Together
•••
Satu Minggu yang panjang. Setelah hari itu Yoshi kembali menghilang dari pandangan Mashiho. Tak benar-benar menghilang sebenarnya, buktinya ponsel Mashiho masih penuh akan notif pesan dari Yoshi yang selalu mengabari tentang kesibukannya di luar kota.
Ratusan kata rindu entah dalam bentuk tulisan maupun kata lewat telepon sudah Yoshi berikan, Mashiho juga tak ambil pusing. Sudah resikonya memiliki hubungan dengan seorang dokter muda yang cukup mapan seperti Yoshi.Langit sudah berganti warna. Namun Mashiho masih diam di depan gerbang sekolah tempat ia bekerja.
"Sepi juga ya" Mashiho terduduk sembari menyandarkan tubuhnya pada gerbang besi tersebut. Seminggu ini Yoshi tak mengantar atau menjemputnya karena pergi keluar kota, dan Mashiho sudah merasa kehilangan saja. Padahal ia hampir tak pernah bilang rindu saat sedang melakukan telepon atau saat bertukar pesan, nyatanya ia sama rindunya dengan Yoshi yang terus mengulang kata tersebut.
Mashiho merindukan Yoshi nya.•••
Yoshi menatap malas pintu besar rumah yang ia tinggali selama ini bersama Bunda. Matanya kembali melirik ponselnya dengan harapan sebuah balasan dari Mashiho untuknya. Namun nihil, Yoshi lupa bahwa Mashiho mungkin masih sibuk dengan pekerjaannya.
Pintu itu dibuka pelan menampilkan sosok wanita paruh baya yang tengah duduk dengan majalah di tangannya serta segelas teh di meja. Kebiasaan Bunda di pagi hari.
"Lesu banget kamu" sindir sang Bunda melihat Yoshi yang berjalan gontai tanpa menghiraukan dirinya.
"Biasanya aku juga kaya gini Bunda diem."
"Ya itu, kamu tuh harusnya udah nikah. Pulang kerja sumringah disambut istri, bukannya cemberut kaya gitu" majalah di tangannya seakan tak menarik lagi, wanita itu beralih mengalihkan perhatiannya secara penuh pada sang putera yang tampak lelah menyeret kopernya setelah keluar kota.
Mata Yoshi bergerak malas memandang sang Bunda yang sudah kembali membawa topik tersebut. "Aku mau nikah kok, bentar lagi Bunda juga tau pas aku mau ngelamar dia."
"Hah, siapa? Kok kamu diem aja sama Bunda kalo udah nemu calon" Wanita itu semakin antusias, matanya berbinar syukur sang anak tak lagi melajang.
"Karena aku gamau Bunda ikut campur."
"Gak, Bunda berhak tau siapa yang bakal jadi istri kamu."
"Bunda pasti kenal dia kok. Lagian aku udah gede Bun, aku tau mana yang baik buat diri aku sendiri."
"Siapa? Bukannya kamu nolak semua perjodohan yang Bunda pilih buat kamu. Jadi siapa yang akhirnya kamu suka?"
"Bukan, bukan mereka Bun" wanita itu mengernyit bingung, kini kepalanya benar-benar tak memiliki gambaran siapa yang anaknya sukai.
"Jadi siapa? Bilang ke Bunda!."
"Mashiho, Takata Mashiho."
Rahang wanita itu mengeras, matanya membulat sempurna dengan kaki yang sudah beranjak dari duduknya. Ia mendekat ke sang anak "Kamu di pelet apa gimana si?."
"Bunda stop. Tolong berhenti buat punya obsesi tentang kasta atau semacamnya. Buka mata Bunda, kita semua itu sama Bun. Sama sama manusia."
"Jelas beda, kamu itu anak Bunda. Kita itu disegani sama orang lain."
"Kenapa Bunda kaya gini sih? Semenjak ayah meninggal Bunda jadi gila sama kekuasaan. Padahal Ayah gapernah kaya gitu, dia selalu ingetin darimana kita berasal. Bunda dulu juga bukan orang berada, kalian dulu cuma bergantung sama toko mebel yang hampir bangkrut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma [ Yoshiho ]
FanficMengharapkan hubungan masa lalu yang penuh akan rasa sakit. Bukankah mereka hanya terus mengorek luka di masa lalu? "Kamu itu, sebuah rasa trauma di hidupku." -------------- Takata Mashiho Kanemoto Yoshinori Warn : Homosexual content