33. Kejutan Pagi

1.1K 88 31
                                    

Mentari mulai malu-malu muncul dari balik cakrawala. Embun-embun masih bergelanyut manja di pucuk-pucuk dedaunan.

Biasanya di pagi hari seperti ini, Asmaraloka baru saja selesai mengajar ngaji al-Quran binnadzor santriwati, tapi karena sudah pertengahan bulan sya'ban dan setelah pulang ziarah wali-wali para santri sudah perpulangan sebelum ramadhan, dia kini sibuk di dapur untuk memasak menu spesial buat Kangmas-nya; tumis kangkung terasi dengan bebek goreng. Dia juga memasakkan menu kesukaan Papa Adam-nya; sambal tempe dan oseng udang pete.

Begitu akhirnya berdomisili di Cilacap, Alzam dan Asmaraloka tidaklah serumah dengan Jauhar dan Hannah, mereka berdua membangun rumah sendiri di dekat kompleks asmara santri putra; tepatnya dekat komplek Al-Mukmin, komplek khusus untuk santri putra yang menjalani program Takhasus Quran.

Sebelumnya Al-Amin tidaklah membuka Takhasus Quran karena belum ada seseorang yang bisa memegang program itu secara penuh sebab yang hafal Al-Quran hanyalah Hannah, jadi hanya terdapat program Takhasus Quran untuk santriwati. Begitu Alzam bersedia menetap di Cilacap, program Takhasus Quran dibuka bagi santri putra.

Sedangkan Asmaraloka, dia juga ikut mengajar ngaji santriwati seperti Al-Quran binnadzor dan beberapa pelajaran kelas awaliyah--alias kelas pemula--seperti mengajar kitab Alala, Safinatun Najah, hingga Risalatul Mahidh.

Awalnya Asmaraloka menolak ikut mengajar mengaji santriwati karena merasa dirinya tak pantas untuk itu dan keilmuannya tentang pelajaran pesantrenpun tidaklah seberapa; tetapi baik Alzam maupun Hannah meneguhkan itu dan memberi pemahaman baik bahwa dia mampu dan pantas untuk melakukan hal demikian, toh pelajaran tersebut pernah dipelajarinya saat nyantren sebentar di Sleman, jadi kata ibu mertuanya begini:

Kamu hanya perlu pelajari lagi, Nduk. Sebelum kamu mengajar santriwati, kamu bisa juga ngaji dulu ke Kangmasmu.

Kamu juga pasti paham ilmu berkah itu seperti apa, toh? Ilmu yang berkah itu nggak harus ilmu yang banyak. Tapi ilmu yang bisa manfaati diri kita sendiri, bagus-bagusnya lagi bisa kita salurkan ke orang lain.

Kata demi kata itu berhasil membuat Asmaraloka cukup tenang. Tapi suatu ketika dia juga merasa tak pantas lagi perihal masa lalunya. Tapi lagi, Kangmasnya merangkulnya dengan kata-kata semangat:

Jangan mau kalah sama masa lalu, Dek. Mereka udah jauh tertinggal di belakang. Sekarang ayo bareng-bareng tatap masa depan kita, juga masa depan Al-Amin.

Kangmasnya itu memang kerap menjadi yang paling pertama dalam hal memberinya dukungan kala dirinya membutuhkan. Nasihat itu berhasil membuatnya perlahan-lahan mencoba tak lagi takut perihal hantu masa lalu. Bukan lagi tentang hantu masa lalu atas kematian Menur dan menjadikannya astrafobia, melainkan hantu masa lalu akan dirinya yang dulu urak-urakan dan amat tak pantas untuk Al-Amin. Dia belajar maksimal pada Alzam, lalu mengajar santriwati semaksimal yang dirinya bisa, walau yang dirinya bisa tetaplah tak seberapa.

"Hm, kamu masak tumis kangkung terasi ya, Dek?"

Suara bariton Alzam mengalihkan atensi Asmaraloka yang tengah mengorek tumis kangkung terasi yang sudah setengah matang. Aroma gurihnya sudah menguar memenuhi dapur.

Alzam baru saja selesai tirakatan Al-Quran: yaitu muroja'ah hafalan al-Qurannya secara tartil tanpa dijeda dengan hal lain, seperti mungkin dijeda dengan berbicara pada orang lain. Biasanya sepagi ini, dia baru saja selesai mengaji menerima setoran hafalan Al-Quran para santri putra yang sedang menghafalkan kalam-kalam Allah itu, tapi karena sedang libur, jadi dia gunakan waktunya untuk tirakatan.

Asmaraloka menoleh ke arah partisi dapur, menemukan suaminya itu yang tengah mengintip dengan masih menggunakan koko putih, sarung hitam, dan peci putih.

Asmara-phileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang