• • • • •
El meregangkan otot-otot tubuhnya perlahan. Pagi ini, dirinya sudah mulai di haruskan bersekolah lagi oleh sang Papa.
Anak itu bangkit dan menoleh ke arah kanan nya. Senyum merekahnya seketika pudar kala menyadari tidak ada Putra di sana. El kembali sendirian.
Dengan bantuan Bibi, El sarapan dengan lahapnya di kursi makannya. Menunggu Papa turun dari kamar untuk mengantarkannya ke sekolah.
Selama melahap nasi gorengnya, El terus memikirkan Putra. Pemuda itu pasti tengah asik menyantap sarapan bersama Ibu, seperti biasa.
El tersenyum kecil di tengah sesi makannya, hingga Yohan turun dan langsung mengajak El untuk segera berangkat.
Di dalam mobil, El duduk tenang dengan pandangan yang terfokus pada sepatu putihnya. Pada akhirnya ia harus kembali pada rutinitasnya.
Pergi sekolah, mengerjakan tugas, tidur siang, dan mengerjakan pekerjaan rumah. Lalu tidur dan mengulang semuanya di esok hari.
Tapi, pagi ini ia bersemangat karena Putra dan Ibu sudah berjanji akan main ke rumahnya. El berharap, mereka main saat El sudah pulang sekolah.
• • • • •
Wajah yang sudah babak belur itu kembali ditampar dengan tangan besar komandan polisi. Putra kembali meringis saat pipinya lagi dan lagi harus menerima tamparan, pukulan, serta pahanya yang dengan sengaja di sengat dengan setrum.
Konteksnya hanya satu, mengaku bahwa dirinya telah menculik El.
"Jujur, Putra. Kamu menculik Gavin kan?"
Putra meneguk ludah yang kemungkinan sudah bercampur dengan darahnya didalam mulut. Entah bagian apa yang berdarah, tapi yang pasti bau anyir sudah sangat tercium di sekitar mulutnya.
Nafasnya tidak beraturan jika dirinya habis mendapatkan kekerasan baru.
"Saya enggak, Pak.."
"Oh masih tidak mau mengaku juga ternyata?"
Sedetik setelahnya, pukulan kencang menghantam tulang hidungnya hingga membuat kursi yang Putra duduki bergoyang dan terjerembab ke belakang. Tengkuk milik Putra berbenturan keras dengan lantai kantor polisi.
Pemuda itu mengerang kesakitan, namun dirinya tidak bisa berbuat banyak. Sebab kedua tangannya diborgol ke belakang tubuhnya.
Kembali pada posisi awal, kursi kayu itu diberdirikan lagi agar Putra bisa kembali duduk di atasnya.
Sakit di tengkuknya membuat Putra memejam sesaat. Berusaha meminimalisir rasa sakit di kepala belakangnya. Saat matanya di buka, dunia terasa berputar dan berbayang. Jadilah Putra kembali memejam.
"Masih belum mau mengaku juga?"
Putra tidak mampu menjawab lagi. Entah sudah berapa pukulan yang ia dapat sejak saat tengah malam tadi, dan sekarang kemungkinan sudah pagi hari.
Putra hanya mampu menunduk, membiarkan darah segar mengalir dari hidung nya karena pukulan tadi.
"Putra Pratama, sudahlah. Mengaku saja kalau kamu sudah menculik Gavin!"
Putra mendongak, menatap komandan polisi yang tengah menyalakan sebatang nikotinnya. Dihisapnya rokok itu, lalu di hembuskan asapnya.
"Demi Tuhan, Pak. Saya enggak sama sekali culik siapapun."
"Astaga. Tinggal mengaku saja susah sekali. Kalau kamu mengaku, saya ga akan lukain kamu lagi."
"Apa saya harus mengakui kesalahan yang bahkan bukan salah saya, Pak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗘𝗟'𝗦 𝗔𝗡𝗚𝗘𝗟 | vk.
Fanfiction[ bahasa || END.] [ brothership - minim konflik ] - 🍬 - Tuhan memang adil. Selalu menghadirkan orang baik di sisi manusia lain yang tengah mengalami kesulitan. Dan, El beruntung karena bertemu Putra hari itu. - 🍬 - • Start : 2022.10.1 • end : 202...