Musim semi

977 78 4
                                    

Hujan perlahan turun membasahi bumi. Sosok pemuda dengan pakaian semi formalnya tersenyum simpul, menatap keluar melalui kaca jendela kendaraan yang ia tumpangi. Bunga sakura yang sudah bermekaran di tepi jalan, satu-persatu gugur akibat tertiup angin dan ditempa air hujan. Disepanjang jalan yang berhiaskan pohon sakura di tepinya itu bagaikan hujan bunga sekarang.

Ingin mencium bau petrikor, pemuda itu tergerak membuka kaca jendela mobil yang melaju dengan kecepatan rata-rata itu. Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Perasaannya semakin membaik melihat cuaca di musim semi kali ini. Entah mengapa rasa bahagia semakin memenuhi seluruh hatinya.

"Chenle-ya, kenapa kau buka jendelanya? Airnya masuk!"

Sang empu nama menoleh ke sumber suara yang sangat familiar di telinganya. Pemuda yang duduk di sebelahnya menatapnya dengan raut kesal. Dengan senyum tersembunyi, Chenle malah semakin membuka lebar jendela di sebelahnya.

"Ya! Berhenti bermain-main. Ahjussi, kunci saja jendelanya!" Pemuda itu sedikit mencondongkan tubuhnya meminta sang supir segera mengunci rapat jendela mobil, agar pemuda di sebelahnya tidak dapat bermain-main dengan jendelanya lagi.

"Wae? Aku tau kau belum sempat mandi, Jisung-ah. Setidaknya cuci wajahmu dengan air hujan supaya tidak kaku begitu."

"Kau tidak lihat aku sudah tampan walaupun tidak mandi, huh?! Aku tidak mandi juga karena harus mengantarmu. Kalau saja acara pelantikanmu sedikit lebih siang aku pasti punya cukup waktu untuk bersiap."

"Begitu caramu bicara pada calon presdir, huh?!" Chenle mendongak dengan angkuh.

"Yee … presdir Chenle. Kau tidak suka panggilan tuan muda, tapi sangat suka panggilan presdir Chenle?" cibir Jisung.

"Tentu saja." Chenle tertawa melihat wajah kesal Jisung. Pengawal pribadinya yang sudah seperti saudaranya itu tampaknya sudah lelah menghadapi tuannya. Dia kembali fokus dengan ponselnya.

Jisung memang pengawal pribadi Chenle, tapi pemuda berdarah Cina itu tidak pernah membiarkan pemuda asli Korea itu memanggilnya tuan muda. Panggilan itu terlalu menjengkelkan dan memalukan. Dipanggil tuan muda karena ayahnya adalah orang yang berkuasa tentu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.

Namun, berbeda dengan panggilan baru yang akan didapatkannya. Presdir. Posisi yang harus dia raih dengan susah payah itu sangat membanggakan. Bertahun-tahun Chenle melakukan ujian-ujian yang harus dia lewati untuk dapat memenuhi syarat ayahnya hingga akhirnya dia akan segera menggantikan posisi ayahnya di usia yang terbilang sangat muda. Walaupun panggilan itu baru resmi ia dapatkan beberapa jam kedepan.

Mobil mewah yang dia tumpangi ini lah yang akan membawanya ke acara pelantikannya. Dia akan resmi menjadi pemimpin tertinggi di perusahaan besar yang dibangun dengan susah payah oleh ayahnya. Karena itu ayahnya tidak langsung menyerahkan tahtanya secara cuma-cuma hanya karena Chenle adalah anak tunggalnya. Berbagai syarat, ujian, dan segala tetek bengeknya harus dilewatinya terlebih dahulu.

Bagaimanapun, semua pencapaian ini tidak mungkin bisa dia raih tanpa sosok Jisung di sisinya. Pemuda itulah yang ditunjuk oleh ayahnya sejak sepuluh tahun lalu untuk membantu Chenle. Awalnya dia menolak mentah-mentah. Anak laki-laki asing tiba-tiba dibawa ke rumahnya dan membuat kasih sayang ayahnya terbagi. Tapi, semakin mengenalnya Chenle semakin suka karena ayahnya memberikan saudara laki-laki yang membuat hari-harinya tidak lagi sepi. Jisung adalah sosok teman, saudara, dan pelindungnya.

"Tuan, sepertinya mobil di belakang mengikuti kita," ujar sang supir.

Baik Chenle maupun Jisung menoleh cepat ke belakang. Mobil hitam yang berjarak tidak jauh itu memang terlihat mengikutinya.

Uri Jwi (One shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang