7. Mimpi dan air mata

45 14 4
                                    

╣⁠[⁠-Note: Karakter Sana di cerita ini memang orang yang terobsesi pada kota Seoul dan kebebasan yang selalu dia impikan. Mohon bijak dalam menafsirkan setiap diskripsi yang aku jabarkan lewat sudut pandang Sana tentang Seoul.-⁠]⁠╠

Seoul itu indah. Sekelilingnya terang oleh pencahayaan lampu yang berwarna-warni. Ada gedung-gedung pencakar langit di mana-mana. Di setiap jalanan selalu ramai mobil yang melintas, serta ada banyak papan iklan di depan bangunan-bangunan besar. Bahkan ketika kami sampai pada pukul tiga dini hari pun, tempat itu tetap bercahaya.

Mataku yang semula mengantuk butuh istirahat setelah perjalanan lebih delapan jam, kini segar bersemangat setelah melihat cahaya dari kota Seoul.

Bukan cuma aku saja, rupanya Yuri juga terkagum-kagum melihat hal ini. Ia duduk terdiam menghadap jendela bus dan matanya terpaku pada gemerlap jalanan. Kami tidak saling bicara, hanya saja sama-sama menyimpan rasa ingin bebas di kota Seoul yang gemerlap.

"Tae, lihat. Kita sudah sampai di Seoul."

Aku terkagum-kagum dibuatnya, rupanya beginilah Seoul yang indah. Sekarang Taehyung menggosok-gosok matanya seraya mengerjap berkali-kali barangkali mencoba mengusir kantuk yang melanda. Setelah itu Taehyung ikut menatap ke luar jendela bus, ia juga termangu seperti kami.

Rupanya beginilah kota Seoul yang gemerlap. Aku terpaku kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan Seoul yang sesungguhnya. Di saat orang-orang terlelap, aku, Taehyung dan Yuri bersemangat setelah tiba di Seoul.

"Kita bebas," kataku mencicit pelan sekali. Yeah, akhirnya aku bebas juga. Rasa ini seolah membuat badanku terasa ringan tanpa beban. Ingin kudeklarasikan kebebasan ini di atas papan reklame lalu berteriak mengatakan pada dunia bahwa mimpiku telah jadi nyata.

Begitulah caraku berbahagia pada secuil hal kecil yang tidak pernah kudapatkan seumur hidup.

'Kak, aku tiba di Seoul.'

Aku kemudian mengalihkan pandangan dari layar ponsel yang menyala, kini kembali ke barisan sementara Produser Kim mengabsen anggota sebelum turun dari bus menuju penginapan. Kami semua yang beranggotakan sepuluh orang, yang terdiri dari tujuh ballerina dan tiga ballerino kini dibagi menjadi beberapa kelompok. Sedang yang bukan anggota seperti Taehyung, dan beberapa orang yang merupakan teman dari anggota tetap mendapatkan kelompok, tapi terpisah.

"San, kau dengan temanmu tidak bisa tidur sekamar. Kau, Yuri dan Jina ambil kunci ini." Nona Mari memberiku sebuah kunci, seperti anggota lain yang juga mendapatkan satu kunci untuk tiga orang. Sementara itu aku menatap Taehyung, aku tidak punya siapa-siapa di sini selain dia, jadi aku sedikit takut harus terpisah.

Aku mengangkat tangan, berniat bertanya satu hal pada Nona Mari. "Apa kamar perempuan dan lelaki terpisah jauh?" Mendapatkan respon aneh dari beberapa anggota aku kemudian lanjut bicara. "Aku harus sama Taehyung kalau menelpon Mama."

Nona Mari tertawa seraya berjalan menuju bagasi dan membukanya. "Jauh? Lumayan. Aku khawatir ada yang melakukan hal aneh. Cuma antisipasi," katanya kemudian mengidikkan bahu. "Ini, ambil koper kalian."

Kami kemudian masuk menuju penginapan. Tempat ini besar, persis seperti villa-villa yang pernah kulihat di televisi sewaktu masih kecil. Ada empat lantai dan bangunannya indah meskipun tidak terlalu mewah, lebih mengarah pada bangunan minimalis. "Anak laki-laki belok ke kiri, di depan sana khusus perempuan." Kami mengikuti arahan Nona Mari, hingga tiba di sebuah kamar yang tidak terlalu besar tapi masih cukup untuk tiga orang.

Yuri, Jina dan aku sama-sama melihat-lihat kamar itu. Aku membuka jendela dan melihat pemandangan dari sana. "Wah ... saat di Jeju aku cuma bisa melihat laut, kalau tidak juga hanya sawah-sawah."

JEJU: My Escape Notes | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang