30. Santri Sombong

458 76 8
                                    

Alzam jadi teringat istilah santri sombong yang pernah dibahas Gus Bi saat nyantri di Rembang.

Saat itu tengah mengaji kitab Fathul Izar karya seorang ulama nusantara; KH. Abdullah Fauzi dari Pasuruan. Sebuah kitab populer tentang perkawinan yang biasanya dikaji pesantren salaf untuk para santri-santriwatinya yang sudah berusia matang atau 18 tahun ke atas.

Kajian tentang pernikahan dan perkawinan masuk dalam kategori ilmu fiqih; yaitu fiqh munakahat.

Dalam mengaji ilmu fiqih, tidak ada kata saru alias tidak pantas dan jorok. Seperti misal saat mengaji fiqih wanita oleh Abah Yai dan membahas tentang hukum keputihan yang keluar dari farji alias daerah kewanitaan perempuan dan menjelaskan detail muasal keluar keputihan untuk menjelaskan perihal hukum yang diabsahkan. Pun sama halnya tentang isi kajian Fathul Izar yang membahas tentang seks, semata-mata untuk edukasi pra-nikah agar tidak mencari sumber yang tidak-tidak dengan misal seperti malah mencari edukasi di film-film biru.

Dalam majelis ilmu fiqih memang tidak ada kata saru, tetapi juga kita tetap harus memakai adab yaitu tidak menjadikan hal vulgar yang ada menjadi bahan guyonan yang tidak-tidak.

"Kangmas ... pernah digunjing? Karena ... nikahi aku?" tanya Asmaraloka di sela menunggu pesanan ayam bakar. Inilah yang secara otomatis mengingatkan Alzam pada istilah santri sombong.

"Ayam bakarnya dateng, Dek," dalih Alzam seraya melirik ke arah pelayan warung makan yang membawa pesanan mereka berdua dengan nampan bambu.

Otomatis, atensi Asmaraloka teralihkan ke arah wanita kisaran usia 30 tahunan yang menjadi pelayan itu, tengah berjalan menuju arahnya dengan membawa senampan penuh makan siang mereka berdua.

Begitu sampai, wanita itu segera menyajikan 2 porsi pepes ikan dan ayam bakar lengkap dengan beragam jenis lalapan dan juga 2 sambal; sambal ijo dan sambal tomat yang dihidangkan langsung dari cobek batu. Tahu dan tempe goreng. Nasi hangat sebakul bambu anyaman. Serta 2 gelas es jeruk.

"Iya, pernah digunjingin karena kamu terlalu cantik, Dek," ujar Alzam setelah mereka berdua mencuci tangan di wastafel yang ada, kembali duduk di meja makan mereka secara lesehan.

Bukan menjawab, Asmaraloka mendengkus sebab malah diledek.

Senyum Alzam terbit mendapat dengkusan istrinya itu yang langsung gercep mengambilkan nasi hangat ke piringnya.

"Taz ...," panggil Asmaraloka saat mendapat pesan WA dari Alwa, usai dirinya selesai mengambil nasi hangat untuknya sendiri.

Dia membuka pesan Alwa yang berisi kiriman video. Begitu dibuka, layar digital ponselnya tampak video Taz sedang mengantuk dalam pangkuan Alwa. Kucing gembulnya ini sesekali mengeong saat dielus Alwa. Membuatnya lolos menerbitkan bulan sabit di bibir.

Sedangkan Alzam mulai melahap suapan pertama nasi hangat dan ayam bakar dengan sambal ijo, melirik ke arah Asmaraloka yang sibuk dengan ponsel, tersenyum sendiri melihat entah apa yang ada di layar--yang dia terka, pastilah sesuatu tentang Taz.

Sembari mengunyah perlahan, Alzam menatap wajah Asmaraloka yang cantik nan manis itu. Senyumnya amat menawan dengan gigi gingsul yang menyembul. Mengingatkannya kembali pada sebuah momen, di mana dirinya juga pernah menjadi bahan cibiran teman-teman semondoknya yang di Rembang saat awal-awal dia menikah.

Alzam menelan unyahan makan siangnya sembari tersenyum tipis. Pikirannya beralih mengawang ke ucapan Gus Bi perkara santri sombong.

Julukan santri sombong yang pernah diklamkan pada dirinya oleh teman-teman sealmamater pesantren karena dia menikah dengan gadis secantik dan semanis Asmaraloka.

Asmara-phileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang