Tujuh hari setelah pendaratan di Bulan Pertama Planet Erenam.
Segala rencana yang aku buat berjalan dengan begitu lancarnya seperti sebuah komet yang meluncur bebas. Di tengah ruangan di puncak kubah stasiun tambang, pesawat kargo mondar-mandir membawa muatan. Begitu juga mesin derek berat yang tertancap di atas permukaan berbatu. Bisa terlihat lubang tambang dari sini, entah seberapa dalamnya jika diukur dari permukaan tanah. Orang-orang berpakaian set baju pelindung pun terlihat, tetapi begitu kecil layaknya seekor semut.
Semua orang benar-benar bekerja keras. Terutama setelah mereka mendengar jumlah keuntungan yang bisa mereka dapat.
Cih, ternyata di bagian Galaksi mana pun, orang-orang berotak licik tetap saja ada.
Yu'zar menghampiriku dengan membawa sebuah tablet di dekapannya. "Sudah malam, Kapten. Sebaiknya kau tidur."
Aku menggeleng. "Nanti saja. Aku ingin melihat orang-orang yang sedang bekerja. Mereka bahkan belum tidur. Memangnya sekarang jam berapa?"
"Delapan malam waktu stasiun. Lagi pula, mereka yang bekerja sif malam."
"Yah, aku rasa aku memang perlu tidur." Aku memanggil Kepala Stasiun, Pak Roic. "Tuan, selama ini seluruh anak buah Anda bekerja dengan keras. Terima kasih," ucapku ketika seorang pria tua berperwakan kurus menghampiriku.
"Justru kami yang berterima kasih, Nona Muda. Jika semua hasil tambang diserahkan kepada perusahaan tambang Serikat, yang kami dapat hanya gaji bulanan. Sementara gajiku saja sudah tertunda sekitar dua bulan. Entah kenapa mereka begitu terobsesi dengan kolonisasi dunia baru."
Aku menjabat tangannya. "Kalau begini, kita sama-sama diuntungkan."
"Peperangan yang terjadi dengan penduduk asli membuat banyak orang sengsara, ditambah lagi Republik Antarbintang yang ikut-ikutan. Padahal semua hal bisa diselesaikan dengan jabatan tangan, seperti kita, juga seperti yang terjadi di planet asalku," papar Tuan Kepala Stasiun, Tuan Roic, yang menceritakan sedikit tentang latar belakang dirinya.
Aku menatap ekspresi datar Yu'zar.
"Kalau begitu, kami hendak kembali ke kapal. Terima kasih juga sudah menyediakan tempat di galangan," ucapku, pamit kepada Kepala Stasiun Roic.
Aku dan Yu'zar turun dari ruang kendali menggunakan elevator super cepat. Yu'zar pernah berkata, ketinggian di puncak kubah seperti ketika berada di gedung pencakar langit. Jadi sudah tidak mungkin jika pekerja di stasiun perlu menggunakan tangga untuk mobilitas. Boros tenaga.
Kami tiba di jembatan menuju galangan kapal. Ruang transparan satu arahnya langsung memberiku pemandangan malam abadi di tanah lapang berbatu. Planet Erenam juga tampak, tetapi terlihat lebih kecil ketimbang ketika aku dan Yu'zar melihatnya dua hari lalu.
Pengalaman yang luar biasa, ya, saat itu.
"Erenam?" Yu'zar menoleh ke arah planet oranye yang melayang di langit.
"Indah, bukan?"
Lelaki itu memberi senyuman lebar ketika aku menoleh ke arahnya.
Lantai bergerak tak mengizinkan kami menikmati suasana langit gelap terlalu lama. Kami berdua tiba di kapal kami, Viatrix.
"Kapten, aku akan ke ruanganku," ucap Yu'zar.
"Yu'zar!" panggilku ketika lelaki itu melangkah. "Selamat malam."
Dia berbalik dan memberikan senyuman.
Alarm berdengung ke seluruh penjuru lorong. Lampu interior berkedip merah, membuat orang-orang di sekitar bertanya-tanya. Mereka mulai berlarian, sebagian lagi masih menengok kanan-kini sembari menerka apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Viatrix Space Pirates
Ficțiune științifico-fantasticăDi Galaksi Seberang, di masa perompak antariksa mencari kebanggaan. Edeatu merupakan sindikat perompak antariksa terbesar di Galaksi. Di tengah gelapnya angkasa lepas, mereka beraksi. Milla Mazcira, perempuan muda kapten kapal Viatrix harus menghada...