Setelah setengah jam Almira mengobrol bersama Devan, akhirnya laki-laki itu memustuskan untuk pulang. Masih dengan wajah kusut dan perasaan sedihnya, Devan meninggalkan Almira. Begitu Devan pergi, barulah ia naik ke atas menuju ruangan Radit. Ia mengetuk pintu ruangan Radit sebelum membukanya. Di sana ada Radit yang duduk di balik meja kerja.
"Maaf ya, Mas. Hari ini aku nggak nelfon Mas Radit sama sekali," ucap Almira berjalan memasuki ruangan Radit.
"Hmmm...."
"Mas Radit marah ya?" Almira berjalan menuju ke sofa panjang.
Radit tidak menjawab. Ia malah berpura-pura sibuk dengan komputer di depannya.
"Hari ini aku ke rumah orang tuaku. Ngejelasin semuanya ke mereka biar aku nggak disalahin terus-terusan."
Radit masih bergeming, tidak memberikan respon apapun.
Almira yang melihat respon Radit tidak seperti biasanya membuatnya heran. Meski Radit tidak banyak omong, tapi laki-laki itu selalu menanggapinya. Ia berdiri dari sofa dan berjalan menghampiri Radit. Di situ ia melihat ternyata Radit hanya berpura-pura mengetikkan sesuatu di komputer.
"Mas Radit kenapa sih?"
"Hmmm...."
"Jangan hmmm terus. Aku nggak suka kalo Mas Radit jawabnya kayak gitu," sahut Almira kesal. "Aku emang salah seharian ini nggak ngabari Mas Radit. Aku juga salah karena bohong sama Mas Radit. Aku bilang lagi kuliah, padahal aku ada perlu ke rumah orang tuaku."
Radit masih saja diam.
"Mas jangan kayak gini dong. Aku kan udah minta maaf sama Mas Radit. Aku juga udah ngaku salah. Jangan diamin aku kayak gini, aku nggak suka."
Radit memutar kursinya menghadap ke Almira. Dengan tajam ia balik menatap ke arah Almira. "Aku juga nggak suka kamu peluk-peluk cowok lain."
Almira mengerutkan keningnya, nampak kebingungan. Di satu sisi ia merasa senang karena Radit sudah mulai menanggapinya, tapi di sisi lain ia juga tidak mengerti maksud dari perkataan Radit.
"Siapa tadi yang kamu peluk?"
"Emang aku meluk siapa?" Almira balas bertanya. Dia benar-benar tidak mengerti maksud dari pertanyaan Radit.
Radit berdecak. Ia menunjuk ke arah kaca, tepat mengarah ke meja yang ada di lantai satu. Kebetulan meja itu yang ia duduki oleh Almira sebelum naik ke atas.
Almira yang mulai sadar maksud perkataan Radit langsung mengulum senyum. "Oh, aku kan udah pernah ngasih tau kalo dia temenku. Namanya Devan."
"Aku nggak suka kamu peluk-peluk cowok lain."
"Meskipun itu temenku sendiri?" sela Almira.
"Iya."
Almira manggut-manggut. "Tapi Devan kasihan, Mas. Dia habis putus sama pacarnya. Pacaranya tuh selingkuh."
"Aku nggak peduli."
Almira menahan senyumnya. Ia maju satu langkah, mengikis jarak antara dirinya dan Radit. "Kapan-kapan aku kenalin ke Devan ya."
"Nggak mau."
"Kenapa? Dia tuh baik tau. Aku udah temenan sama Devan dari lama. Lagian dia nggak mungkin suka sama aku."
Radit melingkarkan lengannya ke belakang tubuh Almira. Kemudian ia mendongak untuk menatap wajah perempuan itu. "Aku nggak suka kamu dipeluk sama cowok lain. Meskipun itu temenmu sendiri," ucapnya penuh peringatan.
"Iya, Mas," sahut Almira dengan tersenyum. "Aku suka deh kalo Mas Radit kayak gini," lanjutnya.
Radit menaikkan sebelah alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock, Knock! (Completed)
Romanzi rosa / ChickLitSatu tahun tinggal di apartemen, Almira tidak pernah berinteraksi dengan tetangga kanan dan kirinya. meskipun tidak berinteraksi, bukan berarti ia tidak tahu siapa yang tinggal di sekitarnya. Ada satu laki-laki yang menurut pengamatannya berusia ke...