Kedua pemuda itu menikmati minumannya di tengah ramainya caffe tanpa mengucap sepatah katapun selama hampir satu jam. Keduanya terdiam dengan pikiran semrawut memandang jalanan sore hari yang lumayan padat lewat kaca besar di hadapannya. Sesekali helaan napas keduanya bersahutan.
"Hyung percaya padaku, kan?" ucap Jisung lirih yang masih dapat di dengar lawan bicaranya. Tanpa mengalihkan pandangannya kepada lawan bicaranya, ia kembali meminum cokelat dinginnya.
"Percaya," sahut Mark singkat, tidak ada ketegasan dalam ucapannya.
"Tapi, sedikit ragu, kan?" Jisung akhirnya berani menatap mata Mark. Mencoba mencari jawaban lewat kedua mata hyungnya itu. Cukup lama Jisung menunggu, entah apa yang dipikirkan Mark. Jisung hampir kecewa, mengira diamnya Mark sebagai jawaban "Iya".
"Tidak, sekarang aku akan menyingkirkan semua keraguanku kepadamu. Karena kau adikku." Mark tersenyum tipis, membuat sudut bibir Jisung ikut terangkat. Namun, setetes air mata mengalir di pipinya.
"Jangan menangis, aku bilang aku percaya padamu. Kau sendiri yang bilang, aku harus percaya kata-katamu lebih dari siapapun. Karena aku hyungmu, kan?"
"Eum, Hyung harus dengerin kata-kataku lebih dari siapapun. Karena Hyung adalah hyungku."
Mark menggenggam tangan besar milik Jisung yang sedari tadi bergerak dengan gelisah.
"Haechan, Renjun, Jeno, Chenle, bahkan manager nunna, hyung, semuanya akan percaya padamu. Jangan pikirkan apapun tentang perkataan orang yang sama sekali tidak mengenalmu. Jangan dengarkan perkataan orang lain. Kau tahu, masih ada sijeuni yang juga percaya padamu."
"Jaemin akan baik-baik saja. Kau tidak bersalah, Jaemin juga tahu itu. Biarkan agensi yang mengurus semuanya, kau hanya perlu kepercayaan orang-orang disekitarmu. Jangan buka ponselmu karena itu hanya akan menyakiti perasaanmu. Semuanya akan segera kembali normal. Hanya perlu sedikit waktu."
Perkataan Mark membuat Jisung sedikit bernapas lega. Bebannya berkurang berkat Mark. Beberapa saat lalu Jisung merasa dadanya sangat sesak setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Sebuah kesalahpahaman yang membuatnya dalam masalah besar.
Jisung mengangkat tangannya untuk memperingatkan Jaemin yang sibuk menyapa fans, untuk menariknya agar tidak terlalu dekat ke tepi panggung. Sayangnya Jaemin lebih dulu terjatuh hingga membuatnya harus segera dilarikan ke rumah sakit. Dari angel kamera, entah bagaimana tangan Jisung justru terlihat seperti mendorong tubuh Jaemin. Membuat banyak orang melayangkan umpatan dan makian di berbagai media sosial kepada Jisung.
"Andai aku tidak terlambat menyelamatkan Jaemin hyung mungkin dia tidak akan terluka dan kesalahpahaman ini tidak pernah terjadi," gumam Jisung lirih.
"Aku juga bersalah, tidak menjaga anggotaku dengan baik," timpal Mark.
Jisung menggeleng ribut, tidak setuju dengan penyataan Mark. "Hyung, kan sedang menari. Itu sama sekali bukan kesalahanmu."
"Geurae, tidak ada yang bersalah. Ini hanya kecelakaan. Aku tidak bersalah, kau juga, begitupun Jaemin. Waktu itu bukan bagian Jaemin, tidak ada salahnya menyapa fans ditengah perform. Kau juga tahu bagaimana perasaan ketika melihat betapa banyaknya cahaya hijau diantara banyaknya bangku penonton. Rasanya bahkan tidak cukup hanya menyapa mereka, terlalu banyak rasa terimakasih untuk mereka."
Jisung menunduk, merenungi perkataan Mark. Semua yang dikatakan hyungnya itu memang benar. Meski begitu masih ada perasaan bersalah yang bersarang di hatinya.
"Jangan dipikirkan lagi, semua akan baik-baik saja." Mark menepuk bahu yang lebih muda untuk meyakinkannya.
