Kubuka mataku perlahan. Entah karena apa, tubuhku terasa berat sekali, dan penglihatanku sedikit redup, seperti sedang terjadi sebuah gerhana matahari.
Kelemasan.
Aku sedang berdiri di kamarku, menghadap ke arah sebuah sumber cahaya yang tampak tertutup oleh suatu figur di tengahnya.
--Apa itu ...? demikian aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri pada saat itu.
Aku tidak dapat melihat apa pun dengan jelas.
Terdapat sebuah denyutan di kepalaku yang dapat kurasakan.
Itulah denyut jantungku.
Detak, detak.
Rangkaian denyutan pelan, seakan-akan tubuhku sedang berusaha menyimpan oksigen karena suatu alasan yang kurang jelas.
Dalam upaya untuk mengerti lebih jelas situasi yang kutempati, kuusap mataku beberapa kali sebelum akhirnya membukanya perlahan.
Aku dapat merasakan angin yang meniup ke dalam kamarku, tapi seakan-akan angin itu tertahan sesuatu yang menutupi jendela kamarku yang terbuka.
Sebuah cahaya bersinar terang di sekitar pinggiran jendela itu. Namun, mengapa cahaya itu tertutup suatu keberadaan yang berada di tengahnya?
Kemudian, pemandangan yang terlihat di depan mataku pada saat itu adalah sesuatu yang dapat ditebak-tebak. Terutama karena beberapa hal yang telah terjadi dalam kehidupanku akhir-akhir ini.
Namun, tetap saja, hal seperti ini kembali mengejutkanku, mau berapa kali pun aku melihatnya.
Ya, karena pemandangan yang berada di hadapanku adalah sebuah pemandangan yang begitu indah.
Suatu pemandangan yang memesona.
"Stella ...."
Aku hanya dapat menggumamkan perkataan itu dengan lemah. Apakah Stella mendengar panggilanku?
Lebih penting dari itu, kenapa aku tiba-tiba berada di kamar tidurku lagi? Kenapa ada Stella di sini? Apa aku sedang bermimpi?
Jujur saja, aku tidak begitu yakin dengan situasi ini. Realitas seakan-akan terdistorsi hingga mencapai titik di mana keberadaan Stella telah terbentuk di dalam kamarku.
Aku mencoba untuk menghampiri Stella yang sedang melihat keluar dari jendela. Kurentangkan tanganku untuk meraih bahu Stella, dan pada saat itulah dirinya berbalik menghadapku.
"Ada apa, David?" tanya Stella khawatir. "Kau kelihatan kurang sehat."
Tubuhku masih terasa sangat berat, rasanya seperti gravitasi di tempatku berlipat ganda.
"Anu ...."
"Hei, Sobat, kau kenapa?" tanya seseorang dari sampingku.
Kulihat ke sebelah kananku, di mana terdapat Jim.
Lah, kenapa ada Jim di tempat ini? Jangan-jangan, ini adalah lanjutan dari mimpi yang kudapat di UKS? Tapi sepertinya bukan mimpi. Lagi pula, mana mungkin aku menyadarinya saat mimpi menghinggapiku?
--Apa yang kau la ... eh?! Sekarang suaraku tidak bisa keluar?!
Tiba-tiba, matahari yang dari awal sudah gelap, kini semakin gelap lagi. Atau apakah itu hanya bagiku? Jim dan Stella sepertinya tidak bereaksi terhadap itu.
Dan juga, apa ini?
Rasanya ... sulit untuk bernapas ....
Aku berusaha untuk menarik napas dengan keras, tapi usahaku tidak membuahkan hasil sama sekali. Napasku semakin menipis, udara meloloskan diri dari tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Traitor Series
Teen FictionBagaimana kalau suatu hari, mimpimu menjadi kenyataan? Bukan impian dalam hatimu, tapi mimpi saat kau tidur. Itulah yang terjadi kepada David, seorang anak SMA biasa dengan sebuah trauma dari masa lalunya yang membuatnya merasa takut untuk berteman...