Bab 9

104K 9.6K 251
                                    

Almira berencana memesan taksi online untuk pulang. Saat ia mengeluarkan ponselnya, ada satu mobil yang berhenti di depannya. Mobil itu dikenali oleh Almira sebagai mobil Radit. Benar saja, sosok Radit turun dari mobil dan dengan langkah lebar menghampirinya. Tanpa berkata apapun Radit membukakan pintu mobil untuk Almira.

"Masuk," pinta Radit tegas.

Almira menuruti perkataan Radit untuk masuk ke mobil.

Radit berputar dan masuk ke sebelah Almira. Setelah mengenakan sabuk pengamannya ia menoleh ke arah Almira. Dengan tatapan matanya ia menyuruh mengingatkan Almira untuk memakai sabuk pengaman.

"Aku kira Mas Radit udah pulang," ucap Almira sembari mengenakan sabuk pengamannya.

Radit menoleh sekilas sebelum menginjak gasnya dengan perlahan. Mobil mulai bergerak keluar dari area kampus.

"Mas Radit nungguin aku ya?" tanya Almira lagi.

"Iya."

Tidak puas dengan jawaban dari Radit, akhirnya Almira bertanya lagi. "Emang Mas Radit nggak kerja?"

"Nggak."

Almira ingin berteriak kesal mendengar jawaban yang keluar dari mulut Radit. Ia berharap ada jawaban yang sedikit lebih panjang dari Radit. Seperti sedang sariawan, justu Radit menjawab dengan sangat singkat. Tidak lupa juga dengan wajah tanpa ekspresi.

"Mas, bisa nggak jawabnya agak panjangan dikit?"

"Nggak bisa."

"Mas Radit ngapain aja selama aku kuliah?" tanya Almira tidak menyerah begitu saja.

"Diam di mobil."

"Mas nggak mau nanya tentang aku gitu?" tanya Almira menatap Radit. "Siapa tau Mas penasaran aku kuliah jurusan apa," lanjutnya.

"Nggak mau tau."

"Ya ampun, Mas." Almira menghitung satu sampai tiga dalam hatinya sebelum melanjutkan ucapannya. "Mas kalo sama orang lain kayak gini juga ya?"

"Iya."

"Orang lain nggak pernah frustasi kalo ngobrol sama Mas Radit?"

"Nggak."

"Atau jangan-jangan Mas Radit nggak pernah diajak ngobrol sama orang?" tanya Almira lagi.

"Ngobrol hal yang penting-penting aja."

Almira tiba-tiba bertepuk tangan dengan heboh. "Aku ingat, Mas pernah ngobrol sama perempuan cantik di restoran lantai bawah apartemen," ucapnya bergitu teringat. 

Ucapan Almira berhasil membuat Radit menoleh ke arah perempuan itu. "Kamu nguping."

Almira tertawa pelan. "Nggak bisa dibilang nguping sih, Mas. Soalnya aku dengerinnya nggak sengaja."

Radit berdecak keras. Tentu saja ia tidak bisa percaya dengan ucapan Almira. Jelas-jelas malam itu ia melihat Almira memperhatikan terus ke arah mejanya. Ia yakin kalau saat itu Almira memang sengaja mendengarkan percakapannya dengan lawan bicaranya.

"Tapi, Mas," ucap Almira setelah keheningan beberapa saat. "Harusnya Mbak yang nangis-nangis waktu itu merasa beruntung. Aku malah yakin banget Mbaknya bakal lebih nangis kalo pacaran sama Mas Radit."

"Kenapa?" Entah kenapa mulut Radit mengeluarkan kalimat tanya itu.

"Karena Mas Radit cuek banget," jawab Almira. "Bayangin aja kalo jadi pacarnya Mas Radit, kayaknya tiap hari bakal makan hati."

Radit berdecak kesal.

"Tiap ngobrol sama Mas Radit pasti jawabannya selalu singkat. Padahal cewek tuh suka yang jawabannya panjang-panjang."

Knock, Knock! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang