Keluar dari toilet, Almira sudah menemukan Radit ada di depan sedang menunggunya. Begitu Radit melihatnya, laki-laki itu langsung menghampiri dan merangkul pinggangnya.
"Sudah dibayar," ucap Radit saat Almira hendak mengeluarkan uang dari dompet.
Almira mengangguk. Sepanjang perjalanan menuju parkiran mobil, ia hanya diam saja. Ia tidak tahu apa yang saat ini dipikirkan Radit soal keluarganya. Kelakuan Mamanya benar-benar keterlaluan sampai berani memarahinya di depan umum. Setelah puas menangis di salah satu bilik toilet, akhirnya Almira memberitahu Radit keberadaannya. Itu yang membuat Radit sudah ada di depan toilet begitu Almira baru keluar.
Bahkan saat sudah di dalam mobil, tidak ada satupun dari Almira atau Radit yang membuka suara. Mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing.
Begitu mobil sudah sampai di basement parkiran apartemen, Radit tidak membiarkan Almira untuk turun dari mobil.
"Kamu nggak papa?" tanya Radit menatap lekat wajah Almira.
Almira sebisa mungkin menarik sudut bibirnya ke atas untuk menyunggingkan senyuman. "Nggak papa."
"Yakin?"
Almira diam, lalu mengangguk. Tak sanggup lagi ia mengeluarkan kata-kata untuk menjawab.
Radit menghela napas panjang. Lalu ia mengambil tangan Almira untuk ia pegang. Di situlah ia melihat pertahanan Almira runtuh perempuan itu menangis keras. Dengan sigap Radit langsung membawa Almira masuk ke dalam pelukannya.
"Nangis aja. Nggak papa," bisik Radit.
Mendengar itu membuat Almira mengeluarkan suara tangisan lebih keras. Semua beban yang ia tahan selama perjalanan, akhirnya tumpah begitu saja. Padahal ia tidak mau menangis di depan Radit. Tapi ternyata ia tidak bisa menahan diri lagi. Saat ini sudah ada orang yang berpihak ke dirinya. Terutama keluarganya sendiri. Entah berapa lama ia menangis, sampai membuat kaos Radit basah karena air matanya. Almira melepaskan dirinya dari pelukan Radit.
"Udah lebih tenang?" tanya Radit dengan tangan mengusap air mata di pipi Almira.
Almira mengangguk.
Radit turun dari mobil lebih dulu, lalu ia membukakan pintu untuk Almira. Tangan kirinya membawa tas Almira, sedangkan tangan kanannya merangkul pinggang Almira. Ia memilih membawa perempuan itu ke apartemennya.
"Kenapa ke sini?" tanya Almira heran.
"Kamu lagi sedih."
"Terus?"
"Jangan sendirian."
Mendengar itu membuat perasaan hangat menjalar dalam diri Almira. Tidak pernah ia diperhatikan seperti ini oleh siapapun. Selama ini ia selalu sendirian saat merasa sedih.
"Mas, aku ngantuk."
"Tidur di kamarku aja." Radit menggiring Almira memasuki kamarnya. "Maaf kalo ada bau iler."
Sontak Almira tertawa. Ia benar-benar merasa terhibur dengan celetukan Radit meski laki-laki itu berbicara dengan wajah datar. Radit punya cara tersendiri untuk menghiburnya yang sedang sedih. Kemudian ia membaringkan tubuhnya ke kasur. Ia mencoba menghirup dalam aroma bantal yang ia gunakan, memastikan kebenaran ucapan Radit. Ternyata ia tidak mencium bau tidak sedap dari sana. Yang ada hanya bau wangi seperti kayu manis. Sebelum Almira terlelap, ia masih merasakan sebuah kecupan lembut mendarat di dahinya.
***
"Berani kamu nginjak kaki di rumah ini?" tanya Safa.
"Ini masih rumahku juga," balas Almira dengan tajam. Setelah itu ia memilih berjalan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Safa yang sedang menyirami tanaman di halaman depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Knock, Knock! (Completed)
ChickLitSatu tahun tinggal di apartemen, Almira tidak pernah berinteraksi dengan tetangga kanan dan kirinya. meskipun tidak berinteraksi, bukan berarti ia tidak tahu siapa yang tinggal di sekitarnya. Ada satu laki-laki yang menurut pengamatannya berusia ke...