdua sedari tadi.

Hanip tampak mengangkat alis melihat interaksi yang di lakukan oleh keduanya. Dia terkekeh kecil, "Gue kira lo cukup sama satu cewe. Ternyata harus dua, hm?" celetuknya tak habis pikir.

Aidan yang baru sampai dan bisa mendengar itu tampak tersinggung. Apalagi wajah songong Hanip yang terlihat beribu kali menyebalkan di matanya. "Lo dari tadi kayaknya ngajak ribut mulu ya, Pradhana." geramnya.

Hanip tersenyum mengejek. "Lo kesindir? Padahal gue bukan ngomongin lo."

Aidan melepaskan ransel Hanindya yang ada di tangannya. Dia melangkah mendekat pada Hanip yang langsung menegakkan tubuh dan menatap balik Aidan yang tampaknya mulai tersulut emosi.

Rea yang ada di sana dan menyaksikan semuanya dari awal mencoba untuk sabar. Sedangkan Vina sibuk mengamati layar ponsel sampai tak sadar dengan keadaan sekitar. Sedangkan Reva sudah ketar ketir takut ada baku hantam. Lalu Ghani mencoba untuk memisahkan mereka dengan menarik Aidan menjauh.

LAXITY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang