[22] almost

1.1K 63 7
                                    

Jika biasanya Vanilla akan menjadi orang yang pertama kali turun ke dapur untuk mengolah bahan makanan yang akan dimasak, hari ini gadis itu justru absen dari kegiatan yang menjadi kebiasaannya sejak datang ke Indonesia.

Sudah jam sembilan, hampir bisa dikatakan waktu siang. Vanilla melirik jam dinding di ruang tamu, kemudian menghela nafas pelan, punggungnya bersandar di sofa yang empuk. Matanya terpaku pada jendela besar yang menghadap ke arah langit cerah. Ia pikir, ia tidak perlu repot-repot untuk turun dan memastikan apakah ada makanan yang bisa digunakan sebagai sarapan pagi. Lagi pula, di bawah, terdapat lounge yang menjual berbagai menu makanan.

Axel. Ah iya, Vanilla ingat. Semalam sebelum benar-benar terlelap, Axel berpamitan kepadanya untuk berangkat lebih awal dan pulang di waktu petang. Vanilla mengerutkan kening, mengenang percakapan mereka di tengah keheningan malam. Jadi sekarang ia hanya seorang diri berada di dalam apartemen Axel. Sambil menggigit bibir bawahnya, ia bangkit perlahan dari sofa, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dengan jari-jari tangan, sebelum melangkah menuju kamar mandi.

Vanilla menggunakan waktunya untuk mandi, air hangat mengalir di tubuhnya, membuatnya merasa lebih segar. Setelahnya, ia kembali memakai rok yang ia kenakan semalam dengan atasan kaos milik Axel yang baru saja ia ambil dari dalam lemari.

Kaos itu sedikit kebesaran di tubuhnya, tetapi wangi Axel yang masih melekat di kainnya membuat Vanilla merasa nyaman. Ia menatap pantulan dirinya di cermin sejenak, menghela nafas, lalu memutuskan untuk membereskan apartemen sebelum pulang.

Vanilla harus pulang karena pada jam satu siang nanti ia memiliki jadwal mata kuliah yang tidak bisa dilewatkan. Ia melirik jadwal yang terpampang di layar ponselnya, lalu mengingat betapa ketatnya dosen yang mengajar di mata kuliah itu. Alasannya adalah karena dosen tersebut menerapkan sistem absensi manual serta mengecek ulang dengan memanggil nama satu per satu mahasiswa.

Vanilla memejamkan mata sejenak, menarik nafas dalam-dalam. Jadi, ia harus datang.

Sebelum pergi, Vanilla memastikan apartemen ini dalam keadaan bersih. Dengan cekatan, ia merapikan barang-barang yang berserakan, menarik nafas panjang saat menemukan kaus kaki Axel tergeletak di sudut kamar. Ia menunduk, mengambilnya, dan melemparkan ke dalam keranjang cucian.

Setelah itu, ia menyapu lantai yang terlihat kotor, setiap sapuan sapunya dilakukan dengan hati-hati, memastikan tidak ada satu pun debu yang tertinggal. Ketika semuanya telah benar-benar bersih, Vanilla merasa lebih lega. Ia menatap sekeliling dengan puas, lalu beranjak keluar dari apartemen, dengan tas menggantung di bahunya.

Vanilla sudah memesan taksi dan saat ini ia menunggu di lobi. Jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan tas dengan pelan, sementara matanya sesekali melirik ke arah pintu lobi. Tapi... apakah matanya tidak sedang salah lihat? Cowok itu bukannya...

"Hey Vanilla, lama nggak ketemu."

Suara yang familiar itu membuat Vanilla terdiam sejenak. Ia mengangkat wajah, menemukan Bara berjalan mendekatinya dengan senyum lebar. Gadis itu masih kaget, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, sehingga mungkin suaranya agak terdengar aneh sekarang saat ia menjawab.

"Iya, lama banget." Vanilla memaksakan senyum, sambil mencoba mengatur nafasnya yang sempat tertahan.

Bara mengulurkan kepalan tangannya, menawarkan sebuah tos kepada Vanilla. Gerakan itu membuat Vanilla harus berdiri, menggeser posisi duduknya, lalu menyambut tos tersebut dengan tangan sedikit gemetar. Setelah itu, tangannya dengan cepat ditarik kembali ke samping tubuhnya, menyembunyikan kegugupannya.

"Kak Bara apartemennya di sini?" Vanilla berusaha menjaga suaranya tetap tenang, meskipun perasaan gugup masih menguasai dirinya.

Di hadapan Vanilla saat ini adalah Bara, dengan atasan kaos yang dilapisi kemeja longgar sebagai outer. Bara terlihat santai, seperti seseorang yang baru saja pulang dari kampus. Vanilla sedikit terpaku pada penampilannya, mengingat pertemuan mereka beberapa bulan lalu saat Bara memberinya tas sebagai hadiah.

FanàticoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang