[19] face to face

699 56 2
                                    

"Lo denger sendiri kan? Vanilla nggak mungkin mau menunggu, sedangkan lo masih terikat sama Angel."

Kalimat provokasi itu terlontar dari mulut Reno saat Rain sudah menghilang di balik pintu. Reno menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menyilangkan tangan di dada, sambil menelisik wajah Axel yang sayangnya selalu tampak tenang di setiap situasi. Mata Reno sempat menyipit, mencari tanda-tanda reaksi pada sahabatnya, namun yang ditemukannya hanyalah Axel yang masih betah memejamkan mata sambil memijat kening dengan jemari tangan kanannya. Sorot wajahnya terlihat lelah, dan dari tarikan nafasnya yang berat, Reno tahu bahwa pikiran Axel sedang tidak sepenuhnya di sini.

Axel tidak bisa menyangkal kalimat yang dilontarkan oleh Reno barusan, karena semua yang dikatakan oleh sahabatnya itu adalah kenyataan. Axel menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan seolah mencoba menenangkan diri. Dia menggeser posisi duduknya, mencoba mencari kenyamanan, meski hatinya bergejolak.

Selama dua bulan ini, Reno memang kadang ada di pihaknya dan kadang juga tidak dalam kasus hubungannya dengan Vanilla. Axel melempar pandangan ke arah jendela, menatap kosong pada langit yang mulai gelap, mencoba meredam kepalanya yang terasa penuh. Harusnya, ia tidak perlu sepusing ini mendengar ucapan Reno, tapi kenyataan bahwa saat ini Vanilla sedang bersama cowok lain cukup membuatnya terusik. Sial.

"Mending susulin daripada lo makin stress. Yang ada kerjaan nggak selesai-selesai. Gue juga yang tambah pusing," Reno menambahkan dengan nada lebih santai, sambil meraih cangkir kopinya yang hampir kosong.

Axel membuka mata perlahan, menoleh ke arah Reno yang masih sibuk dengan laptop di depannya. Axel sempat menggigit bibir bawahnya, ragu. Apa ia harus menyusul Vanilla sekarang? Tapi bagaimana kalau cewek itu malah makin menjauh darinya?

"Dia sama cowok lain ke club, Xel. Lo masih nggak mau nyamperin? Lama-lama gue nih yang berang-" Reno memotong pikirannya lagi, membuat Axel akhirnya berdiri.

"Gue cabut. Selesaiin proposalnya malem ini," Axel berkata dengan nada yang lebih tegas, seolah memutuskan untuk mengakhiri keraguan yang menghantuinya. Ia segera bergegas mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja, langkahnya cepat dan pasti menuju pintu. Reno hanya bisa menatap punggung sahabatnya dengan alis terangkat, sebelum akhirnya menggeleng sambil menggerutu pelan, melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Axel keluar menuju lift tanpa mendengarkan beberapa kalimat makian yang dilontarkan oleh Reno untuknya. Ia merogoh saku jaketnya, mengambil ponsel, dan segera menghubungi Bagas untuk dimintai alamat sebelum kemudian menginjak pedal gas menuju club tempat Vanilla berada.

Suasana jalanan malam itu sangat mendukung. Jalanan hanya padat merayap, tidak macet seperti biasanya karena malam ini adalah arus balik. Hanya menempuh waktu selama lima belas menit dari apartemen Reno, kini mobilnya sudah terparkir rapi di antara jajaran mobil lain di depan gedung Foxy.

Namun, sampai di sana, Axel tidak langsung turun. Ia menatap ke arah gedung dengan mata yang berkabut keraguan. Axel tidak mau gegabah dan kedatangannya berakhir dengan sia-sia. Dengan nafas tertahan, ia mengetikkan pesan untuk dikirimkan kepada Vanilla.

| Axel
Hai Van, bisa ngobrol face to face malem ini?

Pesan itu terkirim melalui iMessage sekitar lima menit yang lalu, dan sampai saat ini belum mendapatkan balasan. Axel mengetuk-ngetukkan jarinya ke kemudi, cemas. Entah tepat atau tidak untuk dikirimkan, namun Axel sudah tidak bisa memikirkan kata-kata lain saat itu.

Sepuluh menit. Lima belas menit. Axel mulai merasakan degup jantungnya yang semakin cepat. Sampai akhirnya pesan itu dibaca dan mendapatkan balasan setelah dua puluh menit Axel menunggu.

| Vanilla
Sekarang lagi keluar, mau ngomongin apa?

Axel menatap layar ponselnya dengan tatapan yang penuh pertimbangan.

FanàticoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang