Author POV
Kedua tangan Jennie bersedekap di bawah dada. Tatapan tajamnya mampu membuat siapa saja yang melihat pasti akan langsung bergetar ketakutan. Gadis cantik itu sekarang sedang dalam mode bringas, begitu seram.
Dia tidak hanya sendirian, namun Jennie juga ditemani oleh Irene. Mereka saat ini berada di gedung perpustakaan sekolah lantai dua. Tepatnya di sela-sela rak buku yang posisinya paling terkebelakang.
Mengapa Jennie terlihat sangat marah? Karena ia sedang mengintrogasi seorang gadis lain di antara mereka. Gadis itu tengah menundukkan kepalanya, begitu was-was di bawah sana.
Gadis yang dimaksud, tidak lain dan tidak bukan ialah Chahee.
"Sejak kapan lo ganti profesi jadi intel dalam circle kita, hm?" Suara halus Irene menginterupsi.
"Ih ngga, ga gitu Irene mah. Gue bukan intel, dan gue juga ga ngekhianatin kalian kok. Gue itu cuma kerja doang, hehe.."
"Mana ada kerja yang ngorbanin temennya sendiri."
"Ada."
"Gara-gara lo, Jennie jadi ga punya privasi loh Cha."
"Privasi apa? Kan gue cuma ngerekam suara Jennie dikit, itu juga pas bagian yang ada Lisanya doang. Selebih itu gue ga ada ngelakuin macem-macem, apalagi sampe ganggu privasi Jennie." Raut wajah Chahee memelas cemberut.
Ketika Irene ingin bersuara lagi, Jennie segera mengisyaratkan kepada gadis itu untuk ia diam kali ini. Biar Jennie saja yang mengambil alih.
Chahee yang melihat hal itu, tentu semakin dibuat bergetar ketakutan. Bukan sekali dua kali ia dimarahi Jennie, namun hampir tiap minggu. Dan yang kali ini, terasa sangat menegangkan untuknya.
Satu tangan Jennie dengan tiba-tiba menarik kerah seragam Chahee.
Membuat gadis itu lantas terpaksa menatap wajah Jennie. Keringat Chahee tampak bercucuran di pelipisnya. Chahee terus bersusah payah untuk meneguk ludah.
Tatapan seram dari netra tajam Jennie dalam pandangannya sungguh luar biasa menakutkan.
Jika dengan Irene mungkin Chahee masih berani untuk sekedar cengengesan. Namun jika sudah berurusan dengan Jennie, Chahee benar-benar hanya bisa bungkam. Sesekali ia juga menggigit bibir bawahnya.
"Berapa duit yang lo dapet dari hasil rekaman suara gue?"
"Satu juta." Chahee bercicit pelan.
"Satu juta doang? Murah banget." Irene terkekeh menimpali.
"Berapa kali lo pernah ngerekam suara gue?"
"Dua kali."
"Jadi dua juta?"
"Eng—engga cuma segitu doang sih.. sebenernya ada hal lain yang pernah gue lakuin juga ke om Hari, terus gue dibayar sampe sepuluh juta. Total semuanya kalo bersangkutan sama lo, jadi.. dua belas juta."
"Anjir? Seriusan lo?" Irene langsung melototkan matanya, begitu terkejut dan tidak percaya.
Tidak berani membalas dengan suara, karena tatapan tajam dari mata Jennie yang masih tertuju padanya. Maka kemudian Chahee hanya menganggukkan kepala, sebagai jawaban bahwa sama sekali tak berdusta.
"Gila, Jen. Bisa-bisanya dia foya-foya tanpa ngajak kita? Apalagi malah lo yang dijadiin tumbal?"
"Gue ngga gitu ih, gue cuma asdfghjkl—"
Chahee tidak bisa melanjutkan kalimatnya ketika satu tangan Jennie tiba-tiba membekap kuat mulut Chahee.
Gadis cantik itu kemudian menyeringai. Membuat detak jantung Chahee berdetak penuh rasa takut. Hingga sampai area sensitifnya dengan mendadak kebelet kencing.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBISIUS - JENLISA ✔
General Fiction❝ Pernah ga liat dua cewe pinter berantem karena teori? Kalo belum, sini kenalan sama mereka. ❞