......
Song Recommendation for this chapter;
🌷🌷🌷🌷
Hamparan cahaya lampu jalanan yang berada di bawah gedung ditangkap oleh mata biru bambi milik Jeon, hal itu terlihat dari jendela ruangan di lantai dua yang dia huni sekarang. Sebuah ruangan dengan penuh peralatan operasi, serta aroma alkohol yang menusuk hidung, pun walau air conditioner telah dimatikan, dingin tetap menjalari kulit putih selembut sutra itu.
Setelah enam bulan berpisah dengan sang kekasih hati, nampaknya, pria manis yang berusia 31 tahun itu masih sempat memikirkan lelaki yang menorehkan luka pada hatinya.
Nyatanya, mengapa sesak di dada yang dia dapat? Bukankah seharusnya Jeon bisa senang karena dia tidak akan dipusingkan oleh perdebatan-perdebatan sengit yang membakar hatinya.
03.04 AM
Duduknya Jeon di atas sebuah kursi menjadi kegiatannya kali ini di dalam ruang Forensik milik rumah sakit terbesar yang ada di Berlin bersama seorang mayat yang ada di atas meja berlapiskan aluminium.
Tatkala sepi melanda, pikirannya melayang pada seorang lelaki yang amat dia cintai, namun dia memutuskan untuk meninggalkannya beberapa bulan yang lalu.
"Huuh..."
Helaan nafas berbaur dengan aroma alkohol yang menempel di jas dokternya.
Menggelengkan kepalanya dilakukan oleh Jeon, mengusir pikiran-pikiran yang seharusnya tidak melintas ketika dia sedang bekerja,
Kini fokus pandangan Jeon ada pada laptop yang berada di depannya, membuat laporan apa yang dia temukan setelah melakukan pemeriksaan pada mayat yang diduga adalah seorang korban pembunuhan di sebuah kantor.
Ada tujuh luka tusukan, tiga di dada dan empat di perut. Tusukan pada jantungnya lah yang membuat orang ini langsung pergi meninggalkan dunia, bahkan saat mayat ini baru datang dibawah oleh polisi, pisau masih tertancap di dada kirinya.
Ngeri dirasakan pada dirinya melihat hal itu, katanya korban ini sedang kerja lembur dan tiba-tiba terbunuh, Jeon ngeri kalau itu sampai terjadi padanya yang notebene sering lembur juga.
Tatkala tangannya sedang sibuk mengetik, melalui ekor matanya, Jeon melihat kaki mayat itu bergerak-gerak.
"Hentikan" desis Jeon, sambil menaikan kacamata yang sempat melorot dari tulang hidungnya.
Seketika kaki mayat itu berhenti bergerak.
Sruukk...
Mendorong kursi dilakukannya dan berjalan menuju mayat itu.
"Jangan. Ganggu. Dia. Dia sudah beristirahat, pergi dari sini" ujar Jeon penuh penekanan.
Klang!
Sebuah pisau terjatuh dari meja di samping mayat, Jeon memejamkan matanya.
"KUBILANG PERGI! "
Hening melanda, tidak ada yang terjadi lagi kecuali lampu operasi yang terletak di atas mayat sedang berkelap-kelip, error dengan sendirinya dan tentu itu ada penyebabnya.
Hantu. Energi dingin mereka bisa membuat benda seperti lampu itu menjadi error.
Jeon memiliki kemampuan melihat mereka, untungnya Jeon sudah terbiasa, jadi dia tidak takut lagi, sekalipun bekerja sendirian dan ditemani oleh mayat-mayat yang kematiannya tidak wajar dengan tampilan menyeramkan.