Hari-hari berlalu bagaikan terbang. Ujian akhir benar-benar menyibukan kami dengan aktivitas belajar yang tiada habisnya.
Selama itu juga aku tidak pernah bertemu Hangga. Selain beda kelas, tapi ujian akhir ini benar-benar menguras otak dan energiku. Setelah ujian akhir, akan ada tes masuk perguruan tinggi.
Bang Timo sudah bertekad agar aku kuliah. Dan kurasa aku sudah menemukan jurusan yang bakal aku masuki. Bagaimanapun, aku tidak mau mengecewakan ketiga abangku yang sudah susah payah mengumpulkan uang untuk biaya kuliahku nanti.
Di hari terakhir ujian, Hangga sudah menungguku di depan pintu kelas. Aku tertegun melihatnya, hingga nyaris lupa membereskan peralatan tulisku. Ajakan Rere untuk merayakan hari terakhir ujian terpaksa kutolak, karena sepertinya aku lebih memilih bersama Hangga untuk merayakan hari terakhir ujian ini.
"Hai." Senyum lebar Hangga langsung terlihat begitu aku keluar kelas dan menghampirinya. Ia berdiri santai dengan tas di punggung dan kedua tangan di saku celana seragamnya."Kangen?"
Kupikir dia bakal bertanya mengenai hasil ujian akhir ini, seperti pertanyaan apa kamu bisa menjawab soal-soal ujian itu? Tapi tanpa diduga, pertanyaan yang keluar dari bibirnya malah bertanya apa aku kangen padanya.
"Nggak." Dustaku.
Hangga tertawa kecil. Mencubit pipiku lalu meraih tanganku. Menggandengku pergi dari situ. "Ayo."
"Mau ke mana?"
"Ke suatu tempat."
"Restoran?"
"Lapar?"
"Nggak sih, tapi biasanya orang pergi ke restoran kalau merayakan sesuatu," jawabku.
"Kita take away aja ya? Lagi males makan di tempat." Hangga membuka pintu mobil buatku saat kami sudah sampai di parkiran.
"Oke."
Aku tidak bertanya ke mana Hangga mau membawaku. Tapi sebelumnya ia mampir ke restoran dan memesan makanan untuk di bawa pulang. Dua kotak nasi, tiga macam lauk dan sayur serta dua cup jus jeruk.
Hangga tidak mengantarku pulang, tapi ternyata ia membawaku ke apartemen barunya.
Sesaat aku tercengang dengan apartemen baru miliknya. Apartemen ini sangat mewah, luasnya mungkin sekitar 400 meter persegi. Dengan furnitur berkelas dan mahal. Berapa harganya? Sekaya apa keluarga Hangga? Pantas saja ia memilih pindah dari kontrakan itu, mungkin awalnya juga ia tidak terlalu kerasan tinggal di kontrakan di gang sempit. Meski untuk ukuran di dalam gang, rumah yang ia tempati cukup bagus.
Tapi dibandingkan apartemen ini, tentu tidak ada apa-apanya!
"Suka?" Hangga meletakan makanan yang ia beli di meja makan. Wow, bahkan ia memiliki kulkas empat pintu!
"Hah?" Aku cengo. Suka? Kenapa dia nanya begitu? Ini kan apartemennya, buat apa ia bertanya apa aku suka atau tidak dengan tempat ini?
"Suka ndak dengan apartemen ini?"
"Pamer, ya?" Aku mencibir. Hangga hanya tertawa lalu menghampiriku. Tiba-tiba saja ia memelukku erat. Membuatku kaget.
"Hangga?"
"Aku kangen banget sama kamu, Al," bisiknya lembut. "Berminggu-minggu kita pisah, ndak bertemu. Rasanya dada ini mau meledak karena ndak bertemu kamu."
"Tapi itu kan kemauanmu. Gak telpon, sms, dan juga ketemuan di sekolah. Katamu mau konsen belajar buat ujian."
"Iya, sih. Lega akhirnya ujian akhir sudah selesai." Hangga menatapku sambil masih memelukku erat. "Aku kangen kamu, Alyssa. Cinta kamu. Sangat."
Aku membalas tatapan Hangga yang begitu lekat memandangku, jantungku berdetak cepat sekali. Aku bisa melihat mata Hangga yang sarat akan kerinduan. Dan juga cinta.
"Al, boleh cium?"
"Hah?" Tapi belum habis rasa bingungku tiba-tiba saja aku sudah merasakan bibir Hangga yang mencium bibirku.
Ini bukan pertama kalinya aku berciuman dengan Hangga. Tapi kali ini kenapa rasanya sangat berbeda? Seakan dengan ciuman ini, Hangga ingin menyalurkan rasa rindunya, cintanya dan juga rasa sayangnya padaku.
Ada kekalutan dalam ciumannya. Seakan-akan, ini adalah ciuman terakhir kami. Ciuman perpisahan di antara kami berdua sebelum ia pergi. Sebelum kami berdua melangkah ke ambang kedewasaan dan ke dunia yang sesungguhnya.
"Minggu depan ... aku berangkat ke Amerika, Al." Dan bom waktu itu sudah di jatuhkan.
*****
Saat keberangkatan Hangga ke Amerika, aku tidak mengantarnya. Karena dua hari setelah ujian akhir, Hangga kembali ke Solo dan terbang ke Amerika dari Semarang. Ia bahkan tidak menghadiri pesta kelulusan kami.
Di hari keberangkatan itu pula, aku hanya menatap langit luas di atasku dari teras kamarku di lantai atas. Gelang emas pemberian Hangga berada di genggamanku. Ada sebuah janji di sana.
Sebuah janji, bila suatu hari nanti ia akan kembali padaku ...
***end
Oke, cerita ini mungkin datar banget ya alurnya. Gak seperti alur cerita remaja lain yang lengkap dengan gadis idola, cowok bad boy atau geng motor segala. Karena menurut saya, dunia remaja ya ... seperti itu. Pusing urusan belajar, bingung habis lulus lanjut kuliah atau nggak, tentu saja ada selingan sedikit naksir lawan jenislah.
Meski alurnya datar dan konfliknya datar amat. Semoga kalian yang baca seneng ya. Kayaknya saya emang gak cocok nulis novel remaja kayak gini😝. Waktu saya SMA indah banget soalnya. Gk pernah tuh sekolah saya ada tawuran. Atau murid yang ikut geng motor. Paling bolos, seneng kalo jamkos, ngecengin cowok-cowok ganteng main basket, ribut antri jajan di kantin pas istirahat atau sibuk bikin contekan pas ulangan( jangan ditiru ya). Yah, seperti itulah dunia SMA saya. Datar ya? Tapi indah kok, buktinya pas reuni tempo hari seru banget.
( saya awal nulis bulan mei 2022 dan sekarang udah awal april 2023, sudah menyelesaikan 5 buah novel yang tamat. Produktif juga ya saya ...😁😁🙏🙏🙏 ).
Salam sayang,
Eykabinaya

KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung cinta untuk Alyssa(end)
Ficção Adolescente"Kenapa tertawa?" tanya Hangga dengan mata menyipit. "Nggak. Elu lucu, muka Cina tapi ngomong Jawanya medok banget." "Kamu rasis?" "Nggak, nggak. Siapa bilang? Gue gak rasis kok, cuma lucu aja." Alyssa Sawitri, gadis rada tomboy bertemu dengan Hangg...