✧◝YOON SANA◜✧
╣[-Mulmed: The happiest girl by Blackpink-]╠
Sebelum menjadi pegawai bank dan menikah, dulunya Papa adalah putra dari seorang pemilik restoran di Seoul. Sedangkan Mama adalah putri dari seorang investor dari Gwangju yang pindah ke Seoul setelah bangkrut. Orang tua Mama hidup berganti-ganti profesi dalam beberapa tahun; dari pedagang bahkan petugas kebersihan di hotel. Papa dan Mama bertemu di restoran milik keluarga Papa, ketika itu Mama melamar pekerjaan di sana. Pada pertemuan mereka di kala itu Papa masih kuliah dan Mama sama sekali tidak melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA. Aku tahu kisah cinta mereka terlalu klise. Hal-hal manis yang sering terjadi ketika Papa datang berkunjung ke restoran dengan berbagai alasan──padahal untuk melihat Mama──kadang membuat Mama malu. Kenyataannya pada masa-masa itulah cinta mulai bersemi.
Tiga tahun setelah saling mengenal, Papa dan Mama menikah. Mereka mengikat janji dan membuat berbagai macam mimpi. Hidup itu indah, begitulah yang mereka katakan sebelum badai datang. Kupikir Mama masih bahagia hingga hari kelahiran Juwan. Mereka tinggal di Seoul. Tapi yang kutahu, sejak aku lahir kami semua sudah tinggal di Jeju. Aku tidak tahu apa yang menghancurkan mimpi-mimpi Papa dan Mama, hingga bahkan rela meninggalkan kehidupan yang indah di kota gemerlap itu.
Aku lahir dan dibesarkan di Jeju, yaitu pulau yang mereka sebut-sebut sebagai surga dari segala keindahan. Sejak usia tujuh tahun, aku terbiasa duduk dengan kaki menjuntai pada pemecah ombak. Biasanya Juwan datang menemani, ia selalu suka menatap bulan purnama ketika laut pasang. Ketika itu usia Juwan masih dua belas tahun, pada masa itu ia masih sering bilang Jeju adalah surga yang menyuguhkan keindahan. Pada saat itu kami masih sama-sama mencintai pulau ini, benar-benar tidak menyangka bahwasanya akan ada banyak hal yang berubah setelah tahun-tahun berikutnya.
Sejak kecil aku terbiasa bahagia di pulau ini, karena aku punya segalanya; Papa, Mama, Juwan, Taehyung dan Paman Han. Kami hidup dalam lingkaran kasih sayang. Paman Han yang sama sekali tidak memiliki ikatan darah dengan keluarganya kami justru bersikap terlampau baik melebihi saudara sendiri. Paman Han sangat baik dan selalu begitu. Bahkan saat Papa sakit, Paman Han tidak pernah sungkan memberi bantuan. "Katakan kalau butuh. Jangan pernah ragu, karena kita adalah keluarga," kata Paman Han di kala Mama kalang kabut berusaha mencari pinjaman untuk biaya operasi Papa.
Tetapi ... aku benci beberapa hal.
Pulau indah ini justru mengambil beberapa keping dari hal-hal yang benar-benar kucintai. Setelah memisahkan kami dengan Papa, ia juga menjauhkan Juwan.
Tahun lalu terjadi komplikasi pada Papa sehingga seluruh organ menolak bekerja. Papa yang sakit parah di rumah sakit cuma bisa mengandalkan alat-alat medis untuk bertahan hidup. Sejak tiga bulan sebelumnya Papa koma, sama sekali tidak bergerak bahkan terlihat seperti orang yang tidak hidup. Cuma jantungnya saja yang masih berdetak, sementara oksigen serta obat-obatan lainnya dipaksa masuk menggunakan berbagai macam alat. Kupikir saat itu Papa pasti sangat menderita. Papa kesakitan, tapi kami egois menahan Papa untuk tetap bersama kami. Kadang aku menyesal untuk hal-hal seperti itu.
Ketika pengobatan selama setahun tidak membuahkan hasil dan keuangan semakin menipis, bahkan sampai terlilit hutang di mana-mana, pada akhirnya Juwan mengambil keputusan untuk menandatangani sebuah surat keputusan pencabutan alat medis di badan Papa. Aku meyakinkan Juwan bahwa yang dilakukannya tidak salah, Papa sudah cukup menderita dengan ditahan menggunakan alat-alat itu, setidaknya setelah ini Papa akan tenang. Maka pada pertengahan musim panas waktu itu, Papa dinyatakan meninggal.
Beberapa orang lega, karena setidaknya Papa sudah terbebas dari rasa sakit itu. Namun, ada juga yang masih nampak sakit untuk melepas.
Pada malam ketika Juwan menandatangani surat keputusan itu, Mama marah besar. Padahal sebelumnya sudah dijelaskan beberapa alasan mengapa hal ini perlu dilakukan. Badan Papa bahkan hampir tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan sama sekali dan agaknya memang tidak akan pernah ada harapan sampai kapan pun. Kami cuma menahan kepergian Papa selama setahun itu. Kurasa benar-benar telah menyakiti Papa dengan tetap menahannya di tengah rasa sakit. Namun, sayangnya Mama gagal mengerti tentang itu. Mama mengamuk dan lari ke kantor polisi sambil berteriak-teriak mengatakan Juwan telah membunuh ayahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJU: My Escape Notes | KTH
Teen FictionTentang mereka yang mencoba membebaskan diri dalam belenggu derita tak berujung. Tentang orang-orang yang hidup dalam sebuah mimpi yang mati. Dan tentang cara-cara mereka untuk meraih kebahagiaan di tempat yang asing. "Kita sama-sama hancur. Kita sa...