2. Hadiah Terindah

939 107 30
                                    

Mengusap bahu polos tanpa sehelai kain milik istrinya, kecupan lembut dari Danu masih begitu setia dicurahkan untuk Mentari Mahika.

"Terimakasih."

"Sama-sama, Kak." Jawaban pelan dari Mentari yang jelas masih merona sekali wajahnya.

Yang menyadari betul napas tersenggal dari istri cantiknya, Danu jadi terkekeh dan semakin menarik Mentari untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Capek?"

Dengan begitu lugu, Mentari langsung mengangguk dalam pelukan Danu.

"Tapi enak banget."

Jawaban teramat lugas yang membuat Danu jadi tertawa. "Berapa ronde ya tadi?"

"Nggak bisa ngitung. Soalnya, dari tadi, aku sibuk merem melek."

Memang dasar.

Terbiasa menghadapi tabiat Nyonya Hesti Prameswari yang jawabannya bisa sangat luar biasa, bahkan sering kali jadi di luar nalar manusia, membuat Danu jadi tak terkejut dengan frontalnya jawaban dari Mentari yang kini sudah asik sekali menggoda dada telanjang Danu dengan jari telunjuknya.

"Padahal, tadi, siapa ya yang sok banget katanya mau buat suaminya jadi kewalahan? Tapi akhirnya, tetap aja desah bilang nggak tahan."

Maka jari-jari Mentari jadi gemas sekali memelintir puting Danu sampai empunya meringis geli.

"Nggak usah main-main ya. Kamu tahu, kalau yang kamu pelintir itu, bisa buat Johny jadi bangun."

Dan tawa Mentari langsung menggema. Semakin menghangatkan kamar pengantin baru yang sedang dilanda asmara.

"Kakak tahu?"

"Apa?"

"Perutku pasti selalu sakit kalau Kakak lagi sebut nama Johny."

Danu langsung mengembangkan senyum penuh rasa bangga, karena Mentari yang kini sedang menyinggung soal jagoannya.

"Kenapa? Langsung kebayang jagonya Johny kalau lagi goyang ya?"

Telapak tangan Mentari reflek langsung menutupi bilah bibir suaminya. "Ngomongnya. Saringannya kurang rapat ya? Jadi kalau lagi ngomong sama aku, suka banget bocor kaya gitu."

Menggigit pelan jari-jemari Mentari, Danu jelas langsung berhasil untuk meruntuhkan pertahanan sang istri.

"Gaya banget segala harus pakai saringan. Ini, kamu aja masih belum pakai baju, sayang. Jadi nggak usah pakai kata kiasan. Langsung aja."

"Ya jaim dong, Kak."

"Kalau jaim, kenapa tadi desahnya seksi banget ya?"

"Kakak!"

Memang benar-benar.

Membuat Mentari menyerukan nada sengitnya, memang sudah jadi semacam rutinitas jahil yang sangat Danu suka.

"Nggak sia-sia kamarku pakai kedap suara. Jadi kamu puas ya nggak usah ditahan kalau lagi keenakan."

"Ngomong sekali lagi, burungnya aku cubit ya!"

"Bukan burung, sayang. Tapi, Johny. Namanya Johny. Udah keren, masa dipanggilnya burung?"

"Halah. Biasanya, banyak orang yang nyebut begitu."

"Tapi burung yang bisa bikin kamu jadi enak banget, ya cuma Johny. Jadi jangan salah sebut lagi."

"Kakak!"

Bukan lagi seruan. Karena rengekan Mentari saat ini sudah disertai dengan gigitan.

"Kalau kamu terus-terusan gigit-gigit kaya gitu, berarti, kita main lagi ya habis ini. Hayo. Pilih yang mana? Kalau main lagi, aku jamin, bisa kuat sampai pagi."

Keluarga Serigala ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang