13. Apa yang tidak aku ketahui

59 6 1
                                    

|Dipublikasikan pada, 17 Maret 2024|
|Oleh ©janeruby37|

Malam hari sepulang latihan balet, aku mampir sebentar ke cafe dekat pelabuhan hanya sekedar untuk menyambangi Kapten Jae yang sedang duduk sendirian di salah satu meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari sepulang latihan balet, aku mampir sebentar ke cafe dekat pelabuhan hanya sekedar untuk menyambangi Kapten Jae yang sedang duduk sendirian di salah satu meja. Tampak lelah, aku bisa mendengar suara helaan napas beratnya dari belakang. Setelah memesan coklat panas, aku turut bergabung di meja yang sama dengan Kapten Jae sehingga membuatnya terkejut begitu menyadari guncang kecil yang tercipta akibat benturan dari kaki meja dengan kakiku.

Pipi dan hidungnya telah memerah, agaknya kesadarannya sudah nyaris habis terangkat. Di atas meja itu ada satu, dua, tiga ... tiga botol soju, dua di antaranya sudah tandas, sedang yang satunya lagi sisa setengah. "Oh, Sana?" Dia lekas mengangkat kepala begitu menyadari kehadiranku, tapi seberapa keras pun usahanya, tetap saja kepalanya tidak mampu terangkat sempurna.

Namun, bagaimana pun kacau dirinya, Kapten Jae selalu terlihat berkarisma seperti biasanya. Perawakan gagah serta rahang tegasnya melengkapi wujud tersebut. Dan secara perlahan-lahan aku menarik botol soju dalam genggamannya, hingga membuatnya sedikit kesal. "Hey!" Kapten Jae tidak terima sehingga berusaha mengambil botol itu kembali, tapi aku tidak mengindahkannya.

Tahu-tahu Kapten Jae mengangkat kedua tangannya seperti pencuri yang menyerahkan diri pada polisi. "Baiklah, ambil saja. Aku tidak perlu itu," ujarnya dengan kepala tertunduk kacau.

Seumur-umur, ini adalah kali kedua aku menemukan Kapten Jae dalam keadaan kacau. Yang pertama sudah lama sekali, tepat setelah kabar buruk yang datang dari cinta pertamanya. Tapi kala itu aku tidak begitu mengingat kejadiannya dengan baik, sebab saat itu aku masih belum terlalu mengerti tentang apa saja yang tengah terjadi.

Meski kali ini tidak separah yang waktu itu hingga membuat Kapten Jae nyaris celaka di laut, tapi tetap saja tampaknya ada yang tidak beres. Dari sorot ekor mata, aku bisa melihat jendela kaca besar yang bisa menampakkan tempat biasa Bibi Injeong berada, kini tempat itu kosong. Oh, aku mulai menyadari sesuatu. Tapi sebisa mungkin aku berusaha agar jangan membahas tentang Bibi Injeong dulu untuk sementara.

"Kapten, jika aku ingin bertemu Kak Juwan, apa kau bisa membawaku ke Seoul?" tanyaku basa-basi. 

Ada suara decakan samar yang kudengar dan setelahnya disusul oleh suara kekehan kecil. "Kau ingin ke Seoul untuk menemui Juwan atau hanya ingin pergi ke sana?" sahutnya, membuatku tidak mengerti.

"Aku tidak mengerti maksudmu. Tapi aku sudah diizinkan Mama untuk ikut balet. Jadi, apa pun alasannya aku tidak dilarang lagi."

Namun, lagi dan lagi Kapten Jae terkekeh. "Dengar, Yoon Sana. Aku mengerti bahwa anak seusiamu pasti berharap tinggal di Seoul, karena kota itu sangat indah dan maju. Tapi ... kota besar tidak selalu tampak indah seperti yang terlihat di televisi ataupun media sosialmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JEJU: My Escape Notes | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang