Part ini aku dedikasikan untuk kalian yang sudah setia menunggu. Semoga kangen kalian terobati dengan adanya chapter ini.
Maaf, karena dari part 26 ke 27 ini kalian rasa terlalu lama, tapi apalah daya diri ini yang lagi ketiban ujian PAT.
Yah, sekian... nanti klo dilanjutin malah jadi sambat.
Enjoyy....
.
.
.
.
.Mama meremas lutut pria yang telah menikahi beberapa tahun lalu dengan cemas. Penjelasan dari dokter di hadapannya itu membuat hatinya semakin rumit. Anak ke duanya masih rewel ditambah dengan kabar bahwa anak pertamanya memiliki trauma mampu membuat hatinya sebagai seorang ibu hancur berantakan. Nyatanya bentakan dan kata-kata kasar yang terasa ringan diucapkan oleh dirinya waktu itu sangat melukai batin anaknya.
Mama masih mengingat raut terkejut nan takut dari wajah manis anak sulungnya. Putranya yang tampan kini takut terhadap dirinya dan menjadi tertutup. Tubuhnya yang semula berisi dan terlihat sehat nan aktif kini menyusut dan hanya menghabiskan waktunya di atas kasur sembari menggerakkan lengan robot kesayangannya dengan tidak semangat. Nafsu makannya menurun drastis.
"Rasya secara fisik telah pulih dari demam, Ibu, Bapak. Tapi, alangkah baiknya Rasya dikonsultasikan ke ahlinya untuk masalah mentalnya. Saya menduga, peristiwa jatuhnya Raisa membekas di ingatan Rasya dan menyebabkan Rasya trauma."
Papa menggenggam tangan Mama agar saling menguatkan. Keluarga kecilnya yang semula hangat kini sedang tidak baik-baik saja, karena jagoan mereka mengasingkan diri.
Keputusan yang bisa mereka ambil setelah semuanya terjadi adalah memecat pengasuh yang lama dengan menukar dengan pengasuh yang lebih profesional untuk menunjukkan kepada Rasya kalau pengasuhnya dululah yang bersalah. Tapi, luka terlanjur luka. Seperti kulit yang tersiram air mendidih tidak serta merta langsung sembuh meski diguyur air dingin.
Sebesar apapun cinta yang orang tua Rasya curahkan kepadanya kini tak berarti apa-apa. Karena dalam mindset Rasya kini tertanam bahwa semakin Rasya dekat dengan keluarganya, Rasya hanya akan menjadi malapetaka untuk mereka.
"Rasya Sayang, kita makan malam bareng yuk. Papa hari ini ulang tahun, lho!" Papa merangkul Rasya yang tengah sibuk berkutat dengan PRnya. Hari ini Papa belum sempat mendekati putranya karena anak laki-laki berusia 9 tahun itu sibuknya melebihi dirinya. Di pagi hari ia sekolah di SD seperti anak-anak seumurannya. Sepulang sekolah ia lanjut mendekam di kamar untuk bermain sendiri dan sore harinya ia mengambil les taekwondo sampai petang.
Untuk sesaat, netra hitam nan cantik milik Rasya berbinar bahagia. Namun, anak itu langsung menggeleng. "Rasya nggak mau, Pa. Maaf."
Papa tersenyum letih, pria itu memilih duduk di kasur putranya dan memandangi punggung kecil nan rapuh anaknya. Empat tahun berlalu sejak kejadian itu, Raisa telah tumbuh menjadi anak yang menggemaskan. Tubuhnya gemuk, kulitnya bersih, dan rambutnya yang ikal tampak begitu cocok dengan pipi gembulnya. Tidak ada yang salah dengan pertumbuhan putrinya sejak peristiwa itu.
Tapi, berbeda dengan Raisa, Rasya justru menjadi orang yang paling terluka akibat kejadian itu. Rasya jadi menderita dan merasakan sakit berkepanjangan sejak peristiwa itu.
"Papa hari ini tambah tua, Rasya. Apa Papa tidak boleh makan malam bareng sama jagoan Papa ini?"
Rasya hanya diam dan terus sibuk menuliskan sesuatu pada bukunya tanpa membalas ucapan Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WANGSA [selesai | terbit]
Romance18+ [Wangsa (Sansekerta) : keturunan] Dua tahun pernikahan telah Rasya dan Davina jalani dengan rukun. Namun, hampir memasuki tahun yang ke tiga, mereka mulai goyah. Ini bukan perkara orang ke tiga, bukan masalah mertua ataupun orang tua. Ini masala...