Di hadapanku, terdapat arus air yang tidak begitu deras, beberapa bebatuan muncul di permukaannya, dan di seberang air ini adalah tanah hijau, terdapat banyak pepohonan di sana. Angin sepoi-sepoi membuat rambutku sedikit bergoyang.
Hal paling pertama yang kudengar, bahkan sebelum suara arus sungai di hadapanku, adalah suara senandungan seorang gadis.
Kulacak sumber melodi itu, yang ternyata merupakan Stella.
Ia menyenandungkan sebuah melodi ceria dengan suaranya yang halus. Dengan wajahnya terangkat ke langit, Stella mulai mengayunkan kepalanya pelan ke kanan dan kiri, kedua matanya tertutup.
Di kananku adalah Stella, dan di sebelahnya adalah Rose. Sedangkan di sebelah kiriku adalah Jim. Kami berempat masing-masing memegang sebuah pancing sambil duduk di tanah pinggir sungai.
Suara senandungan Stella cukup cantik, jujur saja. Tanpa kusadari, aku telah menatapnya dari samping untuk beberapa saat.
"Ada apa, David?" Stella memiringkan kepalanya ke samping setelah menyadari tatapanku.
"Eh?! Tidak ada apa-apa, kok!" jawabku panik, mengalihkan pandanganku dengan wajah memerah.
Aku tidak mengerti kenapa tatapanku sering kali terpaku pada Stella. Setiap kali aku melihat dia, rasanya ... hatiku senang dan nyaman. Perasaan apa ini sebenarnya?
"Wahh, sepertinya ada ikan yang tersangkut di pancinganku!" seru Rose semangat. "Stella, tolong bantu aku menariknya keluar!"
"Baiklah, Rose! Satu, dua, tarik! Satu, dua, tarik!"
"Berjuanglah, Rose, Stella!" Jim menyemangati mereka.
Setelah kurang lebih lima menit, ikan itu akhirnya kalah dalam pertarungannya dengan Stella dan Rose.
"Wahh, kita dapat ikan salmon!" kata Rose gembira, mengangkat ikan yang didapatnya dengan bangga.
"Keren sekali, Rose!" puji Stella kagum.
"Nanti malam, kita makan ikan salmon, dong. Sepertinya enak, walau aku belum pernah mencobanya," kata Jim antusias. "Ayo memancing salmon lagi."
Sebentar setelah Jim mengatakan itu, terasa suatu tarikan kuat pada pancingku.
"Sepertinya aku juga dapat ikan!" kataku semangat.
"Berjuanglah, David!" Stella menyemangatiku.
Meskipun aku sudah tahu bahwa aku akan mendapat ikan, aku tetap saja semangat menarik pancinganku. Sebetulnya, sudah bertahun-tahun sejak terakhir kalinya aku memancing.
Aku bertempur dengan ikan itu selama beberapa menit, sementara yang lain menyemangatiku.
"Berjuang, David! Berjuang, David!"
Kutarik keras pancinganku, dan tiba-tiba, ikan itu melompat tinggi dari permukaan air, menjulang di langit dengan anggun. Aku mendengar sebuah "wahh!" yang terdengar kagum dari Jim saat itu terjadi, dan setelah itu-
Sebuah kilas balik.
Tentang bagaimana ikan itu akan terjatuh ke wajahku dalam kurang dari dua detik, menghasilkan efek suara "plak!" seperti dalam komik.
Mengingat itu, aku langsung beranjak ke dekat Rose.
Pada akhirnya, ikan itu terjatuh pada tempat di mana aku duduk tadi.
Aku baru menyadari hal ini: mimpiku benar-benar 100 persen akurat kali ini, tidak seperti tiga mimpi aneh pertamaku.
"Wihh, David, bagaimana bisa kau menghindar tepat setelah ikan itu keluar dari air? Mulai jatuh saja belum, hebat sekali kau, Sobat!" puji Jim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Traitor Series
Roman pour AdolescentsBagaimana kalau suatu hari, mimpimu menjadi kenyataan? Bukan impian dalam hatimu, tapi mimpi saat kau tidur. Itulah yang terjadi kepada David, seorang anak SMA biasa dengan sebuah trauma dari masa lalunya yang membuatnya merasa takut untuk berteman...