Menyedihkan.
Berapa kalipun dipikir Flo benar-benar mengkasihani diri sendiri pasca kejadian di minimarket. Beberapa kali Flo berpikir akankah lebih baik kalau keadaanya dia tak pernah menyetujui ajakan Delta untuk mampir di minimarket atau memang lebih baik 'itu' terjadi? Mana yang lebih baik?
Dan lagi-lagi Flo kembali terjebak pada keadaan yang menyakitkan sekaligus membingungkan namun di saat yang sama tidak bisa menceritakannya kepada orang lain. Flo frustasi, kehilangan arah dan tidak tahu mana hal benar yang harus dilakukannya. Apa keputusannya untuk memblokir nomor Virgo dan mengabaikan chat dan panggilan dari Alfa adalah hal yang benar?
Flo bahkan nggak bisa berpikir jernih, bahkan saat harusnya dia merasa senang karena setelah sekian lama bisa menghabiskan sedikit waktu dengan papa dan Delta. Harusnya begitu sehingga dia nggak perlu membuat keluarganya khawatir dengan sikap diamnya sepanjang makan malam—atau bahkan Liana dan Erina yang mengkhawatirkannya karena sepanjang akhir minggu Flo hanya mengurung diri di kamar dan menolak untuk melakukan apapun.
Menyedihkan.
Flo menatap kosong pada jendela kamarnya yang terbuka lebar. Langit terlihat cerah, namun berbeda dengan air mata yang tak kunjung reda. Beberapa kali Flo dapat merasakan ponselnya bergetar, namun dia tetap keukeuh untuk mengabaikan semua chat dan panggilan yang masuk.
"Flo, ini gue Liana."
Air mata Flo masih mengalir dengan deras dan matanya sudah sangat perih karena terlalu banyak menangis saat suara Liana terdengar dari balik pintu yang sengaja dikunci. Flo menghirup napas sebanyak-banyak selama beberapa saat untuk meredakan isaknya. Berharap kalau suara yang akan dikeluarkannya tidak terdengar bergetar.
"Iya."
"Bibi lagi buat rawon sama es kuwud. Enak deh, makan bareng, yuk."
Flo mengubah posisinya yang sejak tadi berbaring menyamping ke arah jendela jadi duduk. Pandangannya mengarah ke pintu dan tanpa alasan air matanya menetes lagi yang dengan segera dihapusnya.
"Gue nggak laper, Li."
"Dari kemarin lo nggak keluar loh Flo. Masa nggak laper?"
"Gue udah makan—" Flo menghela napas sekali lagi saat merasakan suaranya mulai bergetar. "Gue udah makan beneran." Ya kalau makan cokelat, keripik kentang, dan es krim bisa dikatakan makan, maka Flo benar sudah melakukannya.
"Gue bawain rawonnya sama es-nya ke kamar lo, ya. Kita makan berdua."
Saat Flo ingin menolak tawaran itu, langkah Liana yang menjauh lebih dulu terdengar. Flo menghela napas, memandang ke kosong ke depan hingga merasakan lagi getaran di ponselnya. Ada panggilan masuk dari Alfa yang entah kenapa membuat hatinya nyeri. Apa Virgo sedang melakukan hal yang sama dengan apa yang Alfa lakukan? Apa cowok itu menyadari kalau Flo sedang tidak baik-baik saja?
Dan tanpa diminta air mata lagi-lagi menetes melewati pipinya saat bayangan mengenai ciuman Divna dan Virgo di bawah cahaya lampu kekuningan terbayang jelas di kepalanya. Flo bertanya-tanya, apa keadaannya akan berbeda kalau Virgo tidak membalas ciuman itu? Tapi dari kejauhan pun siapapun bisa melihat kalau keduanya saling menginginkan satu sama lain. Jadi apa selama ini Flo hanya penghalang bagi hubungan keduanya?
"Flo, gue bawain rawon sama es-nya."
Maunya Flo ingin menolak Liana, tapi dia juga nggak mau jadi sangat jahat pada temannya yang mau repot-repot memperhatikannya saat bahkan dia nggak tahu alasan kesedihan Flo. Perlahan usai memastikan tidak ada air mata yang turun dari matanya Flo menuruni kasur dan berjalan ke arah pintu. Pintu dibuka tidak lama kemudian dan pemandangan Liana yang membawa nampan berisi dua mangkuk rawon dan dua gelas es langsung terpampang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LoverBoy
Romance"I don't need a perfect one, I just need someone who can make me feel I'm the only one." *** "Flora." Panggilan itu membuat Flo langsung berbalik. "Hm?" "Janji balik sama gue, ya?" Tanpa bisa ditahan Flo langsung tersenyum. "Iya, gue pasti balik kok...