#1 Sweat

1K 76 14
                                    

Seorang lelaki paruh baya dan istrinya baru saja keluar dari terminal bandara menemui seorang gadis yang berdiri di depan gate. Mata gadis itu berbinar-binar dan merasa sangat terharu karena bisa kembali melihat kedua orang tuanya.

"Anak ayah.." peluk sang ayah dengan sangat erat kemudian di susul sang ibu yang memeluk putrinya. Anak tunggal di keluarga tersebut memang bersekolah di luar negeri dan tinggal dengan sanak saudara yang lain dan hari ini mereka berkesempatan mengunjunginya.

"Ayah dan Ibu sudah makan? Ayo kita makan siang." ucapnya dengan senang dan mengantarkannya masuk ke dalam mobil, "Pak, resto biasa ya." gadis itu seakan sudah paham betul mau apa dan mau kemana ia mengajak kedua orang tuanya. Sang supir hanya mengangguk dan tersenyum kemudian menyetir mobiil ke tempat yang di tuju.

Auckland, terkenal dengan kuliner seafoodnya, Tuan dan Nyonya Kim juga sangat suka dengan hidangan tersebut maka sang anak tidak salah memilih tempat dimana ia biasa makan bersama teman-temannya.

"Aku biasa makan disini, makanannya enak.." ucap sang anak yang bisa tau segala sisi tempat duduk ternyaman yang bisa mereka tempati.

"Kamu kan masih SMP, masa makannya disini?" tanya Tuan Kim penasaran.

"Ya mereka suka ngajakin aja aku kesini, gak sering kok Yah, cuma beberapa kali aja itu pun jaraknya lama." ia berusaha membela diri, tidak ingin kedua orang tuanya menganggap kalau ia tidak serius bersekolah di luar negeri.

Oyster dan beberapa hidangan dari udang sangat menggugah selera, anak gadis mereka memesankan beberapa makanan yang ternyata memang sangat enak sesuai dengan gambar di menu.

"Ayah sama Ibu tinggal disini sampai kapan?"

"Mungkin sampai minggu depan, soalnya kan Ayahmu harus ngurusin kerjaannya lagi." ia pun menangguk, berusaha mengerti betapa sibuknya sang Ayah.

"Aku sudah memutuskan mau sekolah SMA dimana Bu, bisakah kita daftar bersama?" sang Ibu hanya bisa menoleh ke arah suaminya.

"Boleh, boleh.." Tuan Kim mengangguk, "Nanti kita sama-sama daftar ke sekolah yang kamu mau ya Jen."

"Yess..." Kim Jennie, nama gadis itu, ia tersenyum puas dengan gummy smilenya. "Aku sudah sangat nyaman tinggal disini jadi sepertinya aku akan tinggal disini sampai aku kuliah, boleh kan?" Tuan dan Nyonya Kim tidak memberikan jawaban apapun hanya senyuman saja yang terpancar dari mereka.

***

Beberapa hari setelah Tuan dan Nyonya Kim tinggal di Auckland, Jennie mengajak mereka pergi ke pantai dan beberapa tempat menarik seperti pelabuhan dengan restoran terkenal. Keluarga kecil itu terlihat sangat bahagia namun jauh di dalam hati Tuan Kim ia bingung bagaimana cara dia mengutarakan apa tujuannya datang berkunjung.

"Jadi, kapan dia mau di kasih tau?" tanya sang istri saat keduanya sedang beristirahat di kamar.

"Aku bingung juga mau ngasih taunya seperti apa, malah Jennie terlihat senang sekali, kan tidak tega kalau harus bilang sama dia di momen yang tidak tepat." keduanya sama-sama terdiam, mungkin saja terbesit cara lain yang lebih menenangkan untuk memberitahukan berita ini.

"Selamat pagi Yah.." Jennie yang sudah berada di depan televisi duduk dengan santai dan tersenyum ke arah sang Ayah yang baru saja bangun.

"Eh tumben anak ayah sudah bangun." Tuan Kim mengacak rambut Jennie dan pergi ke dapur, "Kita sarapan yuk, kamu sudah sarapan?" seorang pembantu rumah tangga sudah mempersiapkan beberapa pilihan sarapan di meja makan, Jennie kemudian menyusul dan melihat ada sandwich telur kesukaannya disana.

"Kan nungguin Ayah sama Ibu." senyum Jennie, segelas susu vanilla hangat di teguknya, setelah sekian lama tidak berkumpul di satu meja makan hari ini semuanya terkabul tapi tidak dengan satu harapannya.

"Jen, Ayah mau bicara."

"Bicara saja, kenapa kesannya formal banget sih Yah..."

"Ayah sudah suruh Ibu untuk membereskan semua pakaian dan peralatan milikmu, kamu akan ikut sama Ayah dan Ibu pulang ke Indonesia."

"Maksud Ayah? Ayah dengarkan aku ingin sekolah disini?" raut wajah senangnya berubah seketika namun sang Ayah tau apa yang harus ia perbuat karena hal ini pasti akan terjadi.

"Iya Ayah dengar tapi Ayah juga mau kau mendengarkan ucapan Ayah. Ayah mau kamu sekarang bantu Ibu beres-beres pakaianmu dan ikut dengan Ayah pulang, sudah cukup kamu bersekolah di luar negeri Ayah tau kamu bisa berkembang lebih dari ini di Indonesia." Jennie melempar sandwich telur yang baru ia gigit setengah ke piring kemudian meneguk habis susu vanillanya dan berjalan cepat ke kamar tidurnya.

Nyonya Kim terlihat sedang memilah apa saja yang bisa di bawa oleh Jennie dan gadis itu segera menarik tangan sang Ibu keluar dari kamarnya, "Jennie sudah bilang sama Ibu dan Ayah kalau Jennie ingin sekolah disini, kenapa Jennie harus ikut dengan kalian pulang?!" Nyonya Kim pun menghela napasnya, ia tidak tau bagaimana suaminya menyampaikan isi berita ini pada Jennie sampai-sampai gadis itu sangat marah.

"Nanti Ibu yang langsung menjaga Jennie di rumah, sekolahnya sama bagusnya dengan disini kamu tidak akan menyesal sekolah disana Jen."

"Jennie cuma nyesel kenapa harus senang waktu Ayah sama Ibu datang kesini!!" Jennie mendorong sang Ibu, tidak keras tapi cukup untuk membuatnya keluar dari kamar dan gadis itu mengunci dirinya sendiri di dalam.

Tidak ada yang ingin Jennie lakukan selain berdiam diri di kasurnya dan bersedih, bagaimana bisa ia berpamitan dengan teman-temannya disini, sejak pertama kali sang Ayah menitipkan dirinya kepada sang Bibi, Jennie ingat betul bagaimana respon dirinya, ia pun sempat menolak apalagi harus tinggal jauh dari kedua orang tuanya tapi lama kelamaan Jennie menyukai New Zealand, ia sudah tidak lagi merasa kesepian dan ia mulai mengerti kenapa kedua orang tuanya menitipkan ia pada sang Bibi, Jennie sangat fasih berbahasa asing. Apa mungkin dengan menerima keputusan sang Ayah ini, rasanya akan sama seperti pertama kali ia pindah ke New Zealand?

***

Kim Jennie tidak sekeras yang dilihat nyatanya gadis itu tetap menuruti semua ucapan kedua orang tuanya untuk mau pindah sekolah ke Indonesia. Setelah melakukan sesi wawancara, melengkapi semua berkas yang harus di bawa, Jennie juga membantu sang Ibu untuk memilah apa yang harus dan tidak perlu ia bawa. Penerbangan esok hari terasa sangat tiba-tiba untuknya meskipun tuan dan nyonya Kim memang sudah menyiapkan semua hal apapun jawaban anak tunggal mereka, Jennie tetap harus pindah.

Indonesia, apa tanggapan Jennie melihat Indonesia? Biasa saja.
Gadis itu bahkan terlihat murung setelah percakapan intensnya dengan sang Ayah.

"Selamat datang di rumah Jen." sang Ayah membukakan pintu rumah megah mereka dan memperlihatkan kamar milik Jennie tapi semua itu tidak membuat senyuman terpancar dari wajahnya, Jennie tetap memasang wajah muram dan kesal sambil berjalan ke kamarnya. Tidak ada lagi sosok Jennie yang ceria, dirinya saat ini berbanding terbalik dan sangat drastis daripada saat ia menyambut orang tuanya di Auckland.

Perbedaan pada warna kulitnya menjadi yang paling terlihat, di Auckland saat ini sedang dalam puncak musim dingin sedangkan Indonesia saat ini berada di musim kemarau, kamarnya terasa panas dan setiap saat ia menyalakan pendingin ruangan sampai-sampai tuan Kim merebut remot AC milik Jennie, "Main keluar kamar gih, jangan di kamar terus." ucapnya sambil mematikan AC.

"Disini panas, Ayah tidak lihat kalau kepalaku berkeringat?" Jennie kemudian merebut kembali remot itu dari tangan tuan Kim.

"Besok berangkat sekolah, masih pengenalan dan apply formulir pendaftaran, Ayah yang antar." Jennie tidak bergeming, rasanya ia ingin diam saja di kamar. Beginikah rasanya home sick?

Banyak murid yang datang bersama keluarganya dan mulai mengkonfirmasi berkas-berkas mereka termasuk Jennie dan sang Ayah. Menjadi murid pindahan tidak sulit untuknya hanya saja Jennie lebih memilih untuk diam dan hanya memperhatikan orang-orang berlalu lalang. Tak sengaja tatapan Jennie tiba-tiba terkunci dengan seseorang yang berjalan melewatinya bersama kedua temannya.

***

The Ice - [Jennie's Side]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang