Senandung kesembilan belas

296 63 6
                                    

"Abang, boleh nanya?"

"Nanya apa? PR? Jangan tanya abang ah, gak bisa! Tanya Hangga saja sana."

Aku yang duduk di samping Bang Timo langsung memutar bola mata mendengarnya. Siapa yang mau nanya soal pr coba? Masa iya aku nanya pr sama Bang Timo. Kulihat Bang Timo juga sedang serius banget, waktu kuintip rupanya sedang mengerjakan teka teki silang! Seriusnya ngalahin Hangga kalau sedang menerangkan soal matematika yang aku tidak bisa.

Ais, kenapa jadi Hangga lagi? Aneh kalau akhir-akhir ini aku jadi sering keingetan Hangga. Apa gara-gara dia nyium pipi aku waktu itu? Ish, awas aja kubalas nanti.

Eh, tunggu... gimana balasnya? Balas nyium pipi Hangga gitu? Idih, ogah. Mendadak pipiku jadi panas.

"Kok diem? Mau nanya apa?' Rupanya Bang Timo menyadari aku yang belum buka mulut sedari tadi, gara-gara inget Hangga... inget ciumannya di pipiku...

"Emm... anu, bang. Al mau tanya, kado ulang tahun buat cowok apaan sih? Al bingung mau ngasih Hangga apaan..."

"Hangga ulang tahun?"

"Iya, bang. Sabtu ini."

"Dirayain? Kan dia udah gede, masa ulang tahun pake dirayain segala... udah kayak bocil."

"Nggak, bang. Tapi Opa Hangga mau datang dari Solo dan ngajak Hangga makan siang bareng sekalian ngerayain ulang tahun Hangga. Cuma makan siang, Al juga diajak. Masa Hangga ulang tahun, Al gak ngasih kado sih bang? Gak enak ah."

"Abang gak pernah dikasih kado ulang tahun sama cewek sih, Al. Jadi abang gak tahu, coba kamu beliin minyak wangi aja si Hangga. Di Condet kan banyak yang dagang."

"Al gak tahu Hangga sukanya minyak wangi yang kayak apa, bang. Tapi masa Hangga dikasih minyak wangi refill yang banyak dijual di Condet, bang? Yang bener aja ah, bang."

"Terus, kamu mau beliin minyak wangi yang dijual di mall? Mahal Al harganya. Ratusan ribu. Emang kamu punya duit?"

"Nggak, Al minta sama abang lah," jawabku enteng.

"Kamu yang pacaran, abang juga yang keluar duit. Udah, gak usah ngado yang mahal-mahal. Yang penting kan niatnya."

"Itu sih omongan orang yang gak punya duit, menghibur diri sendiri." Aku mencibir sebal. Tapi memang bingung juga sih, mau ngasih kado apa buat Hangga? Kayaknya dia sudah punya semuanya.

Dikasih kado parfum atau jam tangan juga percuma. Mengingat harga jam tangan Hangga yang fantastik dan parfum bvlgari nya yang suka ia pakai. Harga parfumnya pasti juga gak murah. Gak mungkin kan Hangga beli merek kw? Ternyata pusing juga pacaran sama anak orang kaya. Terutama kalau kita gak selevel. Mau beliin kado ulang tahun aja pusing. Pusing karena gak punya duit!

"Eh, Hangga. Kebetulan dateng, tuh Alyssa lagi pusing." Suara Bang Timo mengagetkanku yang masih tenggelam dalam pikiranku. Saat aku mendongak, aku melihat Hangga sudah duduk di kursi ruang tamu rumahku. Kapan dia datang?

"Kamu sakit, Al?" tanya Hangga menatapku dengan sorot mata khawatir.

"Gak sakit, tapi pusing mikirin beli kado buat ulang tahun kamu, ngga."

"Mikirin beli kado buat aku?"

"Iya, bingung mau ngasih kamu kado apa, ngga. Makanya Al pusing begitu."

