Bab 11

5 8 0
                                    

Sekolah SD Publik Alpha.

Ruang Kelas 5A.

Kalender 2012.

"David, bagaimana kabarmu? Apa kau menikmati libur kenaikan kelas?"

"Tentu saja! Aku bermain dengan *** dan ###, kami melakukan banyak hal yang menyenangkan!" jawabku semangat.

"Wah, bagus, dong. Tahun ini, kau beruntung juga bisa sekelas dengan teman-teman dekatmu lagi. Tapi jangan mengobrol di kelas, oke. Jadilah murid kelas lima yang baik, sebagai citra yang layak diikuti oleh adik-adik kelasmu."

"Baik, Pak!"

Kemudian aku duduk kembali di kursiku.

Namaku David. Aku adalah orang yang lumayan terkenal di sekolah-terkenal akan kenakalanku. Tapi aku juga punya banyak teman. Faktanya, semua orang di kelas memiliki hubungan yang baik denganku. Bahkan anak-anak kelas lain juga mengenalku. Semua orang menyukaiku. Yah, setidaknya, itulah yang kupikirkan.

Benar, itulah yang kupirkan.

"Baiklah, anak-anak. Kita mulai kegiatan hari ini."

Beberapa waktu setelah itu, bel istirahat berdering.

Aku mengajak kedua temanku untuk makan bersama di taman.

Salah satu dari yang kuajak, ###, adalah seseorang yang baru mulai dekat dengan aku dan sahabatku saat kelas empat. Yang berarti, kami baru dekat selama satu tahun, jadi menyebut kami sahabat adalah salah. Memanggil kami "teman dekat" adalah hal yang paling akurat untuk dilakukan.

"Hari ini aku bawa roti lapis. Memang roti lapis yang terbaik!" kataku ceria. "Kalau kalian berdua, hari ini makan apa?"

"Aku bawa pasta." Sahabatku tersenyum.

"Hari ini aku makan nasi, telur, brokoli, dan ikan rebus," kata teman dekatku.

"Haah," aku menghela napas. "Kau lagi-lagi membawa makanan selengkap itu, ###?"

"### kan kartu as klub bisbol perempuan," sebut sahabatku, "jadi nutrisi sangat penting baginya."

"Aku tidak begitu mengerti, tapi baiklah."

Teman dekatku yang di kiriku ini adalah kartu as dari klub bisbol perempuan di sekolah kami. Dia adalah seseorang yang atletis. Hampir semua waktu kosongnya digunakan untuk berlatih. Tahun lalu, dia pindah sekolah karena katanya di sekolahnya yang lama, banyak orang membenci dirinya karena ia hebat dalam permainan bisbol; mereka iri kepadanya. Guru kelas kami menyuruhku untuk memperkenalkannya dengan lingkungan sekolah, dan sejak saat itu, dia menjadi teman dekat dengan aku dan sahabatku. Hal itu terjadi sebelum dirinya menjadi terkenal di sekolah, sama sepertiku. Bedanya diriku dengan teman dekatku adalah teman dekatku menjadi terkenal karena ketaatannya terhadap aturan sekolah dan karena kemampuan atletisnya, tapi sebaliknya, aku dikenal karena ....

Mari kita tidak membahas hal itu lagi.

Sedangkan, sahabatku yang di kananku ini adalah seseorang yang baik di hadapan umum, tapi sangat nakal dan berani ketika sedang berdua saja denganku. Dalam kata lain-malu-malu kucing. Dalam kasus ini, ada seseorang yang sedang makan di dekat kami, yaitu teman dekat kami, makanya dia senyum-senyum tidak jelas. Padahal biasanya saat aku dan sahabatku sedang berdua saja, dia memiliki ekspresi yang benar-benar jujur apa adanya. Apa pun suasana hatinya, pasti terpancar jelas dari ekspresinya.

Tapi walaupun sahabatku seperti itu, aku sangat bersyukur memiliki seseorang sepertinya. Aku juga bersyukur memiliki seorang teman dekat lain yang akrab dengan kami berdua.

Kami bertiga menikmati makan siang bersama.

"David, nanti, sepulang sekolah kau ada waktu? Ada tempat menarik yang mau kukunjungi, lo. Ayo ke sana bersama-sama," ajak sahabatku, sebelum meneguk susu.

Traitor SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang