1. Sang Pengobat

182 28 10
                                    

"Mulmed: Winter flower by Younha (feat RM)"

✧⁠◝YOON SANA◜⁠✧

Surya telah menghilang sepenuhnya. Gelap menyelimuti, mendung pun menyertai. Rembulan malu-malu menampakkan diri di balik kelabu yang mengambang di atas langit gelap. Bersama rintik-rintik kecil yang jatuh dari langit, aku mendongakkan kepala dengan tangan terbuka di udara. Menyadari bahwa rinai yang jatuh akan semakin banyak, aku berlari dengan cepat untuk mencari tempat berteduh.

Aku teringat, dulu aku pernah terjebak di bawah pohon besar di kebun Paman Han bersama kakakku, Juwan. Lima tahun lalu, saat itu aku masih mengenakan seragam SMP dan Juwan mengenakan seragam SMA. Meski bibirnya telah menggigil bahkan membiru, Juwan tetap memintaku untuk bertahan sebentar lagi di bawah pohon itu. Surya telah tenggelam, tetapi rinai yang jatuh dari langit tidak kunjung mereda juga. "Kalau kita pulang dengan pakaian basah kuyup, Mama akan marah-marah," kata Juwan sambil memeluk dirinya sendiri di kala itu.

Kami tetap bertahan di sana sampai gelap jatuh dan akhirnya Paman Han menemukan kami telah tertidur dengan badan sedingin es dan bibir yang biru. Di malam itu Mama marah-marah, bahkan punggung Juwan sampai menjadi sasaran empuk untuk mendaratkan sebuah ember besar. Pakaian yang basah kuyup menjadi alasan kemarahan Mama, ditambah lagi karena aku dan Juwan tidak langsung pulang alias malah bersembunyi di kebun Paman Han sampai tertidur, tentunya alasan itulah yang membuat Mama tidak bisa memberikan toleransi kepada kami untuk yang itu.

Di kala itu Papa sedang sakit. Mendengar Mama marah-marah Papa langsung menengok ke luar kamar. Papa memelukku erat sekali, kemudian memintaku untuk mengganti pakaian dan tidur di kamar. Sedangkan Juwan masih menjadi bahan pelampiasan amarah Mama, ia hampir menangis. Padahal sejak kecil Juwan sudah menanamkan janji pada dirinya sendiri bahwasanya sebagai seorang anak laki-laki ia tidak boleh sampai meneteskan air mata, maka hingga kini pun tiada air mata yang menetes hanya karena hal sepele. Namun, jika itu berkaitan dengan Mama, mengapa air matanya malah lolos dengan gampang sekali.

Sekarang semuanya sudah banyak berubah, keluarga, hidup kami, pola pikirku, juga Juwan. Semuanya berubah sangat jauh dalam waktu lima tahun.

Dalam sunyi sendirian di tengah bising rinai, aku menggigil sambil mencoba memeluk diri sendiri. Hanya dengan seragam SMA dan rok sepaha, tentu membuatku semakin merasakan dingin. Bahkan jam sudah menunjuk ke angka setengah sembilan tetapi tidak ada juga tanda-tanda bahwa hujan akan mereda barang sedikit saja.

Kemudian dari kejauhan aku memperhatikan sesuatu. Sembari menyipitkan mata, mencoba memfokuskan pandangan pada satu titik di depan. "Paman Han!" Aku berteriak sambil melambaikan tangan. Seketika pria paruh baya yang sedang berjalan dengan payung itu menoleh ke arahku. Ia kenal bahwa putri dari tetangganyalah yang memanggil, lantas Paman Han mendekat bersama payungnya juga.

"Butuh tumpangan payung ya?" tanya Paman Han sambil terkekeh. Aku balas juga begitu, terkekeh juga.

"Iya," jawabku dan setelahnya ikut berjalan di bawah naungan payung milik Paman Han.

Di malam begini agaknya Paman Han baru kembali dari supermarket, begitulah praduga yang kupikirkan. Sebagai duda beranak satu, tentunya Paman Han harus lebih ekstra dalam segala hal. Seperti merangkap sebagai seorang ayah juga ibu bagi putranya yang seumuran denganku, juga harus ekstra dalam bekerja untuk memenuhi celah uang saku.

"Bagaimana sekolahmu? Paman dengar dari Taehyung kau marah padanya karena merebut peringkat pertama darimu." Paman Han nampak tidak nyaman saat berkata demikian, barangkali merasa bersalah karena telah membuat kecewa orang lain di satu sisi.

Kaki beliau yang lebih panjang dariku melangkah lebih lambat seraya mencoba mengimbangi langkahku. Aku menatap wajah Paman Han dari samping, bulu-bulu halus yang hampir memutih menumbuhi sisi wajah beliau. Aku berpikir sudah berapa lama Paman Han tidak lagi merawat diri sendiri, ataukah memang sudah sejak lama alias sejak ditinggal sang istri? Sungguh tidak enak jika membiarkan Paman Han berkata demikian, terlebih lagi itu hanya karena Taehyung mengambil posisiku sebagai peringkat pertama di kelas. "Tidak, Paman Han. Saat itu aku hanya sedikit kesal karena merasa diriku sendiri telah gagal. Aku tidak menyalahkan Taehyung atas semua itu."

JEJU: My Escape Notes | KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang