Pemeran utama

1.3K 62 2
                                    

Sore ini angin berhembus cukup kencang, mungkin karena musim semi akan segera datang. Cukup dingin walau matahari bersinar cerah. Tapi, ada yang bersinar lebih terang dari matahari. Seseorang yang mampu menarik perhatianku meski di tengah keramaian. Aku memperhatikannya yang berjalan sendirian dengan langkah lebarnya, dia baru saja keluar dari gedung fakultas kedokteran. Kedua tangannya dimasukkan ke kantong celananya. Alisnya yang tebal, hidung mancung, bibirnya berwarna pink--walau aku tahu dia pasti tidak memakai pewarna bibir dalam bentuk apapun, dan matanya sangat cantik, bulu matanya lentik sekali. Sedetail itu aku memperhatikannya. Sungguh, dia sangat tampan. Semua mahasiswa di kampus ini juga setuju dengan hal itu. Bahkan alam pun setuju, angin musim semi meniup rambut hitamnya hingga berantakan--membuatnya semakin terlihat tampan.

Namanya Na Jaemin. Hampir semua orang di kampus ini tahu siapa dia. Mahasiswa kedokteran tampan yang sedingin salju. Dia sangat tampan, tapi sikapnya terlampau dingin. Dia enggan berinteraksi dengan orang lain. Dia bahkan tidak memiliki satu pun teman, tidak ada yang bisa mendekatinya. Karena dia tampan, itu tidak masalah--menurutku begitu. Tapi, ternyata banyak orang yang membencinya. Dia terlalu anti sosial. Bahkan ada gosip yang beredar bahwa dia adalah seorang psikopat. Eyy, kalau psikopat begitu visualnya aku tidak masalah. Sial, aku jadi berhayal menjadi pemeran utama perempuan dalam novel yang menaklukkan psikopat tampan sepertinya.

"Apa yang kamu lihat?"

Aku tersentak kaget ketika bahuku ditepuk. Mendapati temanku tiba-tiba ada di sampingku. Entahlah kapan dia datang, aku tidak menyadarinya. Tapi, yang membuatku sedikit kesal--dia menghalangi pandanganku. Aku ingin melihat Jaemin lebih lama lagi.

"Maaf, apa aku terlalu keras menepukmu?"

Aku menatap wajah pemuda berbadan tinggi itu, dia tampak benar-benar mengkhawatirkanku. Aku mengibaskan tanganku. "Tidak, lupakan saja."

Dia temanku, Park Jisung. Tinggi badannya sering membuatku kesal karena adanya selisih yang begitu jauh denganku. Beruntung, wajah imutnya selalu berhasil meredakan rasa kesalku. Dia terlalu imut untuk dimarahi. Hanya dengan menggembungkan pipinya, amarahku akan lenyap seketika. Walau kadang aku jadi sebal karena dia terlalu imut. Aku jadi curiga dia menyukai sesama pria. Tapi, dia selalu marah dan bersikeras mengatakan dia pria normal yang menyukai wanita. Tentu saja aku tahu, aku hanya menggodanya saja. Yang aku heran, teman-temanku yang lain justru mengatakan kalau Jisung cocok denganku. Omong kosong, tipeku bukan cowok imut seperti Jisung. Tapi, cowok dingin berkharisma seperti Jaemin.

Kami berjalan beriringan menuju halte bus. Sepanjang perjalanan kami, Jisung terus saja mengoceh. Dia memang banyak bicara saat bersama orang yang sudah dikenalnya. Orang yang baru melihatnya untuk pertama kali mungkin tidak akan percaya kalau dia itu radio yang tidak pernah kehabisan baterai. Aku yang sudah terbiasa menghadapi cerewetnya Jisung hanya perlu diam mendengarkan, sesekali merespon saat dia menginginkannya.

Sembari mendengarkan celotehan Jisung, aku mengedarkan pandanganku. Kuharap, Jaemin kembali muncul. Tanpa kusangka takdir mengirimnya datang kepadaku. Dia benar-benar muncul di hadapanku, di depan mataku. Aku hampir tidak dapat bernapas sekarang. Kedua mataku terbuka lebar tanpa berkedip, rasanya waktu yang terbuang sepersekian detik saja terasa sangat disayangkan.

"Milikmu."

Aku menurunkan pandanganku, melihat dia mengulurkan sebuah case AirPods berwarna pink yang terlihat familiar. Itu memang milikku. Aku menerimanya dengan gugup, kuharap tanganku yang gemetar tidak terlalu kentara.

"Youra-ya, kamu menjatuhkannya lagi? Kenapa kamu ceroboh sekali?"

Aku menutup mataku, menarik napas dalam. Aku hanya dapat membatin. Park Jisung, kenapa kamu mengganggu sekali? Tidakkah kamu lihat aku sedang berhadapan dengan orang yang aku suka? Tidak bisakah kamu mengerti aku menyukai Jaemin dan tidak ingin kamu menggangu pertemuan pertamaku dengannya?

Uri Jwi (One shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang