Janelle duduk tepat di sebelah batu nisan Brielle setelah menaburkan bunga. Janelle mendongak, menatap ke arah langit ketika mendengar pesawat lewat. Cukup lama Janelle memperhatikan pesawat itu tanpa merasa sakit pada matanya karena keadaan langit yang mendung.
"Apa itu Willie?" tanya Janelle sambil tertawa dan menatap batu nisan Brielle. "Aku udah nikah, Elle. Walaupun Willie nikahi aku karena terpaksa, seenggaknya aku bisa nikah sama orang yang aku suka."
Janelle menghela napas seraya memeluk kedua kakinya yang ditekuk. "Aku pengen banget cerita tentang gimana sikap Willie, aku tau itu udah jadi resiko aku, resiko nikah sama orang yang nggak cinta sama aku. Tapi, aku bener-bener butuh temen curhat."
Janelle menjatuhkan pipinya di atas lutut sambil menoleh pada batu nisan Brielle. "Aku nggak mungkin cerita sama Mama sama Papa tentang sikap dingin Willie. Aku nggak mau Mama sama Papa ngerasa sakit hati ke Willie, aku juga nggak mau cerita ke orang tua Willie, apalagi ke Bunda. Pasti Bunda bakal langsung tegur Willie dan takutnya sikap Willie makin dingin ke aku. Cerita ke temen-temen aku? Aku juga nggak mau mereka benci ke Willie."
"Kayaknya aku cuma bisa cerita ke kamu, Elle." Janelle mengangguk. "Cukup kamu yang tau. Semoga Willie bisa berubah, ya, nggak selamanya dingin ke aku. Aku bakal bertahan, kok." Janelle tersenyum lalu mengusap-usap batu nisan Brielle.
"Oh, iya. Tadi pagi aku sempet chat Willie, udah dibales belum, ya?" Janelle membuka tas selempangnya dan mengeluarkan ponselnya untuk mengecek notifikasi ponselnya.
Janelle tertawa kecil. "Masih belum dibales juga." Janelle pun menyimpan ponselnya di tas. "Mungkin pas aku chat, Willie udah take off dan kenapa belum dibales sampe sekarang? Aku yakin Willie ke luar negeri yang butuh waktu sampe berjam-jam untuk sampe di tujuan." Janelle mengangguk-anggukkan kepala sambil menatap ke arah langit.
-My Cold Captain-
Elaya yang baru saja keluar dari mobil, menoleh ke belakang saat melihat dari sudut matanya sebuah mobil berhenti di depan gerbang dalam keadaan hujan yang turun dengan deras.
"Ya ampun, Jane." Melihat Jane keluar dari mobil, Elaya langsung mengambil payung yang selalu tersedia di garasi dan berjalan cepat untuk menyusul Janelle yang sedang berlari sambil menutupi bagian atas kepala dengan tas.
"Hai, Ma." Janelle tersenyum begitu Elaya berada di depannya.
"Itu mobil siapa? Kenapa nggak masuk aja ke sini?" tanya Elaya sambil menoleh ke belakang.
"Jane naik taksi online, kalo masuk harus buka gerbang lagi, kasihan bapaknya ntar kehujanan." jawab Janelle dengan keadaan tubuhnya yang sudah basah.
"Terus kenapa Jane nggak bawa mobil sendiri? Nggak ada mobil di rumah kalian?"
"Ada, mobil Willie. Jane ngerasa nggak enak aja harus bawa-bawa mobil Willie. Ntar Jane pulang bawa mobil, ya, Ma."
Elaya mengangguk. "Ya udah, bawa aja. Lagian, 'kan, emang ada mobil Jane sendiri, tuh." Elaya menunjuk mobil berwarna putih yang merupakan milik Janelle. "Jane mau pulang jam berapa emangnya?"
"Jane mau tidur di sini, ya, tiga malem mungkin?" ucap Janelle dengan ragu di mana mereka sudah tiba di garasi.
"Mertua Jane tau nggak? Kalo belum, bilang dulu." ujar Elaya.
Janelle mengangguk. "Jane emang mau bilang sama Bunda, apalagi Bunda suka ke rumah."
"So, how's your married life?" tanya Elaya yang berjalan di depan Janelle, mereka sudah berada di dalam rumah.
Janelle tertawa. "Masa Mama nggak tau gimana kehidupan pernikahan."
"Mama tau. Tapi, 'kan, kehidupan pernikahan setiap orang beda-beda." Elaya menaruh tas dan kunci mobilnya di meja lalu balik badan, menatap Janelle dengan bagian belakang tubuh bersandar pada tepi meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Captain [COMPLETED]
Teen FictionKisah Janelle tidak seberuntung kembarannya, Brielle, yang dapat merasakan kasih sayang dari Willie. Willie yang dikenal sebagai sosok yang hangat, berubah dingin untuk Janelle. Willie mau menikahi Janelle karena laki-laki itu masih membutuhkan sos...