"Harusnya kamu sukanya sama cewek aja, jadi kalo lagi galau aku bisa maklum," gumam Almira melirik ke kursi sebelahnya.
Malam semakin larut, membuat Almira mengemudikan mobil pajero milik Devan dengan hati-hati. Ia yang tidak menyentuh alkohol sedikitpun harus memapah Devan yang setengah sadar. Bahkan untuk berjalan, laki-laki itu sudah tidak bisa tegak.
Begitu sampai di apartemen, Almira memanggil satpam, meminta bantuan untuk memapah Devan ke apartemennya. Tiba di depan pintunya, ia mengucapkan terima kasih pada satpam yang sudah membantunya. Saat ia ingin membuka pintu apartemen, di sudut matanya ia melihat Radit sedang keluar dari apartemen. Kalau biasanya ia selalu menyunggingkan senyum jika melihat Radit, kali ini Almira memilih mengabaikannya dan langsung masuk ke apartemen. Sekuat tenaga ia membawa Devan masuk dan setengah melemparkan tubuh besar itu ke atas sofa.
Almira meninggalkan begitu saja Devan di sofa dengan posisi kaki menggantung. Ia masuk ke kamar dan baru teringat kalau tasnya yang berisi laptop masih tertinggal di mobil Devan. Setengah kesal ia bangkit dari kasur dan mengambil kunci mobil yang tadi ia letakkan di atas meja. Sambil menggerutu, ia keluar dari apartemen untuk memgambil tasnya yang tertinggal.
Selesai mengambil tas, bukannya kembali ke apartemen, Almira malah berniat ke salah satu restoran yang ada di lantai bawah apartemen. Kebetulan ada beberapa restoran yang buka dua puluh empat jam. Saat kakinya masuk ke salah satu restoran, ia lagi-lagi melihat sosok Radit yang tengah duduk di restoran itu. Kali ini laki-laki itu tidak sendiri, melainkam ada cewek cantik dengan rambut panjang yang duduk membelakangi Almira.
Karena tujuan Almira memang ingin makan di restoran itu, akhirnya ia memutuskan untuk masuk lalu duduk di kursi yang kosong. Dari tempatnya duduk, hanya ada dua meja yang memisahkan dengan meja Radit bersama perempuan berambut panjang itu. Samar-samar ia mendengar suara nangis sesenggukan yang berasal dari meja Radit.
Selesai memesan makanan pada pelayan, Almira bergegas membuka laptopnya dan menajamkan telinganya guna mendengar percakapan yang ada di meja Radit. Rasa ingin tahu yang begitu besar membuatnya menjadi penasaran.
"Aku kira hubungan kita selama ini kamu anggap spesial, Mas."
"Aku nggak pernah bilang kayak gitu."
"Tapi kelakuan Mas Radit menyiratkan itu semua."
Almira mendengar jelas perempuan itu berbicara dengan sesenggukan. Matanya tertuju pada laptop, tapi telinganya tetap mendengarkan percakapan Radit dan perempuan itu.
"Selama satu bulan ini Mas Radit selalu baik sama aku. Wajar kalo aku nganggap Mas Radit itu suka sama aku."
"Aku baik karena kita sedang ada kerjasama," sahut Radit. "Nggak mungkin aku memperlakukan kamu buruk selama kita menjadi partner kerja."
"Tapi aku suka sama Mas Radit."
"Aku nggak."
Almira berusaha untuk menahan tawanya mendengar tanggapan dari Radit yang singkat dan diucapkan dengan suara datar.
"Mas Radit tau kalo Mamaku suka kalo aku punya hubungan lebih sama Mas Radit."
Almira melirik saat tidak mendengar suara tanggapan Radit. Ia hanya melihat Radit mengerutkan kening dalam.
"Aku bahkan udah terlanjur bilang ke Mamaku kalo hubungan kita ini spesial."
"Kamu terlalu berlebihan."
Dari tempatnya duduk, Almira bisa melihat perempuan itu mengambil selembar tisur di atas meja untuk mengusap air mata yang ada di mata. Almira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil berdecak pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock, Knock! (Completed)
ChickLitSatu tahun tinggal di apartemen, Almira tidak pernah berinteraksi dengan tetangga kanan dan kirinya. meskipun tidak berinteraksi, bukan berarti ia tidak tahu siapa yang tinggal di sekitarnya. Ada satu laki-laki yang menurut pengamatannya berusia ke...