"Manager noona meminta kita untuk segera kembali. Ayo, atau telinga kita akan sakit mendengar omelannya karena pergi tanpa berpamitan." Mark mengantongi ponselnya setelah melihat notifikasi pesan dari manager.
"Hyung tidak berpamitan?"
"Eoh, semuanya sedang sibuk. Lagipula kukira kita hanya akan memesan minum sebentar dan kembali lagi."
Keduanya beranjak meninggalkan tempat ketika matahari mulai tenggelam. Berjalan di trotoar yang sore ini sedikit lengang. Tidak banyak orang berjalan di jalan itu. Beruntung Mark dan Jisung tidak perlu menutup wajah terlalu rapat agar tidak dikenali.
Dari jarak yang tidak begitu jauh keduanya dapat melihat manager noona berjalan cepat hendak menghampiri keduanya. Mark dan Jisung terkekeh pelan.
"Noona pasti panik saat baru menyadari kita pergi dari rumah sakit, tapi tidak pulang ke dorm dan tidak pergi ke perusahaan, kan?" Mark terkekeh pelan. Namun, tidak ada jawaban dari Jisung.
Saat menoleh, betapa terkejutnya Mark melihat tubuh Jisung yang limbung ke arahnya. Dengan sigap Mark menangkap tubuh bongsor adiknya, mencegahnya jatuh dengan keras ke tanah. Manager noona lebih terkejut saat tiba dihadapan keduanya, salah satunya malah ambruk.
Mark melebarkan matanya melihat banyaknya darah di tangan Jisung yang meremat perutnya. Mark mengedarkan pandangannya, di belakangnya seseorang yang mencurigakan dengan pakaian hitam tertutup berjalan membelakanginya pergi menjauh. Dia hampir mengejarnya, tapi manager mencegahnya.
"Mark! Jisung lebih penting!"
Manager noona mencari ponselnya dengan panik. Dengan tangan bergetar memanggil ambulans. Mark menekan perut Jisung yang terus mengeluarkan darah. Dia menatap wajah Jisung yang pucat pasi, dahinya mengernyit menahan rasa sakit. Meski begitu, Mark terheran melihat anak itu masih sempat memaksakan senyumnya.
"G--gomawo, Hyung. Ka--karena selalu men--dengarkanku le--bih dari siapapun," ucap Jisung lirih hampir tak terdengar. Mark sampai harus mendekatkan telinganya agar dapat mendengarnya dengan baik. Ringisan tertahan dari mulut Jisung benar-benar membuat Mark semakin dilanda kekhawatiran yang besar.
"Tentu saja karena aku hyungmu. Kau juga harus percaya padaku. Kau akan baik-baik saja. Ambulans akan segera datang dan kau akan selamat. Benar, kan?"
Jisung tidak menjawabnya. Kelopak matanya begitu berat, walau dia tidak ingin menutup matanya. Dia memberikan senyuman terbaiknya untuk hyungnya yang terbaik sebelum kegelapan menghampirinya.
"Jangan tutup matamu Park Jisung! Kau akan baik-baik saja, kau harus berjanji padaku!"
"Sialan, adikku tidak boleh terluka. Uri Jisungie akan baik-baik saja. Aku sendiri yang menjaganya, dia pasti baik-baik saja."
"Aku pasti akan menghajar brengsek yang melukaimu Jisung-ah. Karena aku hyungmu. Bertahanlah."
"Jisung-ah, hyung percaya padamu. Kau akan selalu bersama hyung, kan?"
Mark tidak peduli beberapa orang mulai berdatangan mengerubunginya. Manager noona berusaha keras untuk meminta semua orang agar tidak mengambil gambar keduanya. Tatapan kasihan semua orang tidak berguna, mereka bahkan tidak membantu sama sekali. Sekarang dia hanya berharap ambulans segera datang dan membawa adiknya ke rumah sakit sebelum terlambat.
"Hyung~"
"Hyung harus dengerin kata-kataku."
"Hyung, dengerin apa kataku lebih dari siapapun. Dengerin kata-kataku."
"Hyung, kan Hyungku."
"Gomawo Hyung, karena selalu mendengarkanku lebih dari siapapun."
19/02/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Jwi (One shoot)
FanfictionKumpulan cerita pendek dengan tokoh utama Jisung Park Uri Jwi, uri maknae, uri aegi Walaupun pendek-pendek, semoga kalian suka Jangan copy paste ya yeorobun Plagiat itu nggak boleh Mari hargai hasil karya orang lain