1. Debat soal air

16.6K 1.5K 132
                                    

Main cast:


Naraja Lalisa — Lisa.

Naraja Lalisa — Lisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Jennie Adira — Jennie.

Jennie Adira — Jennie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











••••••
Author POV

"Air di mana-mana mencakup 70 persen permukaan bumi. Maka dari itu bumi mendapat julukan Planet Biru. Tapi yang jadi pertanyaannya, dari mana asal usul air? Kok bisa ada begitu banyak melimpah di planet kita padahal hampir ngga ada air di seluruh tata surya?"

"Lo ga tau Adam Sarafian?"

"Jawab aja pertanyaan gue."

"Sebelum lo nanyain pertanyaan konyol, harusnya lo search dulu lebih luas tentang pengetahuan lo yang ngga seberapa itu. Jangan ngajuin pertanyaan kaya anak kecil yang masih ngga tau apa itu permen."

"Tinggal jawab aja sih? Atau ternyata lo emang ga bisa jawab?" Jennie terkekeh sinis.

Lisa membalas tersenyum lebih dulu, meremehkan. Mata obsidian Lisa menatap Jennie intensif.

Sudut bibirnya perlahan-lahan menyeringai tipis. Membuat Jennie menaikkan alis, menantang dengan lebih percaya diri.

"Lo nanya dari mana asal muasal air di bumi, kan? Pertanyaan itu udah dijawab oleh peneliti Adam Sarafian."

"Dia ngungkapin bahwa batuan luar angkasa itu punya peran membawa air ke bumi. Peristiwa ini terjadi ketika tata surya berusia dua juta tahun dan bumi masih belum terbentuk sempurna. Ukuran bumi kemungkinan baru 20 persen. Singkatnya, air emang udah lebih dulu lahir sebelum terbentuknya bumi." Lanjut Lisa.

"Terus? Air itu berasal dari mana? Batuan luar angkasa kan banyak, ga cuma satu doang." Jennie membalas lagi.

"Hasil penelitian Sarafian bilang bahwa air itu kemungkinan berasal dari Meteorit Angrite. Batuan luar angkasa yang nunjukin volatil merupakan unsur dan molekul dengan titik didih relatif rendah seperti air, bisa terbawa sampe ke planet kita melalui meteorit."

Kedua netra Lisa kemudian berpendar ke seisi kelas. Melanjutkan lagi kalimatnya dengan suara yang lebih lantang.

"Meteorit angrite terbentuk di bagian inti awal tata surya, kira-kira 4,56 miliar tahun yang lalu. Selama masa itu, inti tata surya adalah tempat yang panas dan kering. Protoplanet atau embrio planet, serta asteroid memiliki permukaan yang masih berupa lelehan panas. Sampai-sampai elemen seperti karbon yang memiliki titik didih 4.800 derajat celsius dianggap sebagai volatil alias senyawa yang mudah menguap."

"Sebenernya, masih ngga jelas kapan unsur-unsur yang memiliki titik didih rendah seperti air bisa tersebar, terutama karena hidrogen yang dibutuhkan untuk molekul air menguap terlebih dahulu sebelum sempat menyebar ke tempat lain. Tapi, dari hasil penelitian udah ngungkapin bahwa kandungan air pada angrite itu sama dengan kandungan air yang ditemukan di awal terbentuknya bumi."

"Udah paham, Jennie Adira?" Lisa menatap Jennie.

Sedangkan gadis yang memiliki mata tajam itu hanya diam. Ekspresi wajahnya tidak bisa ditebak.

Karena merasa tidak akan ada lagi pertanyaan apa-apa, maka Lisa memutuskan pandangannya dengan mata Jennie.

Ia lalu mengambil beberapa langkah mundur. Tubuhnya secara spontan membungkuk dengan hormat, sebagai tanda bahwa presentasinya sudah selesai.

"Untuk presentasi kali ini gue akhirin. Gue, Naraja Lalisa dari kelompok tiga, terima kasih."

Diiringi dengan tepuk tangan riuh, Lisa berjalan kembali menunju kursi tempat duduknya.

Sebuah aplaus yang begitu besar memang sudah biasa ia terima. Dan Lisa yakin. Jennie barusan telah kalah telak akan dirinya.

"Baiklah anak-anak. Selanjutnya presentasi akan dilanjutkan dengan kelompok empat. Silahkan untuk kelompok empat maju ke depan."

Jennie tidak lagi memperhatikan kelompok berikutnya yang mulai melakukan presentasi mereka di depan sana.

Sorot matanya terus menatap nyalang ke arah Lisa. Dimana gadis itu juga tengah membalas tatapan Jennie, namun bibir Lisa sembari menyeringai tipis.

Refleks, Jennie mendengus.

Seorang gadis—bernama Irene—yang duduknya tepat di samping Jennie, ia hanya terkekeh saja melihat temannya yang sedang menahan emosi kesal luar biasa.

"Jen." Kemudian Irene menepuk pelan pundak Jennie, membuat Jennie lekas beralih untuk menatapnya.

"Apa?"

"Udah, ga usah dipelototin gitu. Gue yakin tuh anak kalo ditanyain soal kenapa manusia punya bulu kemaluan aja pasti dia juga ga bisa jawab."

"Tapi Lisa pinter ga cuma di satu bidang doang Ren, beda sama Jennie." Suara Chahee ikut menyahut dari arah belakang.

"Oh? Lo nyari mati sama gue?" Jennie membalas tajam.

"Ngga ih ngga," Chahee lekas-lekas menggeleng. "Tapi emang itu faktanya. Iya kan Ren?"

"Iya sih, gue setuju."

Jennie lantas berdecak semakin kesal. Ia lalu sengaja memukulkan sebuah penggaris ke kepala Irene dan Chahee.

Tak perduli akan suara rengekan dari kedua temannya itu, Jennie kemudian menghembuskan nafasnya pelan. Masih tidak terima jika Lisa selalu berhasil membuatnya berakhir bungkam dalam sebuah perdebatan.

Jennie sangat membenci Lisa.

Sedangkan Lisa di ujung sana sedang tersenyum. Diam-diam terus memperhatikan setiap tingkah laku Jennie.

Apalagi ketika gadis yang terkenal galak itu baru saja memukul kepala teman-temannya. Gemas sekali. Lisa bisa memastikan, bahwa Jennie pasti sedang kesal.

"Cantik ya anak orang?"

Sedetik kemudian Lisa langsung menatap ke arah Bambam—teman sebangkunya. Kepala Lisa tanpa sadar mengangguk, diiringi kekehan pelan.

"Dia lucu kalo lagi kesel."














••••••
TBC

AMBISIUS - JENLISA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang