Sedih aku pembaca JEJU ga
sebanyak work aku yg lainnya :(
pembaca gelapnya juga
lebih mendominasi.
Bantuin share cerita ini
ke temen² kalian juga ya.
Dan semoga pembaca gelap
di sini berkurang :((Kami telah di perjalanan pulang menuju Jeju. Ketika bus milik Produser Kim melaju keluar dari wilayah Seoul, entah mengapa rasanya napasku tercekat. Aku belum ingin pergi. Makanya ketika palang perbatasan wilayah telah terlihat, aku menoleh ke belakang bus untuk melihat jalanan
Seoul yang telah terlewati.
Kemudian aku menghela napas begitu bus semakin menjauh dari Seoul, lantas menoleh ke arah Yuri yang duduk berdampingan dengan Jaejun di depan kami. Namun, tanpa mengatakan apa pun tahu-tahu Taehyung sudah menggenggam tanganku begitu saja. "Kita akan ke sana lagi nanti," bisiknya di telingaku.
Meskipun merasa sedikit tidak rela atas perpisahan dengan kota gemerlap ini, dengan berat hati aku berusaha melepaskan semua perasaan sesak itu. Sebelumnya aku sudah puas menguras air mata ketika berpamitan dengan Juwan, sekarang palang tanda perbatasan kota Seoul membuatku ingin menangis lagi.
Tapi sebelum aku berakhir runtuh, Taehyung sudah lebih dahulu memutar badanku untuk menghadap padanya. Tanpa permisi ia justru menatapku dalam jarak yang sangat dekat, membuatku terpaksa menundukkan kepala karena terlampau malu untuk mempertunjukkan mataku yang terlanjur berair padanya.
"San, lihat aku." Taehyung menangkup wajahku dengan kedua tangannya, seolah-olah ia memberikan titah bahwa dirinyalah di sini yang memegang kuasa dan aku harus menuruti apa yang dikatakannya. Mengelak pun rasanya tidak berguna, sebab ia selalu punya cara untuk mengunci mataku agar terus menatap padanya. "Kita sudah janji, kan? Nanti kita ke Seoul lagi, bersama-sama."
Tanpa meloloskan sepatah kata pun, aku langsung masuk ke dalam rengkuhan Taehyung. Tidak peduli meski anggota lain yang duduk di kursi sebelah kami melihat, tapi sepertinya mereka tertidur karena terlampau kelelahan. Setidaknya aku punya waktu untuk melepaskan semua kegelisahan lewat pelukan ini. Ketika Taehyung memberikan elusan pada punggungku, rasanya aku menjadi tenang seolah-olah semua duka yang tersimpan menjadi lenyap begitu saja.
Kami tiba di dermaga ketika warna jingga telah menduduki langit bagian barat. Bus mini yang kami naiki masuk ke dalam kapal menuju tempat khusus kendaraan, lalu kami turun dari bus dan berjalan bersama-sama ke dalam.
Ketika yang lainnya masuk dan mengajak untuk beristirahat di dalam, aku urung niat untuk ikut. Aku ingin di luar sebentar, karena itu Taehyung terpaksa mengikutiku. "Anginnya deras, tidak takut mabuk laut?" tanya Taehyung seraya ikut-ikutan berpegangan tangan pada pagar pembatas kapal sepertiku.
Namun, aku justru tertawa mendengar pertanyaannya. "Kita bahkan tinggal di dekat laut selama ini," kataku sehingga Taehyung balas terkekeh juga. Angin seperti ini sudah menjadi hal biasa bagi kami yang memang tinggal di Pureung, desa bagian pesisir Jeju.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJU: My Escape Notes | KTH
Teen FictionTentang mereka yang mencoba membebaskan diri dalam belenggu derita tak berujung. Tentang orang-orang yang hidup dalam sebuah mimpi yang mati. Dan tentang cara-cara mereka untuk meraih kebahagiaan di tempat yang asing. "Kita sama-sama hancur. Kita sa...