"Apa maksud ucapan kamu?" Tatapan matanya terlihat tak percaya. Mungkin dia syok dengan keputusanku yang tak disangka.
"Udah jelas yang aku bilang tadi, Mas. Tidak ada siaran ulang. Lagipula aku hanya ingin kejelasan tentang status yang kusandang. Setidaknya bila kita sudah bercerai, bila pun nanti aku dikasih jodoh lagi, aku tidak berdosa kalau aku menikah, karena status kita sudah bukan suami istri lagi."
"Kamu mau menikah lagi? Dengan siapa?"
"Isshh, kok kamu lemot sekarang. Kan aku bilang 'kalau aku dikasih jodoh lagi', bukan berarti aku udah ada calon juga kali."
"Ohh."
"Lagipula, kita kan cuma nikah siri. Cuma butuh kata talak dari kamu, sudah beres. Nggak perlu pake sidang ke pengadilan segala."
Lelaki itu hanya terdiam. Tak langsung menjawab.
"Aku sudah ikhlas dengan apa yang sudah terjadi padaku. Mungkin memang sudah seharusnya seperti ini takdir yang harus aku jalani. Aku juga takkan menuntut kamu apapun. Lagipula perpisahan tak sengaja kita bukan sepenuhnya salah kamu. Ini hanya kesalahan teknis."
"Kenapa kamu ingin kita pisah? Bahkan kita baru saja berjumpa. Kamu sudah tidak mencintaiku?"
"Aku sudah tidak memikirkan cinta, Mas. Bagiku sekarang adalah kebahagiaan Shina. Dan aku sudah menghancurkan kebahagiaannya kemarin. Aku mau fokus untuk mengembalikan kebahagiaannya itu. Walau entah bisa atau enggak."
"Beneran tak ada kesempatan?" Lelaki itu masih saja mencoba bernego.
Aku sampai capek rasanya untuk menjelaskan. Kenapa jadi pura-pura lemot gitu sih? Apa emang Mas Aga sekarang jadi lemot?
"Nggak ada. Cukup dulu saja aku bucin. Sekarang aku ingin hidup dengan tenang. Lagipula Mas kan sudah memiliki wanita yang Mas cinta, dan tentu tak mau kan sampai istri tercinta Mas itu tau tentang kita? Jadi sebelum terlambat, kita sudahi sekarang," ucapku berusaha tegas.
Aku tau, ini bukan keputusan yang mudah. Melepaskan orang yang aku cinta selamanya. Bahkan disaat kami baru berjumpa. Tapi ini memang sudah tekadku, bila nanti sampai aku bertemu kembali, maka aku hanya ingin kepastian tentang statusku.
Aku tak pernah berharap untuk bisa bersamanya kembali seperti keinginanku dulu. Disaat aku masih memandang indah tentang dunia dan cinta.
Cukup sekali dulu aku melakukan kesalahan.
Setidaknya setelah ini hidupku akan lebih tenang menyongsong masa depan.
Di usiaku yang sekarang, aku sudah tak memikirkan tentang cinta. Apalagi berharap lelaki lain akan menyukaiku atau apalah itu. Aku sudah mati rasa.
Tempaan kerasnya hidup membuat logikaku terus berjalan. Bahwa hidup ini bukan melulu tentang cinta. Ada yang jauh lebih penting dari itu.
Shina. Tujuan hidupku sekarang.
Lelaki itu terus menatapku, lalu mengusap pipiku. "Aku tau kamu hanya sedang kalut. Aku pulang dulu saja ya. Nanti aku balik lagi."
"Mas, please ..."
"Aku pamit."
Lelaki itu bergegas pergi, tanpa menghiraukan permintaanku. Tanpa menghiraukan panggilanku.
Kenapa aku masih tak ingin dilepasnya? Kenapa kamu seegois itu mas?
Aku terduduk dengan kesal dan amarah. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
"Bu ..."
Aku menatap Shina yang sudah berdiri di hadapanku dengan mata berkaca. Aku merasa sudah gagal jadi ibu. Sudah gagal jadi istri. Rasanya aku sudah tak berguna untuk hidup. Shina langsung memelukku dengan erat.
"Maaf bila tadi aku sempat mendengarkan percakapan ibu. Ibunya ngomongnya kenceng ampe ke dapur. Hehehe."
"Tak apa. Kamu juga berhak tau."
"Pokoknya aku dukung keputusan ibu kali ini. Ibuku emang ibu yang hebat dan berani! Aku bangga."
Aku hanya mampu terisak mendengar ucapan Shina. Apa yang patut dibanggakan dari seorang ibu sepertiku?
"Apa yang harus ibu lakukan sekarang, Nak? Ayahmu tak mau melepaskan ibu. Apa dia masih tetap mau menyiksa ibu selamanya dengan status tak jelas ini?"
"Sabar, Bu. Nanti kita cari jalan keluarnya sama-sama ya. Kali ini aku mau ngasih ibu kabar gembira dulu. Yok, udahan dulu nangisnya." Shina mengusap air mataku dengan lembut, disertai senyuman teduhnya.
"Kabar gembira apa?"
"Minggu depan kita udah bisa pindah ke rumah baru. Punya tetangga baru yang takkan pernah tau tentang kita, dan kita mulai semuanya dari awal lagi."
"Benarkah?"
"Hummm."
Kami pun saling berpelukan kembali. Benar kata Shina.
Rumah baru, hidup baru.
***
Sabar sabar. Nanti diungkap satu satu. Hehe
Ada yang mau POV Shina ga? Kalau banyak yang minat nanti aku bikin. Biar tau isi hati Shina. Hihihi
![](https://img.wattpad.com/cover/270013237-288-k39357.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon besanku Ternyata Suamiku Sendiri
RomantizmAku tak menyangka, lelaki yang sudah lama tak kujumpa, malah kini menjadi calon besanku