Bagian 1: Ayah, Nero nggak mau.

12.3K 509 16
                                    

Telaga Merak, 1 Januari 2022.

Semilir angin malam itu menjadi penetral di antara gemuruh petasan yang terus bersahutan. Asap hitam tampak menari di udara, menutupi pandangan namun tidak dengan luka bernanah yang terbuka di relung hati Yujin.

Permintaan Mama yang tiba-tiba berhasil membuat Yujin kehilangan seleranya untuk menikmati kembang api yang bermekaran di atas sana. Restu untuk menikah kembali. Sangat berat untuk didengar hingga kaki Yujin pun nyaris kehilangan pijakannya beberapa saat yang lalu.

Sial!

Yujin tak akan pernah bisa menolak permintaan Mama. Karena ini menyangkut kebahagiaan Mama. Perlakuan buruk Papa sebelum mereka berpisah, membuat ia bersumpah untuk selalu membahagiakan Mama sesulit apapun keadaannya.

Larut dalam perasaannya membuat Yujin tak menyadari bahwa tak ada lagi gemerlap kembang api di atas sana. Khalayak tampak membubarkan diri, menyisahkan kekacauan yang baru saja mereka ciptakan.

"Uhuk!"

Yujin mendengus. Lamunannya terbuyar akibat suara batuk seseorang. Yujin memilih tak peduli dan menambah volume musik yang terdengar di earphone-nya.

"Uhuk! Uhuk!"

"Berisik, anjing! Bisa diam nggak?!" teriak Yujin. Suara batuk tersebut seketika berhenti.

Yujin menoleh dengan kerutan di keningnya. Menjengkelkan sekali orang itu. Yujin sampai ingin menendangnya saat itu juga. Yujin berdiri membawa langkah mendekatinya.

"M-maaf."

Seorang pemuda dengan jaket abu-abu dan sebuah kamera di tangannya. Tampak pucat dan berkeringat dingin. Sesekali lirihan batuk lolos dari bibirnya karena tak mampu ditahan. Ah, nurani Yujin jadi tak tega. Yujin jadi merasa jahat.

"Kalau lo nunduk gitu, yang ada tambah sesak!"

"H-hah? Uhuk– hump ...." Pemuda itu mendongak sejenak sebelum kembali menunduk karena berusaha meredam batuknya.

Hei, sebentar. Sepertinya Yujin mengenal pemuda itu. "Lo Nero sebelas IPA 2 bukan sih?" Pertanyaan Yujin berhasil membuat lawan bicaranya kembali mengangkat pandangan hingga netra gelap mereka bertabrakan. Namun tak ada yang membuka suara setelahnya.

"Eh? Salah, ya?" Yujin mengusap punggung kepalanya. Malu sekali. Yujin jadi ingin marah kembali. Seharusnya pemuda di hadapannya itu sok kenal saja padanya, agar Yujin tak malu. Tetapi, tak lama setelah itu justru ia malah mengangguk. Wah, syukurlah. Yujin tak jadi malu.

"Kenapa nggak dari tadi sih jawabnya?!"

Yujin kembali kesal. Orang di depannya ini membuat harga diri Yujin hampir jatuh. Bagaimana bisa cowok terkenal sepertinya salah mengenali orang? Sungguh tidak etis. Lain kali Yujin akan mengabaikan orang yang bernama Nero ini. Setelah ini Nero pasti akan sok akrab padanya ketika bertemu di sekolah. Bukankah setiap orang yang ditemui Yujin seperti itu. Penjilat dan menjijikkan. Tapi Yujin menyukai tatapan penuh harap mereka. Harapan untuk dijadikan temannya. Anak ini pasti juga sama. Cih, memangnya dia siapa? Yujin tak sudi. Lihat saja nanti ketika mereka bertemu di sekolah.

"Anu ... lo ... kenal gue?"

See? Sangat mudah ditebak. Yujin sudah hapal polanya. "Anggap aja gue nggak kenal. Ngeselin lo! Nanti di sekolah nggak usah sok akrab sama gue!"

"Kita ... satu sekolah?" tanya Nero. Terlihat kebingungan. Tunggu dulu. Terlihat apa tadi? Bingung?

"Lo bego atau gimana?"

"Ah, maaf. Nama lo siapa?"

------------------〣-------------------------------

Rumah untuk NeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang