Almira tidak mengira kalau Radit benar-benar akan melakukan hal ini. Padahal sudah berulang kali Almira melarang, karena ia merasa belum siap. Kini ia sudah duduk bersebelahan dengan Radit, dan ada sepasang orang tua Almira di hadapan mereka. Dari awal kedatangannya dan Radit, ia sadar baik Mama ataupun Papanya tidak ada yang terlihat bersahabat sama sekali dengan kehadiran mereka. Padahal Radit datang tidak dengan tangan kosong. Berbagai jenis makanan dari mulai bolu, sampai makanan lainnya dibawakan untuk orang tua Almira.
Radit melirik ke arah Almira sekilas, berusaha menenangkan perempuan yang nampak gugup. Baru setelah itu ia menatap lurus ke kedua orang tua Almira.
"Maaf kalo saya lancang datang ke sini tanpa diundang dulu sama Om dan Tante."
"Ada keperluan apa dateng ke sini?" tanya Papa Almira dengan suara sedikit meninggi.
"Saya ke sini berniat mau melamar Almira," jawab Radit dengan lugas.
Mama Almira melipat kedua tangan di depan dada dengan satu sudut bibir terangkat. "Almira sudah ada yang ngelamar duluan. Tepatnya dua hari yang lalu. Yang ngelamar anak teman suami saya yang kerja di kantor pajak," jelasnya penuh penekanan.
"Mama!" seru Almira tertahan.
"Apa yang dibilang sama Mamamu emang benar. Rifqi udah ngelamar kamu dua hari yang lalu," sahut Papa Almira dengan santai. Kemudian tatapannya beralih pada laki-laki yang duduk di sebelah Almira. "Kamu pasti tau aturannya, kan? Tidak boleh melamar perempuan yang sudah mendapat dari laki-laki lain, kecuali lamaran itu ditolak atau dibatalkan."
"Papa keterlaluan...." Almira sudah seperti ingin menangis mendengar ucapan dari orang tuanya. "Papa sama Mama kenapa setega itu sih sama aku?"
Radit masih berusaha bersikap santai. Bahkan ia menggenggam tangan Almira, berusaha memberikan perempuan itu kekuatan.
Dengan tatapan menghunus, Almira menatap lurus ke Papanya dan Mamanya "Asal Papa sama Mama tau, Mas Radit udah ngelamar aku dari satu bulan yang lalu. Aku udah terima lamaran Mas Radit, dan aku nggak batalin sampe sekarang."
Wajah Papa Almira langsung berubah keras. "Lancang namanya ngelamar anak orang tanpa datang ke orang tuanya!" sentaknya.
"Terus apa bedanya sama anak teman Papa yang ngelamar aku, tapi akunya nggak ada. Emang siapa yang mau dia lamar? Mama?" balas Almira.
"Almira!" teriak Mama penuh emosi.
"Satu bulan yang lalu Mas Radit ngelamar aku dan bilang akan nikahin aku setelah lulus. Berulang kali Mas Radit minta aku buat nemuin Mama dan Papa, dan berulang kali aku nolak karena ngerasa aku belum siap." Almira menjeda sejenak, berusaha mengatur napasnya. "Bukan karena aku nggak siap nikah sama Mas Radit, tapi aku nggak siap kalo Mas Radit ketemu Mama sama Papa," lanjutnya
"Papa tetap nggak mau punya mantu yang kerjanya nggak jelas!" tegas Papa Almira.
Radit menarik napas panjang. Ternyata apa yang dikatakan Almira soal orang tuanya memang benar adanya. Baik Papa ataupun Mama Almira, benar-benar tidak bisa menerima menantu dengan pekerjaan yang tidak sesuai keinginan mereka.
"Kamu tau kan itu artinya apa?" tanya Mama Almira dengan memberikan tatapan meremehkan pada Radit.
"Maaf Om dan Tante. Saya memang bukan laki-laki yang bekerja di kantoran seperti yang kalian inginkan. Tapi alhamdulillah, pendapatan saya lebih dari cukup untuk membahagiakan Almira. Saya juga tidak mungkin berani untuk melamar anak orang tanpa kematangan finansial."
"Kalo usahamu bangkrut gimana, hah?" sela Papa Almira.
"Saya menjalankan usaha ini sudah dari lama. Bahkan ditahun ini saya berencana buat buka cabang baru di kota Malang. Di sini saya nggak mau sombong, tapi saya cuma mau buktiin kalo Almira akan baik-baik saja kalau nantinya akan menjadi istri saya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Knock, Knock! (Completed)
ChickLitSatu tahun tinggal di apartemen, Almira tidak pernah berinteraksi dengan tetangga kanan dan kirinya. meskipun tidak berinteraksi, bukan berarti ia tidak tahu siapa yang tinggal di sekitarnya. Ada satu laki-laki yang menurut pengamatannya berusia ke...