Terima kasih buat Bang Timo dan mulut embernya. Kenapa Bang Timo jadi ngasih tahu Hangga soal aku yang kepengin ngasih kado ulang tahun buat Hangga? Ini kan harusnya rahasia. Bang Timo sepertinya tidak menyadari mataku yang sudah melotot lebar, memberi isyarat agar dia tidak bicara macam-macam lagi sama Hangga. Dia terus saja nyerocos.

"Katanya Al kamu sabtu ini ulang tahun, makanya dia pusing mau kasih kamu kado apa. Apalagi kan kamu barangnya bagus-bagus, mahal-mahal juga. Abang gak punya duit buat beliin kado kamu, ngga. Al kan minta duitnya sama abang."

Bang Timo, kenapa jujur banget sih? Jujur sama polos tipis banget ya batasannya.

Hangga menatapku dengan kening mengernyit. Kalau Hangga sudah menatap tajam begitu, aku tahu apa artinya. Aku menunduk. Tidak berani melihat Hangga. Apa dia marah? Lalu kudengar ia menghela napas panjang.

"Aku belum makan malam, Al. Temani aku yuk," kata Hangga akhirnya.

"Mau makan apa?" tanyaku.

"Sate. Yang di ujung jalan saja. Ayo."

"Abang bungkusin satu ya, ngga. Sate kambing, gak usah pake lontong. Di rumah nasi banyak, lauk yang gak ada."

"Oke, bang." Hangga mengangguk. Aku segera keluar rumah dengan Hangga. Saat keluar, aku sempat melirik jam dinding di ruang tamu. Jam tujuh lewat sepuluh. Aku juga belum makan malam.

Kami jalan bersisian tanpa bicara. Sesekali aku menanggapi orang-orang yang menyapa kami. Jalanan masih ramai. Dua tiga orang anak mall juga sedang mencari makan seperti kami. Jalan raya Bogor depan Kramat Jati sudah terlihat macet. Pedagang ikan dan produk laut lainnya sudah mulai buka lapak. Rata-rata pedagangnya perempuan asal Madura.

Semakin malam, Kramat Jati semakin ramai oleh aktivitas pedagang. Bukan cuma pedagang ikan, tapi juga pedagang sayur, ayam potong, daging dan aneka jajan pasar.

Tapi kami berdua tidak ingin belanja, hanya ingin cari makan. Hangga masih diam, membuatku bertanya-tanya apa dia marah padaku? Marah kenapa?

Begitu sampai ditukang sate langganan, Hangga memesan dua puluh tusuk sate ayam dan sepuluh tusuk sate kambing. Juga dua porsi sup kambing dan dua piring nasi putih.

"Kamu beneran mau ngasih kado aku, Al?" Akhirnya keheningan di antara kami terpecahkan dengan pertanyaan Hangga.

"He-eh, tapi bingung mau ngasih kamu apa. Kamu sudah punya semua, parfum, jam tangan, ikat pinggang, sepatu... sedangkan aku gak tahu juga kado apa yang cocok untuk cowok."

"Aku ndak minta apa-apa kok untuk ulang tahunku. Aku juga ndak minta kamu ngasih kado ke aku. Jadi buat apa pusing mikirin kado buat aku?"

"Tapi ini ulang tahunmu... masa gak ngasih kado? Apalagi kan ini pertama kalinya aku punya pacar... " Aku yakin wajahku pasti sudah merah merona. Malu. Apalagi waktu melihat seringai jahil Hangga, mendadak aku punya firasat gak enak.

"Jadi... kamu beneran mau ngasih aku kado?" Hangga masih menyeringai jahil. "Gampang kok kalau mau ngasih kado aku. Mau tahu ndak?"

"Apa?"

"Sini aku bisikin."

"Kenapa harus dibisikin? Ngomong aja langsung."

"Aku maunya bisikin kamu. Cepat sini, mau tahu ndak kado apa yang aku mau dari kamu?"

Aku menggigit bibir, dengan ragu mendekat juga. Tapi begitu Hangga membisikan kado yang dia mau dariku, aku langsung menyesal. Memang seharusnya aku gak kepengin tahu!

Senandung cinta untuk Alyssa(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang