"Pigura Amarah"

56 3 1
                                    


Aku terduduk sepi, di bawah langit gelap..
Merasa terperangkap diruang yang asing..
Bibirku kaku..
Jantungku berdetak keras tak seperti irama memukul paku...
Tunduk merunduk layu, menekuri ..
Peradaban Terkini..

Diri yang selalu tersisi..
Diri yang selalu tergilas ambisi..
Ambisi orang yang tak bernurani..

Roh diri tajali menginginkanku untuk berlari..
Dan diri empunya diri menginginkanku untuk tetap berdiri..
Semakin bingung aku, dengan banyaknya pengakuan diri yang tak bernurani..

Jiwa terancam..
Terpendam dalam ruang bising malam..
Cetusan nafas tubuh dan suara tenggorokan yang kian meramaikan..

Pertanyaan demi pertanyaan mulai ada dalam benaku..
Mengapa pohon sejati menangis?
Selamat tinggal jiwa yang tak bersayap ketitik akhir..
Apa yang terjadi?
Apakah menangis..

Tiada yang ingin,
Terpendam asa pada batinya, terkubur dalam-dalam pada tanah yang rimbun semak bulikat.
Tak mengelak kelopak bunga yang kian berguguran.

Kering kerontang menengadahkan keinginan,
Di kaki langit mengharapkan pada yang maha Esa...
Kini tiada lagi putih itu, pada nurani yang berilmu.
Tinggalah ia pada kenangan, berdzikir pada rintih pilu.

Lembar-lembar putih yang terkoyak oleh ego.
Tiadalah air mata yang tersisa pada setiap goresan dan koyakanya..

Banjarmasin, 28 Februari 2023.

Aksara KalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang