Hari terus berlalu.
Sesuai kesepakatan, Asmaraloka dan Alzam berusaha saling mengupayakan untuk keutuhan rumah tangganya.
Alzam sibuk mengajar di kampus, juga melakukan rutinitas mengaji seperti biasa di masjid. Sedangkan Asmaraloka giat melakukan praktik klinik keperawatan: mulai dari praktik keperawatan di rumah sakit jiwa, puskesmas, spesialis penyakit dalam, bedah, bedah anak, maternitas, spesialis jantung, IGD, ICU, hingga nantinya praktik keperawatan di panti jompo.
"Motivasiku jadi perawat adalah Mama. Soalnya dulu, Mama adalah seorang perawat," ujar Asmaraloka begitu sesi privat mengaji di ba'da isha selesai.
Dia sudah tidak lagi mengaji fiqih wanita, soalnya dia sudah khatam mengulang kitab risalatul mahidh di minggu kemarin. Mabok soal dan parahnya tidak ada satu pun nilai mumtaz nongki di lembaran jawaban soal miliknya, padahal menurut dia ada satu lembaran jawaban yang seharusnya mendapat nilai istimewa itu, tapi memang dasar Pak Guru-nya pelit nilai, hanya diberi jayyid jiddan.
Setelah pernah mengkhatamkan safinatun najah di pesantren, kini Asmaraloka diberi kajian kitab fiqih yang sedikit lebih mendalam dari itu, yaitu kitab fathul qorib.
Sistem mengajinya tidaklah layaknya saat di pesantren yang harus memaknai kitab kuning dengan bahasa Jawa menggunakan pegon, melainkan langsung diterangkan saja memakai bahasa Indonesia dan dia membuka lembaran terjemahan kitab fathul qorib. Kalau Pak Guru Alzam menggunakan versi kitab kuning langsung. Dan tidak pernah luput dari soal, soal, dan soal.
"Kalo Kangmas, apa motivasinya jadi orang sabar banget, terutama ngadepin aku?" Asmaraloka mengajukan pertanyaan sembari membenahi lengkungan hijab kuning kunyitnya yang sedikit rusak, pleyot di sebelah kiri. Kini dia sudah mantap berhijab, bukan sebab paksaan--layaknya dulu saat masuk pesantren, berhijab karena terpaksa, alhasil begitu keluar pesantren dilepasnya begitu saja.
"Motivasi sabar ngadepin kamu? Ya ... karena kamu istriku, jadi bagaimanapun aku harus sabar ngadepin polah-polah kamu," sahut Alzam, menghela napas sejenak, "Tapi sebenarnya aku nggak sesabar yang kamu bayangin, Dek."
Salah satu buah dari mencoba saling mengupayakan, Asmaraloka berkenan dipanggil Dek daripada sekedar nama.
"Jangan terlalu merendah deh, Kangmas," sangkal Asmaraloka, mendengkus kecil, "Semakin ke sini, aku semakin mengenal pribadi kamu. Dan menurut apa yang aku dapetin selama aku sama kamu? Tetep sama dari awal Kangmas; kamu tipe orang yang penyabar, terutama dalam ngadepin polah aku yang dulu kurang ajar banget."
Seutas senyum tipis singgah di bibir Alzam.
"Kamu terlalu memujiku. Aslinya aku nggak sesabar itu," sanggahnya, meneguk saliva. Tanpa diminta, bayangan masa lalu berkelebat di pikiran.
Bagi Asmaraloka, barusan itu hanyalah omong kosong, alibi Alzam untuk merendah. Dia paham benar tabiat suaminya satu ini. Dia pun memilih mendengkus ke arah Alzam, isyarat tak sependapat dengan apa yang barusan lelaki itu katakan.
Melihat ekspresi Asmaraloka, Alzam justru menjadi tercenung agak lama, hingga pada akhirnya dia menyuarakan sesuatu yang sulit Asmaraloka pahami.
"Di dunia, sebaik apa yang orang lain lihat tentang kita, sekuat apa kita berusaha terlihat baik di mata orang lain, begitu pun sebaliknya, pada dasarnya ... bukankah yang paling tahu kebenarannya adalah diri kita sendiri?"
***
Ada masa Alzam menjadi seorang pembangkang.
Sejak kecil, dia yang terlahir dari pasangan religius yang juga memangku pesantren cukup besar di kota Cilacap ini pernah menjadi anak yang sedemikian bandel. Mirip-mirip Asmaraloka, dulu saat masa-masa sekolah menengah dan dipesantren ke pesantren yang ada di kota Majenang, dia kabur-kaburan. Dia masih tidak suka mengaji kala itu, tepatnya dia sudah muak mengaji karena dari kecil dia sudah dididik ketat tentang mengaji oleh Abah-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara-phile
RomansaSebab ketahuan menginap semalam di kosan Matteo pacarnya, Asmaraloka dijodohkan dan dinikahkan paksa oleh Sang Papa dengan Alzam, seorang santri jebolan pesantren di Rembang. Asmaraloka sangat membenci Alzam. Dia tidak peduli kata Sang Papa; kalau...