p. s: untuk tulisan miring tapi non baku itu Jennie point of view ya.
Author POV
Jennie mengucapkan seribu sumpah serapah pada ban mobil depannya yang tiba-tiba malah bocor di tengah jalan.
Naasnya lagi, kini ia masih berada di tengah-tengah jalan tol. Begitu sunyi, dan hampir lima menit sekali baru ada mobil yang lewat, itu pun hanya mobil angkutan barang atau truk-truk besar. Dan Jennie sudah kehabisan akal. Ia tidak bisa meminta tolong dengan hanya melambaikan tangan begitu saja.
Jennie lalu mengecek jam di ponsel digitalnya. Masih pukul 23.34 wib.
Harusnya Jennie mengikuti kata-kata Irene yang menyuruh Jennie untuk lebih baik menginap saja sekalian di rumahnya, dari pada pulang dengan waktu selarut ini.
Jennie menggeram kesal.
Mengapa pula semua kontak di daftar telponnya sama sekali tidak ada yang bisa dihubungi? Bukannya waktu saat ini bisa dibilang masih terlalu cepat jika mereka semua sudah terlelap ke alam mimpi?
Ponsel itu kemudian Jennie lemparkan ke dashboard mobil. Berdecak singkat, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
Mungkinkah ini sebuah kesialan karena telah menolak perjodohannya dengan Lisa?
Tidak-tidak. Jennie menggeleng sendiri. Konyol sekali pemikirannya jika seperti itu.
Jennie kemudian menghembuskan nafas sejenak, berusaha untuk mencari cara bagaimana untuk ia pulang sekarang.
Memesan ojek online? Jennie tidak mau. Menelepon salah satu anak buah dari ayahnya? Jennie juga tidak mau. Meskipun Jennie tahu pasti ada beberapa anak buah ayahnya yang masih bersiaga di halaman rumahnya hingga sampai waktu pagi, namun Jennie tetap tidak mau.
Singkatnya, karena Jennie terlalu was-was dengan laki-laki. Dirinya harus aware.
Ketika sedang terdiam, Jennie tiba-tiba merasakan sebelah kanan kaca mobilnya yang berbunyi seperti tengah diketuk-ketuk.
Jennie mencoba untuk menoleh, pada detik itu juga perasaan takut langsung menyergapnya. Detak jantung Jennie bekerja dua kali lipat.
Jennie berusaha berpikir keras. Perawakan orang itu tidak nampak seperti seorang begal ataupun preman. Dia kini masih setia menunggu Jennie di depan kaca mobil. Tidak lagi mengetuk seperti tadi.
Namun, tunggu.
Bodoh.
Mengapa Jennie harus repot-repot merasa takut? Sedangkan orang itu kondisi satu tangannya sedang disangga. Yang tanpa Jennie kenali dengan lebih seksama sekalipun, ia sudah bisa memastikan bahwa itu adalah Lisa.
Lantas Jennie bernafas lega.
Ia kemudian keluar dari dalam mobil. Tidak luput lagi perkiraannya, orang itu ternyata memanglah sosok Lisa.
"Bokap lo nyuruh gue kesini, katanya ban mobil lo lagi bocor ya?"
For God sake! Pantes itu orang tua dichat ga dibales-bales, ditelpon juga ga diangkat, padahal centang dua tapi cuma diread doang? Ternyata malah ngirim dia?
"Ayo ikut gue."
Jennie nyaris ingin memaki-maki Lisa ketika gadis itu malah langsung berjalan lebih dulu meninggalkannya. Tanpa perduli tatapan kesal darinya.
Mau tak mau, Jennie kali ini tidak bisa protes. Lekas-lekas ia menyusul langkah kaki Lisa. Hingga kemudian ikut masuk ke dalam mobilnya.
Biarin aja tuh mobil bocor diambil orang. Gue ga mau bawa pulang lagi. Biarin pokoknya biarin. Gue benci banget sama ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBISIUS - JENLISA ✔
General Fiction❝ Pernah ga liat dua cewe pinter berantem karena teori? Kalo belum, sini kenalan sama mereka. ❞