***
"Kak Ardan."
Suara Ata nyaris berbisik, tetapi vila yang senyap pada pukul lima pagi ini tentu membuat Ardan mendengarnya. Laki-laki itu menoleh dan tersenyum lega ketika melihat Ata keluar dari kamar yang dipakai bersama Jessy.
"Hai, sorry kamu harus bangun jam segini." Ardan tersenyum meminta maaf padanya.
"Nggak apa-apa, Kak. Semua juga bangun jam segini, kecuali Kak Jessy." Ata mendekat pada Ardan yang baru selesai membuat kopi, kemudian meletakkan goodie bag di atas meja makan yang bersih. "Barang-barangnya Kak Jessy udah aku masukin sini semua, Kak."
Ardan melongok pada goodie bag yang terbuka, memeriksa barang-barang yang diinginkannya semalam, dan tersenyum puas.
Hari ini, Ardan akan melamar Jessy. Semua rencana sudah diatur sejak pekan lalu dan semua terlibat, kecuali Jessy yang hanya tahu liburan kali ini diakomodasi oleh Satrio. Mereka tidak bisa menginap di vila keluarga karena letaknya jauh dari dermaga. Satrio membantu Ardan agar rencana ini sukses, sehingga menyewa vila menjadi pilihan. Itu tidak sepenuhnya berbohong. Selain kapal pesiar yang sudah menunggu di dermaga, Satrio mengakomodasi semuanya. Maka, pada pagi buta di hari Sabtu, Ata sudah bangun dan mandi. Bersiap untuk membantu Ardan.
Pekan lalu, Ardan mengajak Ata dan Kafka makan malam bersama. Mama dan papa Kafka juga didatangkan. Mereka melalui pembicaraan yang panjang hingga sampai pada keputusan: Ardan akan menikahi Jessy tahun ini.
Keluarga besar Kafka punya tradisi, hanya akan menikahkan satu anak atau cucu mereka dalam satu tahun. Tidak boleh lebih, apa pun alasannya. Karena Kafka dan Ata belum betul-betul siap menginjak jenjang pernikahan, Ardan meminta izin pada mereka untuk mendahului. Sebetulnya, Ardan tak mendahului. Justru Kafka dan Ata yang melangkahi. Namun, karena pembicaraan ini pernah terjadi bertahun-tahun lalu dengan rencana bahwa Kafka akan menikahi Ata tanpa menunggu Ardan dan Jessy terikat lebih erat, maka Ardan menganggap bahwa dirinya perlu meminta izin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiance #2 (on hold)
Fiksi PenggemarSetelah enam tahun berpacaran, hingga berganti status menjadi tunangan Kafka, Ata masih merasa hidup di negeri dongeng yang tak punya jalan keluar. Setelah enam tahun berpacaran, hingga berganti status menjadi tunangan Ata, Kafka masih merasa bermim...