12. Mengalah

1.7K 270 71
                                    

Jendral hanya pasrah, melihat putra bungsunya itu terus menangis ingin bertemu Tyara, sejak beberapa hari yang lalu. Satu hal yang Jendral lupa, Tyara mungkin memang tiba-tiba saja menghilang selama hampir satu bulan, dan sepertinya tidak akan lagi muncul dalam kehidupannya. Namun, putranya justru bertingkah sebaliknya, dan terus-menerus meminta agar bisa bertemu dengan wanita itu.

"MAU ONTY! NONO MAU ONTY, EDDY! MAU ONTY!"

Nono yang histeris, membuat pengasuh yang menggendongnya pun ikut kewalahan menenangkan bocah itu.

"Daddy! Telpon aunty, suruh kesini! Nono berisik! Abang nggak bisa belajar!" Kali ini Marcello ikut protes, merasa tidak tahan lagi dengan tingkah adiknya.

Tanpa banyak bicara, Jendral pun langsung menggendong putra bungsunya, dan membawa bocah yang masih menangis histeris itu ke kamarnya.

Setelah mengunci pintu kamarnya, Jendral mendudukkan Nono di atas ranjang. "Daddy tunggu sampai Nono selesai nangisnya."

Mendengar hal itu, tangis Nono semakin keras. "Eddy nakal! Nono agi cedih, Eddy culuh nangic, huhuhu ... Eddy nakal! Eddy jahat! ONTY! NONO MAU ONTY! ONTY! ONTY! ONTY!"

Jendral berkacak pinggang, dengan tangan kanan yang memijat pelipisnya. Kepalanya benar-benar pusing, karena tangisan Nono yang sepertinya, untuk kali ini tidak lagi bisa dialihkan kepada hal lain seperti hari-hari yang lalu.

Putra bungsunya itu bahkan sekarang terbatuk, karena terus-menerus menangis. Dengan cekatan, Jendral segera mengambil gelas yang berisi air putih di atas nakas, dan membantu Nono meminumnya.

"Sudah ya nangisnya? Nanti tenggorokan Nono sakit kalo nangis terus."

Hanya gelengan kepala yang Jendral terima dari Nono. "Nono mau onty! Nono mau ain cama onty!"

Jendral merasa bagai mendapatkan buah simalakama. Dia yang membuat Tyara menjauh dari kehidupannya, dan tidak ingin berurusan dengan wanita itu. Justru sekarang, dia sendiri yang harus memanggil wanita itu, agar masuk ke dalam kehidupannya kembali.

Benar kata orang, kita tidak boleh merasa senang secara berlebihan, karena suatu saat pasti akan mengalami kesulitan. Persis seperti yang dialami Jendral sekarang.

Setelah beberapa waktu lalu, Jendral merasa menang atas Tyara, dan membuat wanita itu seakan tak lagi punya muka di depannya. Kini, justru dirinya yang merasa frustasi, karena harus membawa sendiri wanita itu di hadapannya dengan segera.

"Nono mau ikut Daddy nggak? Kita beli es krim yuk?" Bujuknya.

Terlambat bagi Jendral untuk menghindar, ketika Nono justru melempar bantal ke arah wajahnya, sebagai jawaban.

"Kenapa Nono lempar-lempar gitu? Nggak sopan, sayang." ucap Jendral mencoba untuk sabar menghadapi putranya yang tantrum.

"Eddy nakal! Nono mau onty, Eddy culuh eli ec klim! Nono ndak mau ec klim! Mau onty!"

Jendral kembali mengambilkan minum untuk Nono, saat putranya itu lagi-lagi batuk.

"Tidur ya? Nono ngantuk, kan? Daddy gendong ya?"

Tak ada perlawanan dari Nono, begitu Jendral menggendongnya. Menepuk-nepuk pelan punggung kecil itu, hingga perlahan-lahan tangis Nono hanya tersisa sesenggukan, dan bocah 3 tahun itupun tertidur di pundak Jendral.




***




Tyara berteriak kegirangan, begitu melihat noda darah pada celana dalamnya. "Emang bajin*** lo Jendral! Awas aja lo, ntar gue bales! Pengen banget gue acak-acak tuh muka! Nih orang kayaknya nggak bakal berhenti, kalo belum digebuk kepalanya! Lo tunggu aja ntar!"

Me vs Your Daddy [Miss Independent Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang