34. Mau Mangsa, Eh Nelangsa

433 51 8
                                    

"Pacaran, yuk! Biar kita bisa goyang dombret, uhuyy!"
__________________________✨
__________________________✨

DYLAN sedang sibuk memilah-milah tumpukan kado yang telah dimasukkan ke dalam kotak, sambil melihat daftar uke gemoy Senggoul Bacock University yang akan ditaklukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DYLAN sedang sibuk memilah-milah tumpukan kado yang telah dimasukkan ke dalam kotak, sambil melihat daftar uke gemoy Senggoul Bacock University yang akan ditaklukannya. Dia berkali-kali terkikik membayangkan isi setiap kado, seolah dia adalah penjahat yang akan segera berhasil menagih utang. Di sebelahnya, duduk Yuchen dengan gaya elegan, membaca sebuah buku berjudul 'Tips Menanam Jagung di Halaman Tetangga'. Sungguh, itu adalah bacaan menakjubkan seorang pewaris perkebunan jagung dan pabrik popcorn.

Pluk! Isi asli buku tebal Yuchen jatuh, memperlihatkan judul aslinya yaitu 'Tips Selingkuh Tanpa Ketahuan Calon Mertua'.

"Sinchan, menurut lo nih ya, kado yang tepat buat si embul Yubin Bukan Ubin yang mana? Pink kayak lubang pantat ayam, cokelat kayak dakinya si Yanto, ijo lumut kayak kaus kaki gue yang terendam banjir, atau motif kancut merah?"

Sret! Yuchen memungut buku perselingkuhan yang jatuh tadi dengan santai, lalu kembali memasangnya ke posisi semula.

"Tergantung isinya, emang lo ngasih kado buat apa?"

"Bentar lagi 'kan hari Valentino Rossi." Jawab Dylan sambil menusuk-nusuk hidungnya dengan ujung kado. Gatal, coy. Belum beli korek hidung.

"Pembalap yang ultah, ngasih kadonya kok ke si Ubin?"

Dylan mendengus, ternyata sahabatnya belum lulus perlawakan.

"Maksud gue tuh hari Valentine. Lo sih di kelas molor mulu, nggak faham artinya kasih sayang yang mesti merasuk ke dalam jiwa, menusuk hati dengan pancaran sinar cinta bagaikan jatuhnya apel akibat gravitasi bumi hingga atom pun meledak."

Lubang hidung besar nan glowing Yuchen berkedut-kedut.

"Dari jaman semeter 1 sampai semeter sekarang, siapa yang selalu rajin bangunin para mahasiswa tidur di kelas A, ha? Gue, Dahlan. Gue! Bahkan gue rela menyerap aroma jigong lo demi bisa bangunin agar lo nggak kena geprek Pak Xiao! Lo malah ngira gue kang tidur? Mikir tuh pakai otak kiri dan kanan, jangan pakai upil setumpuk!"

Dylan tak ambil pusing. Nasihan sesuci apapun adalah kentut lalu, tak perlu diperhatikan seperti halnya janji wakil rakyat.

"Idih, baperan banget anak Daddy." Sahut Dylan sambil menimang-nimang kado mana yang tepat.

Mata Yuchen menyipit, dia siap beradu otot. "Baperan itu nggak melulu bagus untuk diucapkan, wahai saudaraku si anak dukun pelet. Tidakkah engkau memikirkan hati lawan bicaramu saat mengatakan 'dih baperan lo'? Ke mana akhlak dan tabiatmu sebagai anak muda? Gaul boleh, tapi adab jangan dilupa, wahai Kisanak."

"Lah, lo marah cuma karena kata baperan tadi?"

"Gue kesel, marah dan tersungging. Sejak ada kata 'baperan' itu, anak muda nggak mau memahami perasaan orang lain. Selalu aja nyebut orang baperan, nggak ada rasa kasihan lagi. Dikit-dikit disebut baperan, nggak punya hati lo? Nggak pernah tau rasanya disakiti? Kalau terus-terusan nyebut orang baperan, maka hilanglah sisi kemanusiaan kita. Begitulah kira-kira, Bung Wang."

DOSEN JUDES (YiZhan)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang