Mashiho sadar bahwa setelah hari itu Yoshi seakan merenggangkan usahanya. Bukan maksudnya Yoshi menyerah, hanya saja Yoshi tak mau memaksa Mashiho lebih dari itu. Tak ada lagi gangguan dari Yoshi entah itu lewat daring maupun kedatangan nya yang tiba-tiba.
Tapi Mashiho masih menerima beberapa hadiah anonim yang sudah tertebak siapa pelakunya. Yoshi.Terkadang barang acak, atau memang barang yang kebetulan sedang dibutuhkan. Mungkin hasil dari sekongkolannya bersama Asahi yang sesekali pulang untuk mengecek dirinya. Tapi ujungnya Mashiho masih tak enak hati dan mengembalikan beberapa barang yang menurut nya berlebihan.
Asahi memang tak selalu tinggal dirumah. Ia lebih sering bermalam di tempat milik pasangannya yang kebetulan memang memiliki ruangan kosong. Ruangan itu dijadikan tempat Asahi fokus tenggelam dalam dunia warna nya. Anggap saja ruangan itu sudah menjadi studio seni milik Asahi sendiri tanpa sadar. Ia bahkan benar-benar sering tidur disana daripada seranjang bersama sang pacar, makanya Mashiho bahkan tak khawatir ada hal aneh tentang adiknya. Bisa dibilang Asahi lebih menyukai kuas dan kanvas nya daripada pacarnya. Tapi siapa yang tahu kan?
Mashiho membaringkan tubuhnya di lantai dengan peluh di dahinya sembari menatap langit-langit kamarnya. Hari ini hari liburnya dan Asahi sudah pergi untuk proyek tugasnya lagi, jadi Mashiho sendirian dan memilih untuk membersihkan seisi rumah.
Mashiho memiringkan wajahnya pelan, pandangannya mengarah pada sebuah kotak dibawah meja belajarnya yang beralih kegunaan menjadi tempat tumpukan buku. Mata Mashiho memicing mendapati barang yang sangat familiar di atas kotak kardus tersebut.
Sebuah papan luncur.Tubuhnya bangkit mengambil kotak dan papan luncur tersebut yang tentu sudah penuh akan debu. Kiriman dari sang Mama yang dulu Mashiho tolak puluhan kali namun tetap saja sang mama mengirimnya. Dulu Mashiho berniat untuk menjual nya, namun dilarang keras oleh Asahi untuk berjaga jaga. Entah apa yang dipikirkan adiknya tersebut.
Salah satu hadiah dari Yoshi yang paling berharga untuknya saat itu, sebuah papan luncur yang menyimpan banyak kenangan dan saksi perjuangan Mashiho mendapatkan banyak luka untuk belajar memainkan benda tersebut. Ah! Yoshi yang mengajarinya dan selalu mendukungnya nya saat Mashiho jatuh dan gagal dulu. Sebuah papan luncur yang mengenal kan mereka dengan suasana pantai malam yang dulu menjadi tempat favorit nya sampai sekarang. Ulasan senyum muncul disana.
Tangan Mashiho beralih membuka kotak yang penuh akan debu tersebut. Batuk beberapa kali datang kala ribuan debu itu berterbangan di udara.
Kotak tersebut berisi barang-barang yang berhubungan dengan Yoshi. Mulai dari sebuah buku diary yang Mashiho dulu tulis, boneka singa dari mesin capit, hingga sepasang sepatu basket hadiah dari Yoshi juga. Sejak dulu, Yoshi selalu mendukung Mashiho dalam banyak hal.
Samar-samar semua momen tersebut mulai berputar membuat Mashiho terpaku dalam diam. Kali ini Mashiho tak bisa berbohong sama sekali, ia tak bisa benar-benar menghilangkan perasaan nya pada sosok tersebut. Mashiho diam-diam tersenyum meski mulutnya merutuki dirinya sendiri yang lagi-lagi jatuh pada lubang yang sama. Tapi senyumnya kembali hilang saat keraguan nya muncul kembali.
"Memangnya bisa?"
•••
Entah terkena angin apa, Mashiho sudah tiba tepat di depan rumah sakit besar tempat Yoshi bekerja. Beberapa menit Mashiho hanya diam menatap orang-orang yang keluar masuk di pintu melewati dirinya. "Aku kenapa sih?."
Mashiho menggeleng ribut dan mulai mengatur nafas saat mulai sadar menjadi perhatian beberapa orang asing disana karena sejak tadi hanya diam mematung di dekat pintu. Kaki Mashiho mulai memberanikan diri untuk ikut masuk ke bangunan besar berbau khas tersebut.
Kaki Mashiho mengarah ke bilik informasi mencari keberadaan sosok yang entah kenapa ia cari? Ia juga tak tau benar alasannya mencari sosok tersebut. Ia hanya tiba-tiba merasa harus menemuinya untuk meredam keributan dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma [ Yoshiho ]
FanfictionMengharapkan hubungan masa lalu yang penuh akan rasa sakit. Bukankah mereka hanya terus mengorek luka di masa lalu? "Kamu itu, sebuah rasa trauma di hidupku." -------------- Takata Mashiho Kanemoto Yoshinori Warn : Homosexual content