Kira-kira, seperti itulah cara aku bisa bertemu dan bersahabat dengan mereka, bahkan sampai menyelamatkan nyawa Stella. Tapi, dari mana datangnya mimpi-mimpi itu? Jujur saja, aku tidak tahu sama sekali.
Seperti biasa, aku selalu dihampiri mimpi saat tidur di malam hari. Selain itu, kami berempat sudah saling mengenal satu sama lain lebih lagi, karena kami sudah saling bercerita.
Walaupun berbagai pertanyaan tentang bagaimana aku bisa tahu Stella sedang dalam bahaya pada subuh hari terus-menerus dilemparkan oleh mereka bertiga, aku tidak membuka mulut sama sekali mengenai mimpi-mimpi misterius itu.
Bagaimanapun juga.
Hari itu adalah Kamis, 24 Desember, 2018, dua hari setelah aku menyelamatkan Stella. Mungkin bagian ini bisa disebut sebagai penutup, atau lebih tepatnya, epilog dari cerita ini.
Pagi itu adalah hari yang cerah-mungkin bisa dibilang terlalu cerah untuk dibayangkan.
Jim seharusnya masih tertidur di kamar orangtuaku seperti biasa, sedangkan Stella dan Rose mungkin sedang bersiap-siap untuk datang ke rumahku dalam beberapa saat. Hari-hari kami yang dipenuhi kedamaian akan berlanjut seperti biasa.
Aku akan bermain lagi dengan mereka, mungkin membaca komik bersama.
Dengan keluargaku masih di Amerika.
Dengan kegiatan sekolah yang hanya akan kembali dalam lebih dari satu bulan.
Dengan kebahagiaanku bersinar gemilang.
Atau setidaknya, begitulah aku berharap dengan sangat dari dalam hatiku.
Namun.
Pagi itu-aku terbangun.
Bukan dalam suasana damaiku yang biasa.
Faktanya-kebalikannya.
Sembari dibasahi keringat di sekujur tubuhku, aku terduduk di atas tempat tidurku.
Ya, hari itu, hidupku berubah sepenuhnya.
Tanpa mengetahui apa-apa.
Tanpa mengerti apa-apa.
Tanpa adanya kejelasan mengenai segalanya.
Seakan menjawab semua pertanda yang telah tertanam di dalam cerita ini.
Seakan berkata segala hal positif akan segera berlalu dari kehidupanku.
Sembari diriku terlupa akan sebuah surat tertentu.
Sebuah surat yang bertulis, "Kalau ada bahaya, masuklah ke kamarku! Aku akan mengabarimu pada saatnya! Dari Ben," yang sedang berada di sebuah pembakaran di luar sana.
Di tengah ruanganku yang gelap, dengan cahaya luar tertutup oleh gorden.
"...!"
Dengan mata terbelalak dan napas yang terengah-engah-
"Itu ...."
-aku bergumam penuh teror di atas tempat tidurku.
"Mimpi apa ... itu?"
Itulah hari terakhir aku merasakan damai pada bulan Desember.
JILID 1: A DREAM ENCOUNTER -- END
KAMU SEDANG MEMBACA
Traitor Series
Novela JuvenilBagaimana kalau suatu hari, mimpimu menjadi kenyataan? Bukan impian dalam hatimu, tapi mimpi saat kau tidur. Itulah yang terjadi kepada David, seorang anak SMA biasa dengan sebuah trauma dari masa lalunya yang membuatnya merasa takut untuk berteman...