11. Hari yang membuatku sedih

57 9 5
                                    

1 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1 tahun kemudian...

Saat kecil dulu aku mengira lulus sekolah berarti hari-hari yang melelahkan sudah berakhir. Tidak akan ada lagi pekerjaan rumah, tidak ada mata yang lelah karena harus belajar sampai tengah malam, dan tidak perlu lagi berusaha keras untuk belajar demi mengambil posisi pertama dalam deretan peringkat kelas. Namun, ternyata aku salah. Lulus sekolah berarti sama saja mengambil pilihan baru untuk menjalani hidup yang sesungguhnya.

Oh ya, aku pernah mendengar──entah dari siapa──bahwasanya kepintaran tidak akan berguna jika kita berasal dari keluarga yang salah. Ketika pengumuman kelulusan setelah ujian berakhir, Taehyung dinyatakan sebagai lulusan terbaik──nomor satu──dan aku menjadi yang nomor dua. Awalnya aku memang tertawa-tawa saja seolah apa yang didapatkan Taehyung hanyalah belas kasihan dariku karena tidak tega.

Anggap saja peringkat pertama yang didapatnya adalah bentuk simpati dariku, karena dia ingin masuk ke fakultas kedokteran. Setidaknya dia harus berhasil dengan nilai tertinggi, meski aku yang mengalah. Karena faktanya, aku tidak akan bisa berkuliah meski punya nilai yang bagus, ataupun bakat hebat yang sudah terbukti sejak masih kecil.

Tapi sekarang aku ingin menangis. Tebasan ombak itu membuatku semakin ingin menumpahkan semuanya tanpa terlihat. Aku melepaskan sepatu di atas hamparan pasir yang lembut, lalu melempar tas secara asal. Sapuan ombak yang mulai pasang menggelitiki kakiku yang telanjang. Aku bersyukur ada suara gemuruh angin laut serta ombak yang berisik, karena itu membuat isak tangisku tidak terdengar oleh siapa pun.

Lantas aku mengambil langkah mundur sebanyak sepuluh kali untuk mengambil ancang-ancang, lalu tanpa pikir panjang langsung berlari menuju air laut. Aku tidak lagi peduli meskipun seragamku basah ataupun kotor. Aku juga tidak memikirkan apakah sepatu dan tasku telah dilahap oleh ombak yang pasang.

Aku melompat ke air, membiarkan seluruh badanku basah tanpa tersisa. Badanku terombang-ambing di atas gelombang pasang yang masih terbilang kecil di akhiran musim panas. Anggap saja air laut ini adalah kasur mewah nan lembut seperti yang pernah kulihat pada pajangan di dalam sebuah toko di Seoul waktu itu. Lalu langit cerah di atas sana adalah lukisan indah dari seorang seniman yang banting setir menjadi arsitek. Dan suara gemuruh ombak serta angin ini adalah iringan musik orkestra yang mengantarku menuju dunia yang lebih ramah untukku.

Kubiarkan air laut serta segala unsur yang menemaniku kini menyatu dengan daksaku. Kuanggap daksaku kini adalah sebuah kapal tongkang yang terputus dari kapal tunda yang menariknya, aku terombang-ambing tetapi masih mengapung, ketika ombak tersebut mengaliriku dengan airnya rasanya seluruh beban dari telapak kaki hingga ke ubun-ubun mulai terangkat dan menghilang bersama buih lautan yang terhempas ke bibir pantai.

Pada awalnya pikiranku mulai tenang ketika badanku mengapung di atas air, tapi tahu-tahu ombak besar datang dari sisi lain. Ini bukan tsunami, tetapi Taehyung yang tanpa aba-aba melompat menciptakan ombak lain di air. Tidak sengaja air asin sialan yang mengelilingiku kini masuk ke dalam hidung dan mulut, seketika itu juga aku terbatuk seraya berpijak pada pasir di dalam air yang masih cukup dangkal.

JEJU: My Escape Notes | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang