"Jane, ajak Willie jalan-jalan sana." ujar Elaya sambil mengaduk teh yang ia buat dengan hari yang sudah pagi.
Janelle sedikit mengintip dari balik dinding. "Willie keliatan asyik ngobrol sama Papa." kata Janelle di mana ia masih dibayang-bayangi oleh kejadian tadi malam.
"Ajak aja, malah kemaren malem Papa bilang ke Mama kalo Jane harus ajak Willie jalan-jalan."
Janelle mengangguk. "Oke, abis Jane kasih teh ntar Jane ajak jalan-jalan."
"Ini tehnya, sekalian tolong panggilin Papa."
"Siap." balas Janelle yang mulai melangkah sambil membawa cangkir berisi teh. Janelle berjalan menuju teras. "Pa, dipanggil Mama."
"Dipanggil Mama?" beo Anthony sambil beranjak lalu pergi dari teras.
"Diminum dulu tehnya. Abis ini kita jalan-jalan, yuk? Kamu mau?" tanya Janelle yang sudah duduk di kursi yang Anthony duduki sebelumnya.
Sejujurnya, Willie merasa malas tapi tadi malam Willie mendengar ucapan Anthony tentang Janelle yang harus mengajaknya berjalan-jalan di pagi hari.
Secara terpaksa, Willie mengangguk.
Janelle tersenyum lebar. "Oke, aku ambil jaket dulu untuk kamu." Janelle langsung beranjak dan masuk ke dalam rumah.
Willie mulai menyesap teh yang Janelle bawakan untuknya sambil menikmati udara yang terasa dingin juga pemandangan kebun teh yang tertutupi oleh kabut.
"Ini jaket kamu." Janelle memberikan jaket yang cukup tebal pada Willie dengan Janelle yang sudah memakai cardigan.
Willie berdiri dan memakai jaketnya, Janelle pun berjalan lebih dulu dengan langkah lambat. Willie juga sudah berjalan, mengikuti Janelle dari belakang.
Janelle berhenti melangkah dan kembali melanjutkan langkahnya saat Willie sudah sejajar dengannya. Janelle sendiri ingin sekali membuka percakapan tapi Janelle masih dihantui oleh rasa sakit tentang tadi malam.
Willie dan Janelle sudah pergi menjauh dari rumah, berjalan di jalanan yang belum diaspal. Di sekitar rumah Lilis hanya ada kebun teh dan juga pepohonan, tidak ada rumah lainnya tapi cukup banyak yang berlalu lalang di depan atau samping rumah yang juga terdapat jalanan. Pasalnya, tidak jauh dari rumah Lilis, terdapat spot penyewaan kuda di mana nantinya si penyewa akan berkeliling dan melewati rumah Lilis.
"Neng Jane, kumaha, damang? Bade kamana?" tanya seorang wanita pemetik teh yang baru saja datang.
Janelle tersenyum. "Sehat, Teh. Ya, mau jalan-jalan aja. Ajak suami." Janelle menunjuk Willie.
"Kasep pisan, euy. Namina saha?" tanya wanita itu pada Willie di mana Willie tampak tidak mengerti.
"Nama kamu." kata Janelle membantu Willie.
"Nama saya Willie, Bu." jawab Willie akhirnya membuat wanita itu tertawa.
"Tipayun nya, Neng. Hapunten." Wanita itu menatap bergantian Janelle dan Willie lalu pergi menuju kebun teh.
Janelle beralih menatap Willie yang sedang memperhatikan para pemetik teh yang didominasi oleh ibu-ibu. Janelle pun mulai bersuara, "apa Papa ada cerita soal kebun teh yang ada di deket rumah Nini?"
Willie menggeleng dengan pandangan lurus ke depan.
"Kebun teh yang ada di sini punya Aki sama Nini, mereka juga punya pabrik pembuatan teh, nggak terlalu jauh dari sini. Ya, walaupun bisa dibilang mereka berkecukupan, mereka lebih pilih untuk hidup sederhana. Gitu juga sama rumah, mereka nggak pernah kepikiran untuk pasang AC, shower, atau bathtub. Makanya, maaf kalo kamu agak kesusahan selama di sini." Janelle tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Captain [COMPLETED]
Teen FictionKisah Janelle tidak seberuntung kembarannya, Brielle, yang dapat merasakan kasih sayang dari Willie. Willie yang dikenal sebagai sosok yang hangat, berubah dingin untuk Janelle. Willie mau menikahi Janelle karena laki-laki itu masih membutuhkan sos...