Mencuri

348 57 4
                                    

Di sudut ruangan gelap, seorang pemuda berdiri menatap jendela kaca luas yang mengarah ke luar. Cahaya temaram dari luar tak mampu meraih tempat dimana pemuda itu menumpukan kedua kakinya dan menyandar pada dinding. Kedua kaki panjangnya bergantian mengetuk-ngetuk lantai. Sesekali membenturkan kepalanya pelan ke dinding. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.

Posisinya itu telah bertahan selama satu jam lebih. Dan selama itu pula, dia hanya menatap keluar dengan tatapan kosongnya. Meski pikirannya berbanding terbalik dengan ketenangan yang terlihat. Otaknya tidak juga berhenti bekerja, meski berkali-kali ia coba mengenyahkan segala berisik di dalam kepalanya.

Sebuah cahaya muncul bersamaan dengan getaran panjang yang berasal dari benda elektronik berbentuk persegi panjang seukuran genggaman tangan. Namun, pemuda itu hanya menatapnya tanpa minat. Tak berapa lama getaran itu berhenti. Setelahnya, sebuah pesan singkat muncul.

Jisung-ah, ayo bertemu.

Tanpa dibuka pun, pesan dari Chenle sudah terbaca lewat notifikasi yang muncul di layar. Namun, Jisung hanya meliriknya sekilas tanpa ada niat untuk membalas apalagi menuruti ajakan teman satu grupnya itu. Moodnya sedang buruk saat ini, akan lebih baik menghindari orang-orang untuk sejak. Daripada menyesal di kemudian hari karena melakukan hal bodoh akibat emosi yang tidak stabil.

Sayangnya, baru beberapa menit berlalu tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Seseorang yang baru saja mengirim pesan itu sudah sampai saja di rumah Jisung. Jangan heran kalau dia tahu pasword rumah Jisung, semua member Dream juga tahu pasword si maknae yang tidak pernah berubah. Lalu tanpa rasa bersalah menyalakan lampu yang sedari tadi dibiarkan mati oleh si pemilik rumah.

"Apa yang kamu lakukan di kegelapan? Dan tolong, di sebelahmu itu ada kursi. Tidak bisakah kau duduk?" tegur Chenle sembari menyamankan diri dengan tiduran di sofa panjang. Entahlah siapa yang tuan rumah di sini.

"Kamu mau apa?"

"Tidak perlu repot-repot, cola saja," sahut Chenle tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di tangan.

"Aku tidak menawarimu minuman, tujuanmu ke sini untuk apa?" Tenang saja, Jisung masih berusaha sabar menghadapi pemuda keturunan tionghoa itu. Dia sudah terlampau hafal dengan tabiat pemuda itu.

"Mwoya, kau kenapa serius sekali? Apa ada yang mengganggumu? Apakah kau khawatir tentang lagu debutmu besok?" Chenle mengangkat kepalanya, mendapati wajah tak bersahabat Jisung. Tampaknya dugaannya benar. "Tidak perlu khawatir. Semua orang pasti akan suka setelah mendengarkan seluruh lagunya. Bilang tidak suka saat baru mendengar sedikit spoiler itu tidak masuk akal. Kau tidak percaya padaku?"

"Eum." Jisung mengangguk tanpa ragu.

"Ya! Hyung mu ini sedang memberikan dukungan. Setidaknya hargai sedikit. Apa kau tidak punya hati nurani?"

"Eum. Tidak."

"Ya ..., seharusnya aku tidak heran lagi. Kau memang tidak punya hati nurani. Kau bahkan tidak menawarkan minum pada tamu yang datang."

"Aku akui. Akulah penjahatnya. Aku juga mencuri lagu yang seharusnya untukmu. Daepyo-nim memberikannya untukku. Tapi, sijeuni-- tidak menyukainya," ucap Jisung dengan menggebu, namun memelan di akhir kalimatnya. Sadar bahwa Chenle tidak seharusnya menjadi lampiasan amarahnya. Sedangkan pemuda keturunan Cina itu malah menatap heran. Tidak mengerti mengapa Jisung harus mempermasalahkan hal itu.

"Bisakah kau pergi saja? Aku sedang tidak mood untuk bertengkar." Seperti yang dia duga. Bertemu dengan Chenle saat ini hanya akan membuahkan pertengkaran. Moodnya benar-benar buruk sekarang.

"Kau mengusirku?! Tidak akan. Aku tidak akan pergi." Chenle merebahkan tubuhnya dengan nyaman di sofa. Terlihat benar-benar akan tinggal untuk waktu yang lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Uri Jwi (One shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang