Chapter 01

206 27 0
                                    

Happy Reading
-
-
-
-
-
Sudah 3 tahun berlalu, gadis itu masih tak membuka matanya, orang-orang terdekatnya masih setia menunggu.

Tak ada hal-hal yang bisa membuat mereka tersenyum lagi, karna yang bisa membuat mereka tersenyum, orang itu sekarang hanya terbaring tak sadarkan diri.

Kelima pria yang sudah lulus kuliah, sekarang sudah memiliki perusahaan masing-masing.

Varo terpaksa harus berkuliah keluar negeri, ke negara yang ia impikan dari dulu yaitu Inggris, awalnya ia mengurungkan niatnya itu karna rencana awal ia ingin bersama Vira untuk berkuliah disana, tapi keluarga nya terus meyakinkannya untuk mengejar mimpinya yang pasti juga membuat Vira senang, mereka berjanji jika Vira sadar akan langsung mengabarinya. Ketiga temannya termasuk Haikal sepupunya, masih berada di Indonesia, untuk gengnya mereka sudah menurunkan pada generasi selanjutnya, tapi mereka juga masih sering berkumpul.

Rina berkuliah di tempat asalnya yaitu Surabaya, ia sudah mengingat semuanya, tapi karna Artan menceritakan apa tujuan Vira, ia pun hanya diam dan berharap temannya itu segera sadar.

Untuk Nanda, ia dibenci teman-temannya walau ia mengaku tak melakukannya, ia selalu berusaha untuk menjenguk Vira, tapi mereka selalu menghalangi nya, ia berharap Vira segera sadar dan menjelaskan semuanya.

"Apa sebaiknya kita cabut saja alatnya? Sedikit harapan untuk pasien bisa kembali sadar, dilihat bagaimana kondisinya selama ini selalu menurun, dan ia hidup juga atas bantuan alat-alat itu, takutnya kita malah menyiksa tubuhnya untuk selalu bekerja" Ucap seorang Dokter pada Alaric, mereka sedang berada di ruangan Dokter itu untuk membicarakan keadaan Vira.

Alaric berpikir ada benarnya ucapan Dokter itu, tapi ia tak mau ditinggal kan putri satu-satunya, "Saya minta waktu satu bulan Dok"

"Baik Tuan"
-
-
-
-
-
"Gimana Dad?" Tanya Rendra yang sudah bersama Elina dan Artan, memang pria itu jadi menetap di Jakarta setelah Vira dinyatakan koma, dan ia pun membangun perusahaan baru miliknya sendiri dari nol di Jakarta setelah ia lulus kuliah, ayahnya pun menyetujuinya.

"Kita harus cabut alat-alat nya, dan Daddy minta waktu satu bulan"

"Dad, gabisa gitu dong, Rendra yakin kok Al masih bisa bangun, siapa tau Al sadar dua bulan lagi"

"Daddy juga berpikir gitu, tapi kasihan tubuh Al harus terus bekerja dengan alat-alat itu, mau gak mau kita harus ikhlas in Al"

Elina sudah menangis dipelukan Alaric, "Rendra gak setuju" Ucapnya lalu masuk ke ruang rawat Vira di ikuti Artan.

"Mas, Al pasti sadarkan?" Tanya Elina di sela-sela tangisannya.

"Kita berdoa aja, semoga Al masih bisa berkumpul sama kita"
-
-
-
-
-
"Dek, kamu gak mungkin pergi secepat itu kan?"

"Kamu lagi ngapain sih disana? Betah banget, apa gamau ketemu kita lagi? Ayo bangun" Suara Rendra bergetar, ia menunduk sembari memegang tangan Vira, Artan yang berada disamping nya menyusap bahu Rendra.

"Gue mau keluar dulu" Ucap Rendra lalu keluar dari ruangan.

Artan tau pria itu pasti selalu tak bisa menahan tangisnya jika melihat keadaan Vira yang seperti ini, termasuk dia.

Pria itupun duduk dikursi samping Vira, "Kamu gamau bangun? Hak cape apa tidur terus?"

"Aku lebih suka kamu ngambek sama aku, ketimbang liat kamu tidur tenang gini, dengan gini kamu bisa kapan aja ninggalin aku, dan aku gabisa nyari kemanapun"

"Kamu janji kalo udah kuliah bakal nikah sama aku, jadi bangun ya. Aku gatau gimana hidup aku kalo gaada kamu, tiga tahun ini juga rasanya hampa banget, apalagi selamanya, aku gakuat" Pria itu memang terlihat agak kurus setelah 2 tahun terakhir, karna harapannya selama satu tahun menunggu gadisnya itu bangun pupus, dan harus menghadapi beberapa tahun kedepan tanpa Vira di sampingnya.

"Sayang bangun, aku mohon"

"Aku janji, bakal lakuin apapun asal kamu bangun"

"Please Baby" Artan mencium lama dahi Vira, setetes air mata pun jatuh dipelupuk mata Vira.

"Kenapa nangis?" Sendu Artan sembari menghapus air mata Vira, gadisnya itu sering terlihat mengeluarkan air mata dalam tidurnya.
-
-
-
-
-
"Susah banget buat lo mati, tapi kayanya ajal lo bentar lagi deh, jadi gasabar"
-
-
-
-
-
"Gimana keadaan Vira?" Tanya Bagas pada Artan, mereka sedang berada di Cafe Alaska bersama 3 anggota inti Atlantis lainnya.

"Gaada perubahan, malah semakin memburuk"

"Kita sabar aja, siapa tau dalam waktu dekat dia siuman"

"Om Alaric bakal cabut alat bantu Vira, kalo dalam waktu satu bulan dia belum siuman juga"

"Hah?!" Keempat pria itu terkejut.

"Gimana kalo Vira dalam satu bulan gak bangun? Kita gamau kehilangan ketua kita"

"Apa gabisa diperpanjang, gimana kalo Vira bangunnya dalam waktu 3 bulan kedepan?"

"Gue juga pengennya gitu"
-
-
-
-
-
"Sayang, sebenarnya aku gamau kalo harus ninggalin kamu, tapi ini demi masa depan kita, aku ada urusan pekerjaan di Swiss beberapa hari, kamu gapapa kan ditinggalin sebentar?"

"Hhh. Seperti biasa kamu gak jawab, tapi gapapa, semoga setelah aku pulang ada kabar baik dan liat kamu natap aku langsung, terus meluk aku"

Cup

Cup

Cup

Artan mencium dahi dan kedua pipi Vira.

"Hati-hati, jangan terlalu mikirin hal yang aneh-aneh, ntar lo gak balik lagi kesini"

"Gak mungkin lah, kan separuh jiwa gue ada disini" Ucap Artan sembari menatap gadisnya yang terbaring.
-
-
-
-
-
Kini semuanya tengah berkumpul di ruang rawat Vira. Ada Rina, Varo dkk, dikarnakan mereka sedang dalam libur kuliah, serta ada Rendra dkk kecuali Artan, karna pria itu belum pulang dari Swiss untuk mengurus pekerjaannya, tak lupa kedua orangtua Vira.

"Kapan lo bangun? Kita selalu nunggu lo Vir, kita gak siap kalo harus kehilangan lo" Ucap Rina dengan mata berkaca-kacanya.

"Om mau kasih tau kalian, termasuk Nal"

"Apa om?"

"Mungkin kalian gabakal terima, tapi ini mungkin yang terbaik buat Al. Dokter menyarankan untuk cabut alat bantu nya"

"APA?!"

"Dan om setuju, tapi meminta waktu satu bulan lagi"

"Dad! Gabisa gitu dong, Nal gak setuju" Marah Varo.

"Dad, kan Rendra udah bilang, gimana kalo Al bangunnya dalam waktu 2 bulan atau lebih, Rendra juga gak setuju"

"Daddy juga gamau kaya gini, tapi kita pikirin Al juga, gimana dia nahan sakit dengan tubuhnya yang harus dipaksa bekerja, mungkin 3 tahun udah cukup buat kita nunggu"

"Tapi Dad-"

"Nal, Daddy juga udah minta waktu kan 1 bulan, kita ber do'a aja dalam waktu dekat Al bangun dan kumpul lagi bareng kita"

Mereka semua hanya diam dengan menatap sendu satu-satunya gadis yang terbaring tak sadarkan diri disana.
'
'
'
'
'
'
'
'
'
'
Jangan lupa untuk terus beri dukungan kalian lewat vote&comment, terimakasih
-
Sekian

The Fight ll [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang