"Sac, lo nggak apa-apa?" tanya Jensen.
Beberapa saat yang lalu, ketika semua murid tengah melaksanakan upacara bendera yang dipimpin oleh Jayden, tiba-tiba saja Sacra jatuh pingsan. Penyebabnya belum pasti. Perawat yang ada di UKS bilang, Sacra hanya kelelahan dna kurang tidur. Hal itu tentu membuat Jensen dan Jayden khawatir. Pasalnya, mereka kira Sacra baik-baik saja dengan tidur lebih awal, dan makan makanan yang cukup.
Sacra yang ditatap oleh kedua kakaknya pun hanya menggelengkan kepala. Dia tidak mau bercerita soal apa yang ia pikirkan akhir-akhir ini hingga membuatnya stres. Belum lagi gangguan demi gangguan yang selalu menyinggung soal sosok bernama Felix beserta rumah lama kakeknya, semakin membuat Sacra ingin mengunjungi rumah itu.
"Ada yang lo pikirin, ya?" Kali ini pertanyaan terlontar dari mulut kakak pertamanya. Jayden yakin kalau Sacra sedang memikirkan sesuatu. Ia sering melihat anak itu terbangun tengah malam, kemudian termenung.
"Enggak ada kok, mending kalian balik ke kelas aja. Gue izin istirahat, ya?"
"Pulang aja. Dilanjut juga nggak akan bener," sahut Jensen.
"Nggak mau. Istirahat selama jam pelajaran pertama aja udah cukup kok." Memang dasarnya Sacra agak ngeyel, Jensen dan Jayden pun hanya bisa pasrah menuruti keinginannya.
Setelah memastikan Sacra tertidur, si kembar pun meninggalkan UKS yang kebetulan hanya diisi oleh Sacra seorang. Di tengah keheningan yang menjalar, Sacra harus dikejutkan dengan sesosok pria berjubah hitam yang kini tengah mencekiknya.
"Kamu harus mati juga!" katanya dengan suara serak. Sacra mencengkram kuat-kuat tangan menjijikan itu agar terlepas dari lehernya. Ia tidak mau mati sia-sia, apalagi sebelum masalahnya terpecahkan.
"K-kenapa k-kamu mau saya mati?" tanya Sacra berusaha mengeluarkan suaranya yang hampir tidak keluar itu. Sosok pria itu menyeringai, gigi taringnya terlihat begitu tajam. Sacra tidak tahu makhluk jenis apa yang selalu mengganggunya itu. Dia bukan vampir, sebab yang Sacra tahu vampir tidak bisa terkena cahaya matahari.
"Karena kamu anak durhaka. Gara-gara kamu, ayah kamu mati. Kakek kamu membuatnya tidak bisa berinteraksi lagi denganku. Padahal, kami sangat dekat."
Telinga Sacra berdengung saat mendengar ceritanya. Kepalanya pun terasa sangat sakit hingga tenaganya kian melemah. Cengkraman Sacra sudah melonggar, pun dengan napasnya yang terdengar memberat. Namun tiba-tiba pintu terbuka dengan keras, dan berhasil mengalihkan atensi keduanya. Sosok Eliza muncul, ia masuk sambil membaca mantra. Perlahan, sosok berjubah hitam itu pun pergi.
Melihat temannya hampir kehilangan kesadaran, Eliza buru-buru mendekatinya. Gadis itu menepuk pipi Sacra, agar ia bisa melihat ke arahnya. Sacra menatap Eliza seraya menggumamkan kata terima kasih. Eliza hanya mengangguk saja. Setelah mengumpulkan kembali tenaganya, Sacra pun bangun dari posisi berbaringnya dan menatap Eliza.
"Kalo aku minta bantuan kamu, kamu mau tolong aku nggak?" Raut wajah Sacra terlihat serius, tetapi Eliza justru malah memalingkan wajahnya. Sacra menghela napas berat, kemudian menundukkan kepalanya. "Maaf, harusnya aku nggak bawa kamu ke dalam masalah aku." Sacra tampak menyesali perkataannya barusan. Sacra pikir, Eliza merasa tidak nyaman dengan permintaannya yang tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Universe
Teen FictionBlurb: Semesta tak pernah berkhianat. Apa yang mereka sembunyikan, perlahan akan terkuak. Seerat apapun mereka menggegenggamnya, rahasia itu pasti terungkap. Seperti fakta seorang anak remaja yang bernama Sacra. Keluarganya merahasiakan suatu kebena...