18. Long Distance Physically

3.9K 295 6
                                    

Karena aku sayang Rasya-Davina dan juga kalian. Jadi, aku bakal berusaha nyelipin flashback manis antara mereka berdua sebelum konflik mereka pecah.

Aku juga maunya dengan ada kenangan manis mereka, kalian bisa ikut merasakan emosi yang Pasutri kesayangan kita rasakan.

So, enjoy!
.
.
.
.
.
.
.

"Bentar ya," tutur Rasya dengan lembut. Rasya juga tak lupa membubuhkan ciuman di kening istrinya yang tengah sibuk mengatur napasnya yang memburu akibat ulahnya.

Pria dengan badan berkilau karena keringat itu menyingkir dari atas tubuh sang istri lalu pergi berjalan ke kamar mandi sembari membuka pelindung di area pribadinya.

Davina yang melihat hal itu lantas menyusul sang suami dan bergabung di bawah guyuran air shower. "Mas," panggilnya.

"Hm?" Rasya berbalik.

Davina mengecup dada telanjang Rasya lalu terkekeh melihat reaksi suaminya yang tampak terkejut.

Baru saja Davina ingin melanjutkan aksinya. Telapak tangan Rasya menutup bibir Davina yang hampir mendarat di bibirnya.

"Kamu mau lagi?" tanya Rasya. Pria itu membiarkan istrinya memeluk tubuhnya.

"Aku pasang KB aja ya, Mas. Biar nggak ribet. Bisa lebih leluasa juga kamunya," usul Davina.

"Jangan. Kita nggak tau efek jangka panjangnya ke tubuh kamu apa aja. Aku takutnya kalo kamu pasang itu, nanti pas kamu mau hamil jadi susah."

Perkataan itu membuat Davina mengernyit tak paham. "Maksudnya?"

"We never know the future, Baby," lirih Rasya yang menumpukan dagunya ke puncak kepala istrinya. Rasya membiarkan air shower mengguyur tubuhnya yang mengungkung Davina.

Davina terdiam. Ia tahu maksud Rasya sekarang. Davina teringat atas pesan Rasya sebelum mereka menikah bahwa Rasya akan melepas Davina jika memang Davina tidak bahagia ataupun menginginkan kehadiran seorang anak di hidupnya.

Davina mendesah kesal, "hah, Mas Rasya nggak seru!"

Lantas, wanita itu menyelesaikan ritual mandi besarnya kemudian tidur terlebih dahulu. Meninggalkan Rasya yang terdiam memandangi punggung istrinya yang bergerak teratur seirama dengan napasnya yang menderu.

•°°•°°•

Davina merenggangkan badannya yang terasa pegal karena ketiduran. Subuh tadi ia sempat bangun, beribadah, dan keluar kamar. Namun, saat di dapur ia justru di usir oleh Papinya yang mengatakan jika pagi ini Papi yang mendapat jatah membantu Mami di dapur. Alhasil, Davina kembali ke kamar untuk bermain HP hingga ketiduran.

Pukul sembilan pagi. Davina mendesah kecil sebelum akhirnya beranjak dari kasur untuk mandi. Setelah mandi, Davina keluar kamar dengan menenteng tas berisi perintilan khas wanita.

Suara televisi yang menyala sendirian membuat Davina lantas mencari pelaku yang meninggalkan televisi dalam keadaan menyala seperti itu. Biasanya Mami ketika di rumah selalu menyalakan televisi meski ia tidak menontonnya. Hanya sebatas dijadikan teman pengusir sepi.

"Ih, ulatnya buruan di matiin, Pi! Nanti terongnya pada bolong. Papi, ih!" Mami berteriak heboh dari halaman belakang rumah.

Papi yang merupakan pensiunan pegawai di lembaga pemerintahan kini memanfaatkan halaman belakang rumah yang cukup luas untuk menanam tanaman. Papi memang orang yang tidak bisa diam. Katanya, semakin tua, kalau semakin malas cepat mati. Makanya, Papi berkebun untuk mengisi waktu luangnya.

WANGSA [selesai | terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang